22. Lelah

217 23 2
                                    

Kondisi nona muda Evander kritis. Peluru yang ditembakkan oleh Eron mengandung racun yang cukup mematikan dan langka. Nicko terus berusaha menghubungi sang tuan yang tak kunjung menerima panggilan teleponnya. Ia juga sudah mengirimkan pesan kepada Nicki. Berharap tuan Ersyand memiliki penawar dari racun tersebut. Sementara itu, keluarga Evander begitu kacau. Mereka duduk terdiam dengan pikiran yang melayang-layang entah kemana. Kejadian tadi, terjadi begitu cepat. Elan yang berhasil diselamatkan merasa sangat bersalah kepada adiknya dan keluarganya.

"Mom, Dad, maafkan Elan," ujar Elan bersimpuh di kaki kedua orangtua yang terduduk di bangku tunggu rumah sakit.

Eleana mengusap lelehan air mata sang putra. Ia mencoba tegar di tengah situasi yang menyedihkan ini. Di dalam ruang operasi, putri semata wayangnya tengah berjuang melawan maut. Mereka tak boleh lemah. Mereka harus mendoakannya agar selamat. Mereka belum bisa menebus dan menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Sudah cukup, Eisha hidup dalam ketidaktahuan selama lima tahun ini.

"Bukan salah Elan. Sudah pilihan Eca sendiri untuk menyelamatkan kakaknya. Elan harus kuat, ya? Supaya Elan bisa menguatkan Mommy dan Daddy." Elan mengangguk beberapa kali, kemudian mendekap erat tubuh wanita tercintanya.

Emmanuel memalingkan wajah ke arah lain. Kedua tangannya terkepal. Tanpa kata, ia meninggalkan keluarganya. Edzard tahu ke mana lelaki itu akan pergi. Sementara Eidlan mengacak rambutnya frustasi. Sebagai seorang kakak, ia merasa tak berguna. Mengapa harus Eisha yang berjuang? Ia menyesal menuntun para wanita di barisan depan, sedangkan Elan berada di barisan belakang dan tak menyadari jika Eron menargetkannya.

"Bagaimana?" tanya Zia dengan napas tersengal-sengal.

Edzard menarik tangan sang istri dan menuntunnya untuk duduk. Ia menyeka peluh yang membasahi pelipis wanita yang berlari dari parkiran rumah sakit hingga kemari. Wanita itu meninggalkan putranya bersama Elmira dan Ekanaya.

"Pelurunya mengandung racun. Aku terpaksa meminta bantuan dunia bawah karena penawar racun itu begitu langka, Zi," jelas Edzard berbisik.

"Mengapa tidak menghubungi paman Ersyand?" tanya Zia menatap lamat wajah frustasi suaminya.

Edzard menggeleng pelan. "Markas di sana sedang diserang. Paman tidak bisa dihubungi. Jika kita menunggu, akan terlalu lama. Bisa-bisa Eca—"

Zia memejamkan mata sesaat, lalu memeluk tubuh Edzard yang diam-diam terisak. Suaminya itu tak pernah menunjukkan sisi rapuh pada keluarganya sendiri. Hanya kepada Zia seorang.

"Eca gadis yang kuat. Dia akan baik-baik saja," bisiknya mencoba menenangkan sang suami.

Sementara di tempat lain, seorang pria bersusah payah menerobos mansion yang menjadi penyekapan sang istri. Ia telah menumbangkan para penjaga dengan dibantu oleh Zion dan Zino. Kaki tangannya yang lain berjaga-jaga di luar. Menunggu komando dari sang tuan untuk menyerang saat mereka terdesak.

"Tuan, nyonya berada di ruang bawah tanah. Kami akan mengalihkan perhatian penjaga di sana," ucap Zion pelan.

Ezra mengangguk. Ia bergegas menuju ruang bawah tanah mansion ini. Saat salah satu bodyguard yang sedang berkelahi dengan dua pria itu lengah, ia segera menerobos masuk. Rahangnya mengeras melihat wanita tercintanya terantai dalam kondisi tidak sadar. Ada banyak luka sayatan di tubuh Elsye yang membuat amarahnya naik ke permukaan.

"Tunggu pembalasanku," desisnya seraya membebaskan istrinya dari rantai yang membelenggu menggunakan kunci yang diberikan oleh Zion sebelum mereka berpisah.

Situasi mansion yang sepi sebab merayakan kesuksesan malam ini membuat pergerakan mereka semakin mudah. Ezra menggendong tubuh istrinya dan bertemu dengan dua pria yang telah menumbangkan para bodyguard yang tersisa. Mereka bergegas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan mansion di tengah hutan itu.

EISHAYANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang