28. Bersembunyi

237 22 0
                                    

Ekanaya kehilangan kedua orangtua saat dirinya berada di bangku perkuliahan. Kedua orangtuanya menjadi korban tabrak lari. Dari informasi yang didapati, pelakunya adalah tuan Evander. Pria yang kini berstatus sebagai ayah mertuanya.

Rasa ketertarikan pada Elan terpaksa diubahnya menjadi rasa kebencian dan dendam. Ditambah dengan fakta yang begitu mencengangkan. Kakak kedua dari kekasihnya ternyata penyebab gadis yang telah dianggap sebagai kakak perempuannya mengakhiri hidup. Tuan Zygmunt telah memberinya kesadaran bahwa ia harus menuntut kematian kedua orangtua di saat hukum dibungkam oleh uang dan kuasa. Tuan Zygmunt selalu berdiri di belakangnya dengan memberi ucapan yang terus memacu rasa dendam kepada keluarga Evander.

Ekanaya selalu merasa puas melihat adik iparnya terabaikan. Ia tahu, selain dirinya ada pihak lain yang menginginkan hal tersebut. Ia telah mengabulkan permintaan tuan Zygmunt yang ingin membuat Eisha tak menjadi kesayangan keluarga ini. Gadis itu tidak boleh merasa bahagia. Sebab sosok yang menjadi pion utamanya dalam balas dendam telah pergi entah kemana. Keberadaan istri dari tuan muda kedua Evander tak terdeteksi. Fakta tentang kematian Ezra pun masih samar hingga membuatnya melimpahkan rasa dendam kepada gadis yang tak berdosa itu.

"Pihak lain mana yang kau maksud?!" tanya Eisha sedikit meninggikan suara. Ia telah mendengar penjelasan tentang latar belakang dendam sang kakak ipar.

Ekanaya mengedikkan bahunya tak acuh. "Aku tidak tahu. Tuan Zygmunt tak pernah menyinggungnya."

"Sialan! Dasar tua bangka satu itu!" gerutu Eisha seraya mengusap wajahnya kasar. "Mengapa kau berpikir bahwa daddy Erland yang menabrak kedua orangtuamu?!"

Senyuman miring terbit di wajah Ekanaya, membuat nona muda Evander merasa geram. "Aku tak menyangka bisa mendengarmu memanggil ayah mertuaku dengan sebutan daddy."

"Jangan bertele-tele!!" bentak Eisha yang sudah tak bisa membendung emosinya.

"Aku tak sebodoh itu, Eisha. Aku mendapatkan bukti yang tertuju pada tuan Evander sebagai pelaku. Tuan Zygmunt sendiri yang menyelidiki insiden kecelakaan orangtuaku. Ah, mengingat itu semua membuatku merasa berhutang budi pada tetangga terdekatku itu." Raut wajah yang begitu tenang, tetapi tidak dengan sorot matanya. Ekanaya begitu pandai memainkan mimik wajah. Namun, sorot matanya tak bisa berbohong. Rasa dendam, kebencian, bersalah, menyesal, dan putus asa terpancar jelas di kedua matanya.

Memang tidak mudah menghilangkan perasaan cintanya kepada Elan yang sudah tumbuh sejak berada di bangku sekolah dasar. Dendam yang membuatnya terpaksa melenyapkan rasa cinta dan kasih sayang kepada pria yang dicinta serta keluarganya.

"Tak mungkin itu daddy Erland. Kau pasti dibohongi!! A-Apa mungkin paman Ersyand?" Kening Ekanaya berkerut. Ia tak mengenal orang yang disebut oleh Eisha. Karena Ersyand telah memutuskan hubungan seusai kecelakaan yang menimpa tuan muda kedua Evander. Pria itu hanya akan menemui sang keponakan saat berkunjung ke tanah air.

"Kau tetap di sini, aku akan pergi sebentar. Ingat, tetap bersembunyi jika kau tak ingin tertangkap," peringat Eisha yang kemudian beranjak dari rumah ini. Meninggalkan Ekanaya yang langsung merebahkan tubuh di sofa.

***

"Kak Ez," panggil Eisha dengan suara bergetar. Ia segera berhambur memeluk tubuh sang kakak kedua dari arah belakang.

Ezra melepas tangan sang adik perempuan yang melingkar di pinggangnya, lalu memutar tubuh menghadap gadis yang sudah berlinang air mata. Sepasang kakak-beradik itu saling berpelukan. Melepas rindu yang sudah tak terbendung lagi. Eisha tak menyangka, jika keyakinan hatinya terbukti benar. Tuan muda kedua Evander masih hidup dan kini berada tepat di pelukannya.

"Jangan pergi. Eca tidak mau sendiri lagi. Mereka sudah tidak menyayangi Eca," pinta Eisha berharap jika Ezra akan ikut membawanya pergi dari sini dan memulai kehidupan baru tanpa anggota keluarga mereka yang lain. 

EISHAYANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang