10. Ikuti Alur Permainan

217 24 0
                                    

"Yayah!!" teriak anak kembar sambil menggedor-gedor pintu ruang kerja sang ayah.

"Yayah ada di dalam tidak, sih?!" gumam Ezkyla karena tak kunjung mendapat sahutan dari dalam.

"Yayah kalau tidak jawab, Mas doakan Yayah jadi orang budek!!" seru Ezkara menahan kesal.

Di dalam ruangan, dua orang pria menahan tawa. Salah satu di antara mereka mengisyaratkan untuk segera membuka pintu sebelum si kembar kembali menyerukan doa yang tidak-tidak. Tatapan sinis menyergap Zion yang menahan senyum. Pria itu membuka lebar pintu dan mempersilakan mereka masuk.

"Pasti Om Yon sengaja mengulur waktu, 'kan?" tuduh Ezkara memicingkan matanya.

Zion menghela napas, "tidak Mas. Tuan yang menyuruh saya untuk diam."

"Om jangan fitnah Yayah! Ingat Om, fitnah lebih kejam dari pembunuhan!" cetusnya yang sangat tidak sadar diri.

"Wah! Berarti dosa Maskara banyak, dong? 'Kan Maskara sendiri yang fitnah Om Yon," celetuk Ezkyla menatap polos pada sang kakak dan pamannya.

"Pfftt... Hahaha!! Pintar sekali putri Ayah yang satu ini." Tawa ayah dua anak itu memenuhi ruangan ini. Ia mengecup semua bagian wajah Ezkyla yang ikut tertawa karena geli. Ezkara yang merasa iri menghentakkan kakinya di lantai, lalu menghampiri sang ayah.

Bibir anak laki-laki itu melengkung ke bawah. Kedua matanya sudah berembun. Zion yang tak mau terlibat dalam kericuhan si kembar memperebutkan tuannya segera melarikan diri. Ia menuju dapur untuk mengambil air.

"Anak-anak mana?" tanya seorang wanita yang tengah memasak.

"Sama bapaknya. Si Zion kabur karena nggak mau jadi korban kekerasan anak lo, Sye!" jawab seseorang yang tak sengaja melihat rekannya terbirit-birit meninggalkan ruang kerja tuan mereka.

Semua orang tahu, jika si kembar sangatlah bar-bar. Ezkyla yang notabenenya adalah perempuan tak kalah kuat dengan sang kembaran. Diam-diam kedua anak itu diajari bela diri oleh ayah mereka tanpa sepengetahuan Elsye.

"Lo ngapain ke sini, No? Bukannya hari ini lo cuti?" tanya Elsye melirik sekilas ke arah pria yang tinggal di rumah sebelah.

"Anak bini gue lagi jalan-jalan bareng mertua. Gue kelaperan, Sye. Numpang makan di sini nggak masalah, 'kan? Tiap hari lo masak banyak ini," seloroh Zino sembari mendudukkan diri di salah satu kursi ruang makan.

Zion menggelengkan kepala. Merasa tak habis pikir pada Zino yang sama sekali tak segan pada istri tuan mereka. "Nyonya Elsye, saya berjaga di depan dulu."

"Nggak usah jaga. Ajak yang lain masuk. Sebentar lagi gue selesai. Lo sama Zino bantu siapin piring, sendok, dan gelas. Terus panggil suami sama anak-anak gue," titahnya dibalas anggukan oleh Zion dan Zino.

Zion bergegas memanggil semua rekan kerja, sedangkan Zino menyiapkan tambahan peralatan makan. Kemudian meletakkannya di karpet ruang tengah. Seperti biasanya mereka akan lesehan di lantai. Meja dan kursi di ruang makan sangat jarang digunakan. Karena selama ini, Elsye bertanggungjawab memberi anak buah suaminya makan. Tuan dan nyonya mereka tak membedakan kasta. Bagi keduanya, mereka sudah dianggap sebagai keluarga.

"Om Ino cepat! Jangan lelet!! Cacing-cacing Mas sudah berdemo ini!" pekik Ezkara memandang Zino yang bolak-balik dari dapur ke ruang tengah dengan membawa lauk-pauk.

Si kembar menolak dipanggil dengan sebutan tuan dan nona kecil. Ezkara lebih suka dipanggil dengan sebutan 'mas', sedangkan Ezkyla dipanggil 'adek'.

"Kalo mau cepet, ya, bantuin! Jangan cuma nonton aja, Maskara!" geram Zino yang berani berbicara tidak formal karena sang tuan berada di ruang tamu bersama Zion dan yang lain.

EISHAYANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang