❄️❄️❄️
Jimin tersenyum lebar melihat istrinya yang sejak tadi belum selesai mengagumi keindahan pemandangan dari balkon hotel tempat keduanya menginap. Wanita itu bahkan belum sempat mengganti semua pakaiannya. Ia masih mengenakan turtleneck dengan coat panjang serta syal yang melingkar hangat di lehernya.
"Tidak ingin mengganti pakaianmu lebih dulu Lee?" tanya Jimin karena wanita itu sudah berada di pinggiran balkon selama hampir sepuluh menit. "Kau bisa sakit. Segera ganti pakaianmu dengan yang baru." Jimin masih terus berdiri di ambang pintu pemisah balkon dengan ruang kamarnya.
Lee memutar tubuhnya. "Kau sangat cerewet!"
Jimin makin melebarkan senyumnya, "Aku hanya tidak ingin istriku sakit."
Lee menghentak satu kakinya lalu berjalan masuk ke dalam. Saat melewati Jimin ia bergumam, "Istri siapa maksudmu!"
"Hey, tentu saja istriku."
Jimin dengan tawanya yang menggema lekas menutup kedua pintu kaca hingga tidak lagi merasakan udara dingin.
"Kau ini bodoh atau apa berlibur di musim dingin seperti ini," omel Lee sambil mengeluarkan beberapa pakaian hangatnya. Lalu dengan cepat ia menatap Jimin penuh selidik, "Jangan-jangan kau sengaja ya memilih tempat ini?" Manik abunya menatap Jimin dengan tajam.
Jimin berjalan mendekat ke sisi ranjang lalu dengan tiba-tiba ia menjentik jarinya tepat di dahi Lee. "Aww!!" Lee menggosok dahinya dengan cepat.
"Dasar tidak sopan. Bisa-bisanya mengatai suamimu bodoh!"
"Bisa tidak berhenti menyebut suami istri!" Lee terus menggosok dahinya. "Kau memang bodoh! Jimin bodoh!"
"Aakh!!" Lee menjerit saat Jimin dengan cepat mencengkeram lengannya lalu merapatkan tubuhnya ke dinding.
"A-akh! Sakit!" rintih Lee. "J-Jimin! Lepas!"
Jimin menahan kedua pergelangan tangan Lee dengan cukup kuat. Bahkan sekuat tenaga Lee meronta, cekalan itu tidak terlepas sedikitpun.
Tidak ada ucapan apapun dari Jimin. Dia hanya melihat kedua manik istrinya bergantian. Menunggu sampai Lee bisa dikendalikan, Jimin merapatkan tubuhnya. Jarak wajah keduanya sengaja Jimin buat begitu dekat hingga napas dingin keduanya saling terasa.
"Kesepakatan kita kemarin masih dan terus berlaku sayang ..." kata Jimin dengan suaranya yang lirih. "—Dan jangan mengataiku dengan bibirmu yang manis itu kalau kau tidak ingin—"
"Uugh!" Lee melepas paksa tangannya. Kali ini dengan kekuatan yang lebih besar dan berhasil terlepas. "Jangan mimpi!!" sentak Lee sambil berlalu kembali menata barang-barangnya.
Jimin yang ditinggalkan hanya bisa menggigit bibir menyaksikan Lee dengan kepribadiannya yang beraneka macam.
"Kau ini, kadang bersikap manis. Kadang—"
KAMU SEDANG MEMBACA
PARK & LEE
Fiksi PenggemarJimin bertekad mencari manusia yang sudah menghancurkan hidupnya lima belas tahun yang lalu. Hingga akhirnya ia membangun sebuah firma hukum dibantu oleh Hae Mi dan teman-temannya. Siapa sangka di tengah pencarian itu Jimin justru bertemu dengan se...