20. Tiga Goresan

214 20 8
                                    

Bugh!

Bogeman mentah mendarat di wajah pemuda yang tengah bermain basket bersama teman-temannya. Mereka terkejut akan aksi nona muda Evander yang melakukan kekerasan terhadap pemuda yang menaruh rasa padanya. Persetan. Gadis tersebut tak peduli. Andai jika Nando tidak menaruh sebungkus rokok di dalam tasnya, ia tak akan terfitnah dan mendapat tamparan keras dari tuan Evander.

Masih belum puas, Eisha menendang perut pemuda yang sedikit terhuyung itu. Nando terduduk di lapangan basket. Ia meringis merasakan rasa sakit yang menjalar di perutnya. Hingga tak menyadari jika gadis tersebut sudah berada di depannya.

"Apa aku berbuat salah?" tanya nona muda Evander menodongkan pisau lipat ke arah Nando yang mengerut bingung.

Dua orang pemuda melangkah mendekat, tetapi terhenti saat Eisha yang menekan pisau ke leher Nando. "Pergi dari sini. Jika tidak, aku akan melukai kapten basket kesayangan kalian ini!" Ancaman yang terlontar dari mulutnya, membuat orang-orang beranjak dari lapangan basket. Beberapa dari mereka mengawasi dari kejauhan dan sisanya melapor kepada guru. Mereka tak mau gegabah mengingat nona muda Evander adalah gadis yang nekat.

"Bagaimana ini, No?" Pemuda bernama Nigel itu bergerak gelisah di balik dinding. Ia terus mencuri pandang ke arah lapangan. Di mana Nando dan Eisha berada.

Dari lantai atas, para siswa-siswi ikut menonton ketegangan yang terjadi di bawah sana. Suara bel berbunyi diindahkan begitu saja. Seolah perseteruan antara kapten basket dan nona muda Evander jauh lebih menarik. Mereka yang berada dekat dengan lapangan basket, perlahan berkerumun. Suasana semakin mencekam saat benda tajam nan mengkilat itu menggores pipi kiri Nando. Bukan hanya satu goresan, melainkan tiga goresan.

"ECA!!" teriak seseorang sambil menerobos kerumunan. Ia merebut benda tersebut dari tangan Eisha yang bergeming di tempat. Pandangannya terpaku pada sudut bibir Eisha yang terluka dan ruam merah di pipi gadis itu. "Ikut aku ke UKS."

"Untuk apa?" tanya Eisha melepas paksa genggaman tangan Narendra.

"Lukamu harus diobati," ujarnya lembut. Berharap nona muda Evander akan menurut.

"Luka yang mana?" Eisha terkekeh. Ia kembali merebut benda miliknya dari tangan Narendra, lalu beranjak meninggalkan semua orang. Tak peduli dengan cacian dan makian yang dilayangkan padanya karena telah membawa benda tajam dan melukai most wanted sekolah ini.

Narendra membeku di tempat. Ia menatap nanar kepergian sang sahabat. Selama ini, Eisha tak pernah bersikap dingin padanya. Namun sekarang, gadis itu bersikap seolah mereka adalah orang asing.

"Seharusnya sejak dulu kau dan kakak-kakakmu setuju dengan keputusan Daddy. Anak itu semakin liar. Kau tahu Nuel, dia membawa rokok ke sekolah. Entah, kenakalan apa lagi yang akan dilakukannya. Daddy merasa muak memiliki putri yang tak berguna sepertinya!" ucap tuan Evander pada putra kelimanya.

Eisha tersenyum miris. Ia tak sengaja mendengar perdebatan antara ayah dan anak itu. Rasanya, hatinya begitu terluka saat sang daddy mengatakan dirinya tak berguna. Memang benar. Ia tak berguna hidup di dunia ini. Akan tetapi, tak bisakah pria paruh baya itu tak memperjelasnya?

"Apa yang Daddy katakan? Perkataan Daddy tidak hanya menyakiti perasaan Eca, tetapi Nuel juga, Dad!" pekik Nuel merasa kecewa.

"Daddy mengatakan yang sebenarnya. Daddy meragukan jika dia adalah bagian dari keluarga Evander. Kau tahu, keturunan Evander mewarisi kecerdasan otak dari opa kalian. Namun Eisha? Dia bodoh. Dia tidak pernah membanggakan kedua orangtuanya dengan prestasi yang didapat. Bahkan, nilai pelajaran sekolahnya pun selalu menurun. Daddy bersyukur tidak menyekolahkannya di sekolah elite. Jika tidak, Daddy akan semakin malu memiliki putri yang tak berguna seperti dia."

EISHAYANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang