Seorang pemuda mengikuti sosok gadis yang berjalan kaki menyusuri gang-gang kecil. Ia sangat mengenali gadis tersebut, tetapi dirinya tak berani mendekat atau sekadar menawarkan tumpangan. Raut murung di wajah sang nona membuatnya merasa tak tega. Ia tahu apa yang menimpa nona muda Evander. Sayangnya, ia terlambat mengetahui hal itu hingga sang nona dituduh oleh pemuda yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.
"Berhenti mengikuti aku, Noland! Aku bisa pulang sendiri," tukas Eisha merasa risih.
Noland cengengesan, lalu menghampiri sang nona yang menghentikan langkah. "Sudah sangat sore, Sha. Aku akan mengantarmu pulang."
Setelah berpikir sejenak, Eisha pun menerima tawaran darinya. Sungguh, ia merasa lelah. Hari pertamanya sekolah ini, ia terlupa membawa ponsel dan dompet. Itulah alasan mengapa dirinya betah berada di dalam kelas. Namun, ia masih bersyukur atas kebaikan Naufal yang memberinya sarapan dan makan siang.
Selama perjalanan, senyum di wajah Noland terus mengembang. Sesekali, pemuda itu memandang ke arah spion dan mendapati nona muda Evander memejamkan mata menikmati semilir angin yang menerpa. Tak terasa, mereka pun sampai di rumah peninggalan tuan muda kedua Evander.
"Terima kasih. Aku tak perlu bayar, 'kan?" Eisha menatap wajah murung Noland yang langsung berubah sumringah. Pemuda itu menarik sudut bibirnya membentuk senyuman yang begitu manis.
"Perlu dong!" seru Noland membuat sang nona memicingkan mata. "Kau hanya perlu bayar menggunakan kasih sayang, Eisha Sayang!"
Nona muda Evander berdecak melihat Noland yang meledakkan tawa. Pemuda itu ternyata lebih menyebalkan dari Nando. "Baiklah. Aku hutang dulu, lain kali aku bayar."
"Tidak-tidak. Aku bercanda. Kau tak perlu bayar. Senin aku jemput, ya!" Senyum di wajahnya tak memudar sedikit pun. Membuat Eisha sedikit tertegun. Setiap kali berinteraksi dengannya, Noland selalu tampak berbeda. Tidak seperti yang dikatakan warga sekolah jika Noland adalah pemuda kasar, pemarah, dan selalu meninggikan suara saat berbicara.
"Terserah kau saja. Sudah, sana pulang! Terima kasih sudah mengantarku," ucap Eisha mengusir Noland yang segera menyalakan mesin motor, lalu berpamitan.
Hati pemuda itu sungguh bahagia. Tidak adanya Naufal dan Narendra di sisi sang nona telah memberi peluang besar untuk mendekati gadis tersebut. Ia harap, jarak yang terbentang di antara hubungan Eisha dan Narendra tak kunjung membaik. Sebab, Narendra adalah sosok yang begitu sulit disingkirkan dalam memenangkan hati nona muda Evander. Namun, siapa sangka Narendra justru telah menemukan pelabuhan cintanya dan Noland tidak mengetahui hal itu.
***
Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Sesuai janjinya, Noland sengaja datang di pagi buta demi menjemput sang pujaan hati. Kini, pemuda itu terduduk di kursi teras rumah. Sesekali menatap ke arah pintu yang tertutup rapat. Ia sudah mengirim pesan dan menelepon nona muda Evander, tetapi gadis tersebut tak kunjung memberi respon. Setelah berpikir sejenak, ia pun memutuskan untuk mengetuk pintu.
"Eisha," panggilnya sedikit meninggikan suara.
Sementara di dalam rumah, Ekanaya kesulitan membangunkan gadis yang mengaku tak bisa tidur semalam. Terpaksa, ia meraih segelas air dan memercikkannya ke wajah sang nona. Namun, ia masih tak berhasil juga. Tanpa pikir panjang, Ekanaya pun menumpahkan segelas air di wajahnya.
"Sialan kau Ekanaya!" pekik Eisha membuka matanya lebar-lebar.
Ekanaya melayangkan tatapan nyalang ke arah gadis yang terus menggerutu itu. Keberadaan Ekanaya di sini telah melenyapkan ketentraman yang ada. Melihat adik iparnya melangkah menuju kamar mandi, Ekanaya pun menyusul. Wanita itu melotot mendapati Eisha yang kembali terpejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
EISHAYANG
Teen FictionKasih sayang dan cinta tak lagi melimpah ruah. Eisha tidak lebih dari seorang anak bungsu yang tak seberuntung bungsu lainnya. Hanya ada sosok kakak laki-laki kelima yang selalu berada di sisi Eisha. Lelaki yang tiba-tiba muncul di sekolah SMA Pelit...