Ashelia

765 64 2
                                    

[flashback]

Sudah beberapa hari ashel di rawat, reval selalu terjaga menunggunya.
Dari merawatnya sampai ikut tertidur di rumah sakit.
Keadaan ashel semakin membaik, reval mengajaknya mencari udara segar di halaman rumah sakit.
Cuaca agak mendung dan tak banyak pasien keluar dari kamarnya. Hanya terdengar suara burung yang bertengger di pepohonan.

"Val, gue mau putus."

"Lo kecapean shel? Mending kita balik ke kamar aja yuk."

"Gue serius val."

"Salah gue apa shel?"

"Lo gak salah apa-apa. Gue yang salah val, gue yang jahat." Kata ashel sambil menahan air matanya.

"Pasti karena zee kan? Iyakan shel?"

"Gak ada hubungannya sama dia."

"Jelas ada shel. Dia yang selalu lo bangga-banggain, lo yang paling tau apa kesukaannya, apa yang gak bisa dia makan, bahkan di segala sudut setiap kita pergi lo selalu cerita tentang dia, sampai tidur pun lo sebut-sebut nama dia. Sedangkan gue? makanan kesukaan gue aja lo gak tau."

"Jadi gak perlu gue jelasin lagi kan val alasannya. Karena emang semua yang lo omongin itu bener. Gue sejahat itu." Ashel teringat, saat dia memasakkan makanan untuk reval justru membuat reval sakit perut sampai 3 hari. Reval yang tetap mau memakannya karena itu masakan ashel, semakin membuat ashel merasa bersalah.

"Bukan gitu maksud gue shel. Gue cuma mau bilang, gue terima apa pun itu asal gue bisa sama-sama lo terus."

"Gue gak bisa kasih hati gue sepenuhnya buat elo val."

"Gue gak masalah shel."

"Gue selalu kebayang zee setiap gue jalan sama lo."

"Gue juga gak masalah."

"Sekarang pun yang gue harap ada di depan gue itu zee, bukan lo!"

Kali ini reval terdiam.
Ashel sadar, perkataannya mungkin terlalu jahat. Tapi itu satu-satunya cara agar reval behenti bertahan.
Dengan adanya reval yang terlalu baik buat ashel itu suatu kesalahan. Rasa bersalah ashel justru kian membesar ketika reval selalu sabar menghadapinya.
Menurutnya, lebih baik dia melepaskan reval dengan bebas daripada harus terus bersamanya yang jelas-jelas hatinya masih milik zee.

"Gue harap cuma kita aja yang tau pembicaraan ini. Gue gak mau persahabatan gue, lo sama zee hancur."

Ashel berdiri dari tempat duduknya berniat kembali ke kamar.

"Gue anterin shel."

"Gak usah val."

Reval mengikuti ashel dari belakang memastikannya baik-baik saja sampai di kamarnya.

"Gue pengen sendiri val."

"Sorry shel. Seberapa keras pun gue berusaha yang terbaik, tetap dia kan shel pemenangnya?

Ashel tetap diam dan menutupi kepalanya dengan selimut.

"Gue tau cinta gak bisa dipaksa, segitu pentingnya ya zee buat lo? cepet sembuh ya, gue pamit."

Tangis ashel pecah ketika reval menutup pintu dan beranjak pergi.
Dia menangis tersedu-sedu dibawah selimut.

Iya. Sepenting itu zee buat ashel yang jiwanya masih terperangkap di masa lalu.
Jika zee adalah bumi, maka ashel adalah bulan yang terus mengitarinya.

Semua itu berawal dari semasa mereka TK.
Zeeco kecil adalah anak yang kurang bisa bergaul dengan teman-temannya.
Dia tidak pandai memulai suatu pertemanan. Bukan tanpa alasan, itu karena dia baru pindah ke rumahnya yang sekarang.
Sedangkan ashel, si gadis kecil yang sangat aktif dan banyak bicara.
Suatu saat mereka sedang bermain di taman sekolah.
Anak-anak berebut bermain perosotan, zeeco hanya melihatnya dari kejauhan.
Ashel berinisiatif menyuruh minggir anak-anak lainnya, lalu dengan sok akrab menyuruh zee mencoba perosotan itu.
Namun zee justru merasa takut dengan kelakuan ashel yang malah menarik tangannya dengan paksa.
Percobaan pertama, zee meluncur dari perosotan walau ragu-ragu namun akhirnya dia merasa senang. Lalu mengulangi lagi naik perosotan beberapa kali.

"Namaku ashelia. Panggil aku acel." Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

Belum sempat zee menjawab, dia sudah dipanggil untuk pulang.

Lama kelamaan keduanya menjadi dekat dengan sendirinya dan sering bermain bersama.
Ashel dan zee sering bermain di taman dekat rumahnya. Namun ketika jam 5 sore, zee selalu diajak pulang oleh baby sitternya.

"Ayo cel, ikut aja. Di rumahku ada kolam renang." Ajak zee

Sifat kanak-kanak yang gampang terhasut begitu saja membuat ashel kecil mengikutinya. Dan hal itu menjadi kebiasaan, ashel menjadi sering bermain ke rumah zee.

"Acel, ayo pulang." Ajak mommy ashel

"Gak mau." Ashel masih asik bermain di rumah zee.

"Besok main lagi." Bujuk mommynya

Ashel menuruti mommynya meski dengan muka cemberut.

"Acel! Nanti aku bikinin rumah yang gedeee banget." Ucap zee sambil merentangkan tangannya.

"Biar kita bisa main bareng terus." Lanjutnya

"Janji ya!"

Zee balas mengangguk.

Terkadang zee juga main ke rumah ashel.
Zee sangat senang, karena dia bisa makan masakan mommy ashel. Bagi zee itu adalah masakan terlezat di dunia.
Zee sendiri jarang makan masakan mamanya, karena sibuk kerja.

Mereka berdua selalu bersama, dimana ada zee disitu ada ashel. Sampai mereka SD masih saja bersama.
Suatu ketika, mereka berdua bermain sepeda. Lalu ashel tiba-tiba menabrak pohon, kepalanya terbentur dan berdarah.
Karena tak ada orang dewasa satupun di perumahan yang isinya orang-orang sibuk.
Zee menggendong ashel sambil menangis sampai ke rumah ashel. Saat itu badan zee bahkan lebih kecil dibanding ashel.
Hingga ashel dibawa ke rumah sakit pun zee masih tetap menangis.

"Ashel nggak mati kan?" Ucap zee sambil menangis terisak.

Luka ashel tidak begitu parah. Namanya anak kecil melihat darah sedikit pasti takut. Takut disalahkan juga karena zee bermain dengannya.
Saat ashel masih sakit, zee menjadi sangat baik. Dia bahkan memberi semua ice cream yang dia punya, padahal biasanya mereka berdua berebut dan tak mau mengalah. Zee juga mau disuruh-suruh ashel.

Mereka berdua tumbuh bersama, badan zee yang semakin bertumbuh tinggi mengalahkan ashel. Zeeco yang semakin terlihat tampan sejak dini, mulai dilirik teman-teman di SD nya. Namun ashel yang selalu menempel pada zee membuat anak-anak lain mengira ashel adalah pacar zee, sebuah drama cinta monyet.

"Zee, kamu nangis?" Tanya ashel melihat zee menangis di ayunan.

"Gak." Jawab zee sambil mengusap air matanya.

Ashel tau apa yang membuat zee sedih, yaitu kedua orang tuanya yang mulai sering bertengkar. Beberapa kali saat ashel main ke rumah zee, dia sempat mendengarnya.

Ashel memeluk zee, ini adalah pelukan yang menjadi awal mereka terbiasa saling memeluk untuk menenangkan sampai sekarang. Bahkan tanpa mengatakan apapun, pelukan terasa seperti kita bisa memahami perasaan orang tersebut. Merasa dimengerti saat kita sedang tak ingin bicara karena masalah yang sudah sangat menumpuk dan sulit untuk dijelaskan yang akhirnya hanya bisa menangis.

"Cel, aku gak mau serumah sama kamu."

"Maksudnya?"

"Aku gak mau kita berantem kaya mama papaku. Janji ya, kita bakal temenan selamanya." Zee mengulurkan jari kelingkingnya

"Janji." Ashel mengaitkan kelingkingnya.

BimbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang