29. Malas Ke Sekolah

178 20 0
                                    

"Biarkan Eca tinggal di sana. Kita tidak perlu mengusiknya. Awasi Eca dari kejauhan," cetus Erland pada kelima putranya.

"Baik Dad," sahut Emmanuel seraya menganggukkan kepala.

Mereka diberitahu oleh Naufal bahwa gadis yang dicari selama seharian kemarin, ternyata bersembunyi di rumah minimalis itu. Mungkin, membiarkan Eisha hidup mandiri akan jauh lebih baik. Perubahan sikap mereka yang kembali perhatian pasti sangat mengganggu ketenangan hidup seorang Eisha. Karena gadis tersebut telah membiasakan diri dengan pengabaian mereka semua.

"Dad, ada orang yang terus mengintai Eca," ucap Edzard menunjukkan beberapa foto yang dikirimkan oleh orang suruhannya. 

Rahang Erland mengeras. Sorot matanya berubah tajam. Ia mengalihkan pandangan dari layar ponsel milik tuan muda pertama Evander. "Pergilah ke sana, Bang. Pastikan adikmu baik-baik saja."

"Baik, Dad," sahut Edzard bangkit dari duduknya, kemudian berpamitan.

"Nuel ikut, Bang!" teriak Emmanuel berlari menyusul kakak sulungnya.

Sementara sosok yang tengah dikhawatirkan tampak menikmati masakan yang disuguhkan oleh sang kakak ipar. Semua bahan makanan didapatkan Eisha dari salah satu bawahan Ersyand yang ditugaskan untuk mengawasi dari kejauhan. Eisha menduga jika Nicko mendapat tugas khusus hingga tak bisa menemaninya.

"Aku heran padamu, Ca. Dari mana asal uang-uang yang kau miliki. Bukankah, daddy Erland dan yang lain jarang memberimu uang." Ekanaya menatap serius ke arah gadis yang sibuk menyantap beberapa menu makanan yang dibuat dengan susah payah.

Selama menjalani kehidupan rumah tangga, Ekanaya sangat jarang memasak. Ia dan suaminya lebih suka makan di luar atau di kediaman keluarga Evander. Elan tak pernah menuntut apa pun, tetapi setelah kejahatannya terbongkar, lelaki itu berubah seratus delapan puluh derajat. Tak ada lagi Elan yang penyayang. Tuan muda keempat Evander seolah menunjukkan sisi lain dari dirinya.

"Aku memiliki banyak tabungan dan jangan lupakan paman Ersyand yang selalu mengirimkan aku uang!" seru Eisha dengan senyum sumringah.

Sejenak, Ekanaya tertegun. Senyum yang sudah lama tak terlihat, kini kembali ditunjukkan oleh nona muda Evander secara tak sengaja. Entah mengapa, hatinya menghangat. Selama menjadi kakak ipar Eisha, ia tak pernah mengobrol santai seperti ini. Selalu saja ada perseteruan di antara mereka. Eisha yang keras kepada dan dirinya yang tak mau mengalah membuat mereka sulit sekali akur setiap kali bertemu. Namun, sekarang berbeda. Mereka tak lagi menjadi lawan, melainkan kawan.

"Kau tak tahu paman Ersyand, ya? Kasihan sekali," ledeknya membuat Ekanaya mendengkus sebal.

Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar. Keduanya saling berpandangan, kemudian bersembunyi di kolong meja. Sampai saat ini, rumah yang mereka tempati masih tak menggunakan cahaya lampu guna mengecoh keluarga Evander. Namun, mereka gagal karena Naufal telah mengetahui tempat persembunyian keduanya.

"Apa kita bakal ketahuan?" bisik Ekanaya tampak begitu khawatir.

"Tidak." Eisha menggelengkan kepalanya kuat, lalu menatap lamat sang kakak ipar. "Percaya padaku, mereka tidak akan berani masuk."

"Ta—"

"ECA! BUKA PINTUNYA!! ABANG TAHU, KAU ADA DI DALAM!!!" Teriakan tuan muda pertama Evander mulai merasa kesal. Ia dan adik bungsu laki-lakinya sudah sejak tadi mengetuk pintu, tetapi tak ada sahutan dari dalam. Mereka yakin jika Eisha masih berada di dalam sana.

Emmanuel menghela napas panjang. Ia menjatuhkan dirinya di lantai dan bersandar pada pintu. Hari ini, ia terpaksa mengambil hari libur seperti ketiga kakaknya yang lain demi menemukan dan membawa nona muda Evander kembali ke kediaman. Namun, seperti yang diketahui, sikap keras kepala dari seorang Eisha sangat menguji kesabaran mereka.

EISHAYANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang