[Lilyana Pov]
Sore ini aku berdiri di pinggiran balkon kamar. Area yang menjadi salah satu favoritku di bagian villa ini.
Villa yang kata Jimin sengaja dia buat untuk kami. Tempat yang Jimin penuhi dengan semua kesukaanku. Warna, furniture, tata ruang, semuanya kesukaanku. Foto yang Jimin pajang juga kebanyakan fotoku.
"Aku benar-benar jatuh cinta padamu saat membuat bangunan ini."
Kalimat Jimin tadi pagi masih terngiang jelas di telingaku. Jimin benar-benar berhasil membuatku menjadi wanita paling bahagia di dunia. Dia bahkan seolah sedang menyihirku dengan banyak cinta yang dia punya.
Kesalahan yang pernah Jimin lakukan, hilang seperti debu yang terbang dalam sekali tiup. Biar saja orang lain menganggapku wanita bodoh. Aku memang bodoh karena berkali-kali jatuh pada pesona seorang Jimin.
Aku sadar sekali kalau aku masih mencintai pria itu. Terbukti dari bagaimana tubuhku yang masih merespon semua sentuhan-sentuhan hangatnya. Aku juga masih ingat gilanya aku ketika membalas sentuhan panasnya.
Bahkan jejak hangat itu masih terasa sampai sekarang. Jari-jari Jimin menari di atas tubuh polosku, menyentuh semua titik sensitifku tanpa terlewat. Lalu ciuman-ciumannya yang membasahi sebagian tubuhku, tidak bisa aku lupakan begitu saja. Semuanya masih melekat jelas. Apa itu karena aku terlalu merindukannya?
Mataku memejam ketika udara dingin menerpa wajah dan tubuhku. Rambut panjang yang kuikat tinggi membuatku bergidik karena mendadak leherku menjadi dingin. Tapi di menit berikutnya, sepasang lengan besar memeluk perutku tidak terlalu erat lalu membawa punggungku bersandar pada tubuhnya.
"Udaranya dingin, berani sekali kau berdiri disini tanpa memakai baju hangat!" Jimin menciumi leherku yang terbuka.
"Apa dia baik-baik saja?" tanya Jimin khawatir ketika telapak tangannya menempel pada perutku. Lalu ia mengusapnya dengan lembut. "Tadi kita melakukannya dengan sedikit kasar. Aku takut kau mengalami seperti kemarin."
Aku lantas berbalik dan mengalungkan kedua tanganku di lehernya. Kupandangi wajahnya yang bersih dan terlihat segar. "Baru selesai mandi ya?" kukecup dengan cepat bibirnya yang tebal dan itu berhasil membuatnya tersenyum.
"Tidak, aku belum mandi. Hanya mencuci wajahku saja," Jimin balas menciumku tapi tidak secepat aku menciumnya. Jimin mencium bibirku beberapa kali sampai dia merasa puas baru berhenti.
Jimin menghalau anak rambut yang sedikit menutup keningku. Membawanya ke belakang telinga lalu memandangiku beberapa saat sebelum akhirnya mencium keningku selama lima detik.
"Aku mencintai kalian," katanya dengan suara yang lembut. "Jadi jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku Lya."
"Kalau oppa menyakitiku lagi bagaimana?" Pertanyaan asal yang terlontar begitu saja tapi berhasil membuat Jimin merubah ekspresi wajah lembutnya menjadi serius.
Jimin mengangkup wajahku diantara dua tangannya dan menahan pandanganku untuk terus menatapnya. "Aku bahkan tidak pernah berpikir untuk menyakitimu," ibu jarinya membelai pipiku.
"Tapi kemarin aku sudah bertindak bodoh. Tolong maafkan aku. Aku bersumpah tidak akan melakukan sesuatu yang bisa membuat kalian berdua terluka," Jimin mendekatkan wajahnya untuk menatapku lebih dalam. Lalu dengan cepat dia mencium dua kelopak mataku yang menutup bergantian.
Aku tidak perlu menyahuti janjinya, karena di lubuk hati yang paling dalam aku percaya Jimin tidak akan mengulangi kesalahan itu.
"Sayang, kau belum berbagi cerita padaku." Jimin membawaku masuk ke dalam kamar ketika merasa udara berhembus semakin kencang dan dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARK & LEE
FanfictionJimin bertekad mencari manusia yang sudah menghancurkan hidupnya lima belas tahun yang lalu. Hingga akhirnya ia membangun sebuah firma hukum dibantu oleh Hae Mi dan teman-temannya. Siapa sangka di tengah pencarian itu Jimin justru bertemu dengan se...