"Hiks... Bagaimana ini, Dekilah? Yayah tidak bangun-bangun." Ezkara mengusap jejak air mata untuk kesekian kalinya. Ia dan sang kembaran berhasil ditemukan oleh Eidlan dan Elan. Mereka juga diperlakukan sama seperti sang ayah. Dibius dengan kain yang membekap mulut keduanya.
Ezkyla memutar bola matanya malas. Anak perempuan itu lebih memilih menjelajahi kamar yang ditempati mereka saat ini. Ia memiringkan kepala saat netranya menangkap bingkai foto lima bersaudara yang saling merangkul. Ia menduga jika foto tersebut diambil saat pria yang berada di sisi kanan kedua—yang diyakini sebagai ayahnya masih anak-anak. Ezkyla mendengkus menyadari kemiripan wajah Ezkara dan ayah tercinta.
"Mas, sebenarnya mereka orang jahat atau bukan? Kok bisa foto bareng sama Yayah?" tanya Ezkyla membuat kembarannya mendekat.
"Sebentar," ucap Ezkara menilik lebih jauh foto tersebut. Ia memegangi dagunya sambil mondar-mandir dengan tatapan yang mengarah pada foto masa kecil lima tuan muda Evander. "Apa Yayah punya kembaran? Atau jangan-jangan, mereka adalah keluarga Yayah yang pernah diceritakan oleh Bubun? Tapi kok, mukanya seram-seram, ya, Dekilah? Apalagi opa-opa yang mukanya mirip Yayah."
"Tidak sadar diri, jika wajah Maskara sendiri juga seram," cibir Ezkyla dengan suara pelan.
"Eugh..."
Lenguhan seseorang membuat kakak-beradik itu menoleh ke belakang. Mata mereka berbinar melihat sang ayah telah bangun. Ezkyla berhambur memeluk Ezra. Ezkara yang kalah cepat dengan kembarannya, memajukan bibir beberapa centi seraya melipat kedua tangan di depan dada.
"Yayah, kita diculik, hiks...," isak Ezkyla berderai air mata.
Jika di depan Ezra, Ezkyla berubah menjadi gadis lemah dan manja. Sangat berbanding terbalik saat tak berhadapan dengan pria yang tengah memejamkan matanya sesaat—menahan rasa pusing yang masih mendera.
"Yayah!! Mas lapar!!!" teriak Ezkara yang geram akan tingkah kembarannya.
Ia tak bisa memeluk ayah mereka sebab Ezkyla duduk di pangkuan Ezra dan tak membiarkan dirinya mendekat. Ezra yang sibuk dengan pikirannya belum tersadar jika Ezkara berada sedikit jauh dari ranjang yang ditempati. Ezkyla tertawa kecil melihat ayah mereka yang tak meladeni sang kembaran.
"Yayah, Adek juga lapar," keluhnya membuat Ezra tersadar.
"Sabar, ya? Nanti kita makan. Sekarang, lanjut tidur saja, ya? Yayah masih mengantuk." Elusan lembut di kepala anak perempuan yang diam-diam tersenyum mengejek, membuat Ezkara naik pitam. Putra Ezra dan Elsye itu naik ke atas kasur dengan kasar, lalu menarik tangan kembarannya. "Mas, lepaskan. Kasihan Adek kesakitan."
"Kesakitan apanya?! Mas tidak kencang-kencang menarik tangan Dekilah. Dekilahnya saja yang ratu drama!" gerundel Ezkara seraya duduk di samping sang ayah. Ia melipat kedua tangan di depan dada dengan memalingkan wajah ke arah lain. Yang menandakan bahwa dirinya merajuk.
"Tidak kencang-kencang? Lihat, tangan Adek merah!" Ezkyla memperlihatkan tangannya yang kemerahan. Anak perempuan itu semakin menjadi. Memanas-manasi kembarannya yang juga ingin bermanja dengan ayah mereka.
Ezra menghela napas panjang. Perseteruan seperti ini sudah sering terjadi. Akan tetapi, ia sering terbawa arus permainan Ezkyla. Putrinya yang sangat suka mengerjai putranya. Terkadang, ia berpikir jika anak sulungnya adalah Ezkyla. Bukan Ezkara.
"Sudah. Mas sini deketan," lerai Ezra seraya mendudukkan Ezkyla di samping kanannya.
Kini, ayah dua anak itu berada di tengah-tengah antara putra dan putrinya. Mereka memutuskan untuk kembali tidur. Tanpa harus dijelaskan, si kembar tersadar jika mereka berada di rumah orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
EISHAYANG
Teen FictionKasih sayang dan cinta tak lagi melimpah ruah. Eisha tidak lebih dari seorang anak bungsu yang tak seberuntung bungsu lainnya. Hanya ada sosok kakak laki-laki kelima yang selalu berada di sisi Eisha. Lelaki yang tiba-tiba muncul di sekolah SMA Pelit...