12. Ingatannya Kembali

245 25 0
                                    

"Bagaimana?" tanya seorang pria pada kaki tangannya yang datang untuk melapor.

"Nona menjambak rambut dan membenturkan kepala gadis yang menyinggung tuan muda kedua Evander, Tuan," jelas Zion tertunduk sopan.

Pria itu terkekeh. Sedikit merasa takjub akan tindakan nona muda Evander. "lanjutkan."

"Ada dua saksi mata yang memberi kesaksian palsu, karena di sekolah mereka tidak ada kamera cctv membuat nona tersudut, Tuan. Nyonya Evander pun ikut turut menyalahkan. Beliau kelepasan menampar pipi kanan Nona," sambungnya membuat sang tuan menggeram.

"Lalu di mana Eisha sekarang?" tanya pria tersebut.

"Nona ada di rumah di rumah lama." Dengan sigap, ia memberikan laptop yang telah terhubung dengan cctv di rumah yang kini ditempati Eisha untuk sementara waktu atau bahkan selamanya.

Seorang remaja perempuan berjalan keluar dari kediaman tanpa di ketahui oleh keluarganya. Ia menatap rembulan yang bersinar terang. Malam ini, keluarga Evander tengah berkumpul bersama sanak-saudara setelah acara resepsi pernikahan tuan muda pertama Evander selesai. Eisha sengaja melewati pintu dapur. Kakinya terus melangkah tak tentu arah. Ia ingin ke rumah kakak keduanya. Karena hanya tempat itu yang bisa membuatnya merasa tenang.

Sayang seribu sayang, nona muda Evander tak menyadari jika ada sosok berbaju hitam yang mengintainya. Ia berdiri di sebuah halte bus, menunggu taksi atau ojek yang akan mengantarnya ke tempat tujuan. Namun, sosok itu bergerak tanpa menimbulkan suara lalu membekap mulut Eisha.

'Tolong aku!' benaknya menatap ke arah pria yang tak sengaja bertatapan dengan dirinya sebelum dimasukkan ke dalam mobil.

Sang penculik bernapas lega saat korbannya sudah tak sadarkan diri. Mereka menuju sebuah gedung tua yang terbengkalai, jauh dari hiruk-pikuk kota. Sesampainya, ia menggendong tubuh Eisha. Sementara kawannya yang mengendarai mobil tadi, menyapu pandangan ke sekitar sebelum menyusul masuk.

Pria paruh baya yang ternyata seorang supir taksi berhasil membuntuti para penculik itu. Ia mengambil ponsel dari saku baju. Namun, tak ada sinyal di sini. Terlalu kalut memikirkan korban penculikan, ia pun segera turun dan mengendap-endap masuk ke dalam gedung. Hatinya terenyuh melihat seorang anak perempuan seusia dengan putranya dalam kondisi terikat. Kedua tangan Eisha diikat ke atas dengan dua kaki yang dirantai. Dua langkah lagi, ia akan menggapai Eisha. Namun, seseorang lebih dulu memukul bagian belakang kepalanya.

"Berani-beraninya, kau ikut campur dalam urusan kami?!" teriak pria yang menutupi sebagian wajah dengan kain hitam.

Tiba-tiba, lima rekan pria tersebut muncul dan memukuli sang penyelamat Eisha secara membabi-buta hingga tak sadarkan diri. Sesuai instruksi sang bos, mereka mengikat pria paruh baya itu berhadapan dengan nona muda Evander.

Teriakan kesakitan yang memasuki indra pendengaran membuatnya membuka mata perlahan. Ia mengerjapkan mata guna menyesuaikan cahaya yang masuk ke indra penglihatan. Ia terkesiap melihat kondisi seorang pria yang begitu mengenaskan. Darah segar mengalir deras dari setiap luka yang dibuat oleh mereka. Air mata kepedihan melolos begitu saja.

"Berhenti!! Jangan sakiti Paman itu!!!" teriak Eisha tak tega membiarkan pria paruh baya yang mengingatkannya kepada sang daddy disiksa dengan keji.

"Ah, kau sudah sadar rupanya," ucap salah satu dari empat pria. Ia berjalan mendekati Eisha yang gemetar ketakutan. "Hei, jangan takut. Kami tidak akan menyakitimu. Kami hanya akan bermain-main."

Eisha menggeleng pelan saat pria itu mengangkat sebuah pecut ke udara dan mencambuk punggungnya. Tiga cambukan didapati Eisha yang sudah tak kuasa menahan sakit. Air mata mengalir deras dari pelupuk matanya. Ia menatap nanar wajah pria yang berusaha melepaskan diri dari belenggu rantai untuk menyelamatkan dirinya.

EISHAYANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang