31 - Jeju, I'm in Love

285 38 20
                                    

.

.

.

Perjalanan yang panjang dan melelahkan tapi menyenangkan untuk Lya. Apalagi pria yang ada di sampingnya. Dia selalu tersenyum setiap kali Lya bergerak nyaman karena terlelap selama penerbangan.

"Hei ..." usapan kecil di pipi Lya yang dingin berhasil membangunkan wanita itu. "Sudah sampai, ayo kita bersiap turun."

Sedan hitam mulai melaju pelan ketika sudah memasuki area sebuah villa mewah.

"Aku kira kita akan menginap di hotel," kata Lya sambil mengerjap dan menguap bersamaan.

"Hotel?" Jimin tersenyum. Dia merapikan rambutnya yang tidak terlalu berantakan. Menyisirnya dengan jari-jarinya yang panjang. "Aku tidak mungkin membawa istriku menginap di hotel. Apalagi istriku sedang hamil."

Jujur saja, kalimat yang Jimin ucapkan berhasil membuat dada Lya berdebar. Lya mencintai pria itu, hanya hatinya masih terlalu sakit untuk kembali menerima semua perhatiannya.

Lya tidak berhenti memutar pandangannya. Menatap setiap sudut rumah beserta semua benda yang menghiasi.

Pandangan Lya terpaku pada sebuah bingkai berukuran besar. Bingkai berwarna putih dengan ukiran yang sangat cantik.

Kapan Jimin menyiapkan ini?

"Kau suka? Bagaimana? Wanita disana sangat cantik bukan? Kenalkan ... dia adalah istriku," ucap Jimin sambil berlalu melewati Lya yang masih berdiri mematung.

Lya terus menatap sebuah foto besar. Foto dirinya yang sedang tertawa lebar saat mereka sedang berbulan madu.

Lya menatap gambar dirinya di bingkai besar itu. Lya yang ada disana adalah Lya yang terlihat sangat bahagia. Seolah dia adalah satu-satunya wanita yang paling bahagia di dunia ini.

"Aku suka sekali dengan ekspresi istriku itu," Jimin ikut berdiri di samping Lya seraya menatap lurus pada satu yang sama.

"Saat itu aku ikut merasakan kebahagiaannya. Dan rasanya aku bangga sekali menjadi suaminya. Seperti ..." Jimin menjeda kalimatnya, "Aku berhasil menjadi seorang suami," Jimin tersenyum lalu menoleh pada Lya. Menatap penuh kagum pada wajah istrinya.

"Tapi ternyata aku tidak sebaik itu. Aku minta maaf," senyum Jimin perlahan memudar seiring dengan suaranya yang terdengar parau.

"Aku berharap bisa mengembalikan kebahagiaan itu padamu." Jimin menggerakkan tangannya mencari jari-jari Lya lalu menyematkan jarinya disana.

Di lubuk hati Lya yang paling dalam, diapun berkeinginan keras untuk bisa kembali pada hubungan yang seperti dulu.

"Sayang, sudah waktunya untuk makan dan minum vitamin. Aku tidak ingin kau kelelahan lalu sakit!" Jimin membawa istrinya masuk ke dalam salah satu kamar yang berpintu kayu berwarna putih.

"Aku tidur sendiri?" Lya berjalan mendekati ranjang lalu meletakkan tas kecilnya.

Entah kenapa mendengar pertanyaan Lya sedikit membuat Jimin berdebar. Ia tersenyum lantas melangkah maju lalu berlutut di antara kedua kaki istrinya.

"Jangan marah ya?" Jimin mengulum senyum. Ia meraih dua tangan Lya untuk kemudian ia genggam.

"Aku tidur disini juga. Jadi kita tidur berdua, satu kamar. Kau tidak keberatan kan?" Jimin mengerjap lemah. Rasa tidak percaya dirinya tinggi sekali sampai harus beberapa kali menelan ludahnya sendiri.

"Eum ... K--kalau keberatan tidak—"

"Okey. Aku tidak keberatan," sahut Lya dengan cepat.

Jimin kembali menengadah, memandangi wajah wanita yang masih menjadi istrinya. "Kau serius?" Jimin masih berusaha meyakinkan dirinya. "Tidak apa-apa kita tidur bersama selama liburan?"

PARK & LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang