(15)

545 23 1
                                    

Berhari hari,berminggu minggu berlalu sekarang jian sudah bisa berjalan tanpa bantuan kursi roda,tangan yang digip juga sudah lumayan membaik.

Jian merasa senang walaupun sekarang ia tidak bisa melihat,namun ia bersukur papa dion tidak sering marah marah,begitupun tato ditubuhnya juga papa dion bersihin,beliau membawa jian ketempat pembuatan tato untuk dibersihkan jadi sekarang tinggal bekasnya saja.

Jian sudah merasa senang diperhatikan oleh sang papa walaupun sebenarnya 'tidak' dan mungkin 'ada maksut lain'? Entahlah!.

Namun tetap saja sang kakak masih sangat membencinya,ia merasa sedih tapi tidak bisa berbuat banyak,ia pun tidak mengerti sebenarnya kenapa ia dibenci.

Jian hendak bertanya namun ia takut,sangat sangat takut.Adakah yang hendak menjelaskan alasannya, kenapa ia bisa dibenci..!?.

***

"Tuhan ji sekalang lagi bingung,adakah ji waktu untuk ketemu buna,ji lindu"gumam jian pelan memainkan tangannya gusar.

Hening melanda jian yang asik melamun tiba tiba

"Eh lo"

Mendengar ada suara jian merusaha mencari dimana suara itu berada,ia meraba raba dimana ia meletakkan  tongkatnya,sekian lama jian menemukan tongkatnya,berdiri dari duduknya jian melangkahkan kakinya ke arah pintu berada
"Siapa disana"

"Lo siapa sion,
kok gw baru liat,?"
Tanya orang tersebut heran yang sepertinya teman sepermainan sang kakak.

"Aku___

"Lo ngapain disini"
Tiba tiba sion datang dan memotong ucapan jian,

"Eh sion,dia siapanya elu"
Tanyanya lagi menunjuk jian,yang kebingungan dengan tatapan kosongnya.

Sion yang ada disana menatap jian tajam dan kembali menatap wajah temannya itu ramah.
"Bukan siapa siapa gw,anaknya bi asih itu"
Jawab sion bodo amat.

"Bi asih,? Bukannya bi asih sudah lo pecat"

"Nggaklah,kalau dipecat terus siapa yang masak,bokap gw? Atau gw? Yakali yang ada tu dapur sudah hilang kali."
Ucap sion cepat

"Oh iya juga ya,yang ada malah kebakar lo kan gak bisa masak.Hahahah"
Tawa orang itu renyah.

"Udahlah yuk cabut malah ngelayap,oh iya lu kedepan duluan panasin tu mobil"ucapnya lagi melempar kunci mobil kearah temannya itu.

"Yodah,"

Setelah melihat temannya yang sudah keluar rumah,sion kembali kekamar jian.

"Kenapa lo enggak kunci pintu hah,
Marah sion membentak jian yang terdiam takut.

Apa lo lupa gw bilang apa kemarin,teman gw mau datang kerumah dan lo harusnya kunci pintu kamar lo bukan malah dibuka lebar kaya gini,kalau dia curiga dan tau kalau lo adik gw gimana..?
Yang ada gw malu,asal lo tau aja gw enggak sudi nganggep lo adek gw,menjij*kan"
Lanjutnya lagi menunjuk wajah polos itu dan mendorong kepala jian dengan telunjuknya kasar.

"m-maaf akak ji lupa"
Jawab jian lirih

"Lupa lupa aja lo"
Lanjutnya jengkel dan melenggak cepat tanpa menghiraukan jian yang gemetar menahan tangis sendirian.

"J-ji minta m-maaf hiks ji salah"
Lirihnya

Jian yang menangis sesegukan menggerakkan tangannya untuk menutup pintu dan kembali duduk keatas kasur,menutup wajahnya pada bantal untuk meredamkan suara tangis lirih jian,takut didengar sampai keluar dan kembali dimarahi sang kaka.

Walupun dirumah hanya ada jian setelah sion keluar rumah untuk main atau mungkin bakalan nginap lagi di apartemen atau rumah temannya.

Papa dion ada kerja diluar kota selama sebulan dan pasti tidak ada di rumah.

Sedangkan bi asih sudah pulang kerumahnya,bi asih pulang pergi dan tidak lagi menginap,itupun karena persyaratan dari papa dion karena bi asih kembali diperbolehkan untuk kerja semata untuk memasak dan membersihkan rumah beserta kebun bila perlu,dan setelah selesai bi asih harus pulang tidak ada alasan untuk berlama lama.

Maka dari itu waktu bersama jian sudah tidak banyak seperti waktu bi asih menginap,namun walaupun begitu bi asih sebisa mungkin ada waktu untuk jian bercerita atau mengeluarkan keluh kesahnya.

Bi asih mau marah pun mana bisa,ia pembantu yang hanya bisa ikutin apa kata tuannya,asalkan ia masih bisa ketemu jian dan memantau jian bi asih sudah senang dan tenang.

"Hiks hiks,b-bi bi ji takut sendili"
Lirihnya memejamkan matanya dan menghapus air mata yang leleh.

"Ji tidul aja,selamat malam"

.
.

.



Chapter : Brothership = Happines -> JianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang