32. Pergi

149 17 5
                                    

"Kemarin kau diantar pulang oleh siapa, Ca?" tanya Ekanaya sambil melirik adik iparnya yang sejak pagi enggan beranjak dari tempat tidur. Ia memegangi perutnya yang keroncongan. Rasa lapar mulai dirasakannya lagi. Memakan roti dan makanan ringan tak bisa membuatnya merasa kenyang. Jika bukan karena elpiji yang habis, ia pasti sudah membuat sesuatu untuk cacing-cacing di perutnya. Elpiji di rumah ini telah habis dan adik iparnya itu tak kunjung membeli.

"Noland," sahut Eisha dengan mata yang masih terpejam.

"Noland Ferdinand Sinaga?" Mendapat anggukan kepala dari sang nona membuat senyuman miring terbit di wajah Ekanaya. Wanita itu segera mendekatkan bibir ke telinga Eisha. "Kau tahu, temanmu itu adalah anak haram tuanku."

Sontak, kedua mata nona muda Evander terbuka lebar-lebar. Ia langsung mengubah posisinya menjadi duduk hingga tak sengaja tangannya mengenai wajah Ekanaya. Mengabaikan ringisan yang keluar dari mulut kakak iparnya, Eisha pun berlari keluar kamar. Menemui sosok yang sejak pagi sudah berjaga di depan pintu rumah ini.

"Nick!" teriaknya menghentikan langkah Nicko yang baru saja membuka pintu utama. "Carikan informasi lengkap Noland Ferdinand Sinaga!! Secepatnya!!"

Alasan Eisha memerintahkan Nicko karena dirinya malas mengulik informasi yang selalu diberi setengah-setengah. Selama masih ada Nicko, lelaki itu selalu bisa diandalkan. Sekarang ia hanya perlu mengisi perutnya yang mulai lapar. Nicko telah membelikan makan siang serta elpiji untuk mereka masak nanti.

Seorang pria berlari kecil menghampiri sang nona. Ia memberikan sebuah berkas kepada Noland setelah mendapat anggukan kepala dari nona muda Evander. Nicko terkekeh saat nonanya merentangkan kedua tangan. Ia tak berani memeluk gadis tersebut. Oleh karena itu, ia hanya tersenyum tipis dan mempersilakan nona muda Evander untuk berjalan lebih dulu.

"Kau menyebalkan, Nick!" Tatapan sinis tertuju pada Nicko yang menghela napas kasar. Ia tak berani melewati batas seperti biasanya. Jika tidak, nyawanya lah yang terancam.

"Nona mobilnya ada di sana," ujar Nicko sedikit berteriak.

Sementara itu, Eisha semakin mempercepat langkah. Ia merajuk. Hari ini, Nicko begitu menyebalkan. Biasanya, pria itu selalu peka terhadap sesuatu yang diinginkannya. Namun, sekarang sudah tidak lagi. Eisha yakin, paman Ersyand yang menyuruh Nicko untuk menjaga jarak dengannya.

"Awas saja, aku akan buat perhitungan," gumam Eisha.

Melihat nona muda Evander berbelok menuju minimarket, Nicko pun bergegas menyusul. Perasaan tak enak mulai menyelimuti. Ia yakin, gadis tersebut akan melakukan suatu hal yang mengancam ketenangan hidupnya.

"NONA! TUNGGU!!" teriak Nicko berhasil menghentikan langkah sang nona.

Eisha melipat kedua tangan di depan dada. Ia menatap sinis Nicko yang berdiri di hadapannya. "Jangan ikut aku masuk. Kau tunggu di sini!"

Hampir setengah jam, Nicko menunggu. Akhirnya, nona muda Evander pun selesai berbelanja. Ia memicingkan mata saat gadis itu menolak bantuannya. Kresek hitam yang dijinjing Eisha menjadi penghalang bagi dirinya yang ingin tahu isi barang belanjaan gadis tersebut.

"Nona, saya sudah menyetok persediaan makanan di rumah. Nona jangan memakan makanan tidak sehat seperti ini," tuturnya menatap penuh permohonan ke arah gadis yang mengedikkan bahu tak acuh.

Eisha meremukkan mie instan dalam kemasan, lalu menaburkan bumbu dan mengocoknya. "Apa? Jangan memelototi aku seperti itu!"

Nicko menghela napas gusar saat nona muda Evander mulai memakan mie tersebut. Ia merasa sedikit lelah. Mencari informasi tentang Noland Ferdinand Sinaga cukup menguras otak dan tenaganya. Tanpa sadar dirinya mulai memejamkan mata dan tertidur. Eisha yang melihat pun ikut menyandarkan kepada di bahu Nicko dan menyusulnya ke alam mimpi. Sementara supir yang menyaksikan hanya bisa geleng-geleng kepala.

EISHAYANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang