25. Ketidakberuntungan

232 20 0
                                    

Keanehan dirasakan gadis yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia yakin, semalam dirinya masih berada di rumah sakit. Lalu, mengapa saat ini ia berada di kamarnya di kediaman keluarga Evander?

Tak mau ambil pusing, Eisha pun memilih untuk melanjutkan tidur. Namun, niatnya terurung kala mendengar suara pintu kamar yang dibuka oleh seseorang. Ia menatap datar sosok wanita yang tersenyum hangat padanya.

"Eishayang, ayo bangun. Kita sarapan bersama, yuk!" ajak Eleana sembari mendudukkan diri di samping sang putri.

"Tidak. Terima kasih."

Penolakan yang diberikan oleh Eisha, tak membuat rasa semangatnya memudar begitu saja. Eleana bertekad ingin memperbaiki hubungan antara ibu dan anak. Ia dan keluarganya telah sepakat untuk berjuang bersama-sama setelah terbongkarnya kebusukan orang-orang terdekat.

"Eca tidak ikut turun, Mom?" tanya Elan yang melihat sang mommy datang ke ruang makan seorang diri.

Eleana menggeleng pelan. Tangannya terulur meraih piring dan menyiapkan makanan untuk sang putri. "Sepertinya Eca masih mengantuk. Mommy bawakan sarapan ke kamarnya saja."

Elan menoleh ke arah istrinya. Tanpa sadar, ia menggenggam erat tangan Ekanaya. Ringisan yang keluar dari mulut wanita itu tak digubris oleh Elan yang mengingat kembali kejadian kemarin malam. Kejadian yang membuat keluarganya sepakat untuk kembali seperti sedia kala.

"Bisa kau jelaskan, mengapa adikku bisa sampai pingsan di kamar mandi, istriku?"

Tatapan tajam menyergap Ekanaya yang sudah ketakutan setengah mati. Ia tak menyangka, jika pria yang selama ini selalu menunjukkan kasih sayangnya, kini terlihat begitu murka. Sosok nona muda Evander akan selalu menjadi prioritas sang suami, meski terkadang tuan muda keempat Evander membelanya saat mereka berseteru.

"Kau terlalu ceroboh dalam melakukan misi dari tuanmu, Sayang!" bisik Elan seraya membelai lembut pipi kanan istrinya.

Saat ini mereka berada di sebuah ruangan yang minim akan pencahayaan. Ekanaya diseret oleh suaminya untuk diintrogasi. Kelalaiannya dalam menjaga nona muda Evander telah membawa petaka. Keluarga Evander telah mencurigainya sebagai pengkhianat. Tak ada lagi tatapan penuh kasih dan ucapan lembut dari mereka semua. Keluarga Evander seolah menganggapnya tidak ada dan enggan bersitatap dengan dirinya. Ekanaya harap, ini bukanlah akhir dari hidupnya.

"Kau pikir, aku tidak tahu jika kau yang telah memasang kamera cctv dan penyadap suara di rumah ini?"

Tubuh Ekanaya menegang. Kedua netranya tak lepas memandang pria yang terkekeh itu. Ia tahu bahwa yang dilakukannya adalah kesalahan besar. Namun, ia juga tak berdaya. Tuannya jauh lebih berjasa daripada pria yang berstatus sebagai suaminya.

Lamunan Ekanaya membuyar saat seseorang mencengkeram rahangnya. Ia mencoba melepaskan cengkeraman tersebut, tetapi tenaganya kalah besar. Perbuatan Elan sungguh menyakiti dirinya.

"Mengapa kau tega melakukan hal itu, Aya!! Apa salahku dan keluargaku?!!" bentak Elan dengan napas memburu. Ia melepas cengkeramannya, kemudian melempar sebuah strip obat tepat mengenai wajah Ekanaya.

"DAN APA MAKSUDMU MENGONSUMSI OBAT PENCEGAH KEHAMILAN INI, HAH?!!"

Ekanaya tertawa kecil seraya bangkit duduknya, kemudian memungut strip obat tersebut. Ia berjalan mendekati sang suami dan berdiri tepat di hadapannya. "Sudah jelas, aku tidak ingin hamil anakmu, Elan. Karena aku tidak pernah mencintai pria yang tidak mencintaiku!!"

"Tidak pernah? Lalu, tujuanmu yang selalu mendekatiku sejak sekolah dasar itu apa?! Karenamu, aku tidak bisa memiliki Elmira!!!" teriak Elan meluapkan isi hatinya yang selama ini terpendam. Pria itu tak peduli jika perkataannya amat menyakiti hati wanita yang berbohong mengenai perasaannya sendiri.

EISHAYANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang