Teater 50

28.8K 3.4K 488
                                    

Asteria melempar tongkat yang digunakannya untuk berjalan ke sembarang tempat lalu berjalan dengan langkah tegas menuju kaca rias, dia membuka satu laci dan mengambil buku dengan judul 'boys in luv', cewek itu membalik-balikkan halaman dengan cepat lantas berhenti di kertas yang terlipat, tepat di halaman 96.

Ada kalimat yang di tandai dengan stabilo berwarna merah agar mudah di temukan. Kalimat itu berisi,

"Hingga akhirnya Agaris muak dengan kelakukan Helia yang selalu membully Asteria, gadis pujaannya. Cowok tampan itu menelfon seseorang lantas mengatakan beberapa kalimat dengan lancar,

"Gue pengen itu cewek di musnahin dari dunia ini, sebelum itu bikin dia menderita dulu, terserah mau kalian apain, bikin dia trauma sampai pengen mati rasanya"

Agaris benar-benar malaikat pembunuh bagi Helia, Karena sejak saat itu hal buruk mulai datang menghampirinya, awal dari kehancuran kehidupan gadis yang benar-benar tulus mencintai Agaris.

Asteria mengigit bibir bawahnya sambil membaca kalimat tersebut berulang-ulang, "harusnya si miskin itu udah mati, gue yang harusnya jadi pacar Agaris, gue yang harusnya ngobrol sama Lio, gue yang harusnya di posesifin Saegar, BAJINGANNN!!" Asteria melempar buku tersebut sembarangan, dia berteriak melontarkan kata-kata kasar, mengacak-acak meja riasnya karena emosi.

Dia melihat bagaimana tatapan Agaris tadi saat rumah sakit juga teringat ucapan Saegar yang tidak suka akan kehadirannya, benar-benar sialan.

Mereka harusnya memuja dirinya bukan Helia, bukan gadis miskin itu...

Asteria lah yang seharusnya bersinar, yang di cintai, yang di puja dan yang di perhatikan oleh mereka...

Dirinya yang sempurna..

Asteria berdiri, dia menghadap cermin di depannya dan menyeringai, dia memperhatikan wajahnya dengan seksama, "gue lebih cantik daripada dia, gue lebih menarik dan lebih segala-galanya di banding dia.."

Sedetik kemudian wajahnya menyendu, dia memiringkan kepala "tapi kenapa cowok-cowok itu lebih suka Helia?"

Hening...

Wajah itu seketika bergejolak marah, dia meninju cermin di depannya dengan kesal, kembali mengacak-acak rambutnya dengan frustasi dan berpikir keras "gue bakal jadi yang utama, gue pemeran utamanya, cewek miskin itu bakal mati sebentar lagi hihihi" ujarnya kemudian sambil tergelak tawa.

Pintu kamar Asteria terbuka, menampilkan seorang laki-laki berumur dengan memakai jas kerja, "Aster, kamu kenapa nak??"

Seorang perempuan paruh baya ikut menyusul di belakangnya, terkejut melihat kondisi kamar sang putri yang acak-acakan.

"Papa..." Asteria menangis, dia terduduk di depan lemari kamar rias dengan wajah menyedihkan, "aku di sakitin.."

"Siapa? Siapa yang nyakitin kamu nak?" Pria paruh baya itu mendekat, memeluk tubuh Asteria yang lemah.

"Hikss dia iri sama aku pa, dia benci sama aku, dia selalu bully aku..."

"Siapa orangnya? Berani sekali dia membully anak perempuan papa"

Asteria menangis tergugu, di sambut oleh usapan di bahunya oleh sang mama, "sebut namanya biar kita tahu"

"Helia..." Asteria menangis sambil menatap sang papa yang tiba-tiba terdiam "Helia Shavonne"
_______________________

Saegar menggendong Helia dengan gaya bridal style, dia menatap wajah Helia yang kini menyandarkan diri pada dadanya, "Lo keliatan cantik kalau nurut gini"

"Gue emang selalu cantik"

Saegar terkekeh, tidak membantah sama sekali karena yang di katakan Helia memang benar, bagi Saegar Helia memang selalu terlihat cantik. Dia mendudukkan Helia di kursi taman yang sepi, hari sudah mulai malam, Helia harusnya istirahat tapi dia terlalu bosan di dalam kamar, jadinya Saegar menggendongnya berkeliling rumah sakit, cowok itu tidak mengijinkan menggunakan kursi roda.

TeaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang