Seorang wanita mengunjungi salah satu makam di pemakaman umum ini. Ia berjongkok di samping makam tersebut, lalu mengelus batu nisan. Senyum di wajahnya terpatri kala mengingat pertemuan pertama mereka. Pertemuan yang memiliki kesan tidak baik.
"Aku datang sendiri. Nanti kami akan datang kemari setelah keluargamu. Maaf aku tak membawa bunga. Aku tak ingin membuat keluargamu curiga," ujarnya, kemudian mengirimkan doa.
Setelah selesai, ia beranjak menuju mobil hitam yang terparkir di luar pemakaman umum. Ia terkekeh melihat dua malaikat kecilnya yang merajuk. Bibir mereka maju beberapa centi. Seorang pria yang menjadi supir mereka tak kuasa menahan rasa gemas. Jika tatapan tajam tak menyergap, pria itu pasti sudah mencubit pipi gembul keduanya.
"Bubun kenapa lama sekali? Kami capek menunggu dari tadi," gerutu anak perempuan seraya melipat kedua tangan di depan dada.
"Benar itu! Kami sudah tidak sabar menjemput yayah pulang," timpal seorang anak laki-laki membenarkan gerutuan sang kembaran.
Wanita itu terkekeh. Ia mengangkat tubuh sang anak perempuan, kemudian mendudukkan di sisi kirinya. Ia duduk di antara dua anak kembar berbeda gender itu. Sikap dan sifat mereka yang ditunjukkan kepada keluarga sangat bertolakbelakang jika di hadapan orang asing. Ia selalu dibuat geleng-geleng saat putra-putrinya bersikap dingin dan memasang wajah datar saat berada di tempat umum. Senyum dan rengekan mereka hanya bisa disaksikan oleh keluarga dan orang-orang terdekat. Mereka baru tiba di ibu kota saat minggu lalu dan hari ini adalah hari kepulangan sang kepala keluarga dari perjalanan bisnis ke luar negeri.
"Oke-oke. Tapi kalian tidak lupa 'kan, kalau hanya Bubun yang boleh jemput yayah? Kalian tunggu Di rumah om Dodo dulu tidak apa-apa, 'kan?" paparnya yang diangguki oleh si kembar.
Setibanya di rumah sederhana bercat biru, anak-anak bergegas keluar mobil. Mereka menggedor-gedor pintu membuat si empu rumah merasa sangat terganggu. Sementara para tetangga yang tak sengaja melihat, terus mencuri pandang ke arah keduanya.
"Mas, Adek, jangan keras-keras," tegur sang mama.
Pintu terbuka menampilkan pemuda berseragam putih abu-abu. Si kembar mengulum senyum dan berhambur memeluk tubuh pemuda tersebut. Di usianya yang menginjak tujuh belas tahun, pemuda itu sudah memiliki dua keponakan yang sangat menggemaskan. Segala tingkah laku mereka mampu membuat orang disekitarnya tertawa.
"Kakak langsung jemput saja. Anak-anak aman di sini. Kak Nana lagi mandi," ujar pemuda tersebut yang sudah mengetahui alasan dititipkannya anak-anak.
"Oke. Terima kasih." Tatapan wanita bersurai hitam teralih pada si kembar yang sedang memakan biskuit gandum. Camilan kesukaan mereka yang selalu tersedia. "Kara, Kyla, Bubun pergi dulu, ya! Kalian baik-baik di sini. Jangan nakal. Jangan merepotkan kak Nana dengan ulah kalian."
Si kembar mengangguk bersamaan, "siap Bubun!"
"Nyonya Elsye!" panggil supir pada sang nyonya yang baru saja keluar rumah.
Elsye, wanita yang sejak empat tahun lalu berstatus sebagai seorang ibu. Melahirkan anak kembar bernama Ezkara dan Ezkyla. Ezkara memiliki wajah yang mirip dengan ayahnya, sedangkan Ezkyla adalah duplikat sang bunda.
"Ada apa?" tanya Elsye mengerutkan kening bingung.
"Kita harus segera ke stasiun. Tuan sebentar lagi tiba," jawabnya membuat sang nyonya langsung masuk ke dalam mobil.
Dalam perjalanan, jantung Elsye berdegup kencang. Ia takut keduluan oleh pria tersebut. Untungnya, sang supir mengambil jalan pintas hingga mereka pun lebih dulu sampai.
"Kopernya cepat dikeluarkan!" titah Elsye pada supir yang sigap menurunkan koper dari bagasi. "langsung pulang saja. Semuanya sudah diatur, bukan?"
"Sudah Nyonya."
KAMU SEDANG MEMBACA
EISHAYANG
Teen FictionKasih sayang dan cinta tak lagi melimpah ruah. Eisha tidak lebih dari seorang anak bungsu yang tak seberuntung bungsu lainnya. Hanya ada sosok kakak laki-laki kelima yang selalu berada di sisi Eisha. Lelaki yang tiba-tiba muncul di sekolah SMA Pelit...