🏠; BAB 04

1.5K 201 24
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***




Arta selalu les, setiap hari full dengan les, di paksa mengikuti kelas online dan kegiatan les lainnya... katanya agar Arta tidak malas dan pintar, agar kelak dia menjadi orang hebat di masa depan. Namun jika seperti ini mentalnya rusak, dipaksa belajar terus menerus tanpa di bolehkan beristirahat.

Nilainya harus mencapai 95 keatas, tidak boleh kurang dari angka 95. Jika kurang maka dapat hukuman.

Satu kata, sangat teramat lelah.

Punggungnya berat karena selalu membawa tas besar penuh dengan buku, di tangannya terdapat tote bag berisi buku yang baru dia pinjam dari perpustakaan. Besok ada ulangan harian, target Arta kali ini nilainya harus sempurna jika tidak maka akan dapat hukuman.

Ayah mengancamnya, jika nilai Arta tidak sempurna maka saudara-saudaranya juga akan terkena hukuman, mendengar itu sontak Arta marah namun dia tahan. Bagaimana bisa ada orang sejahat itu? Ayah benar-benar kejam, ayah adalah sosok terkejam yang pernah dirinya kenal.

Arta keluar dari tempat les dengan lesu, membawa kakinya menuju kursi. Punggungnya lelah, mengambil minum di tas lalu mulai menegaknya perlahan.

Suara klakson motor terdengar nyaring mengangetkan Arta yang sedang minum, dengan kesal dia menatap saudara tertuanya. Bang Juna itu diam-diam jahil... suka sekali mengerjai adik-adiknya.

"Ck, Abang!" Ucapnya kesal.

Juna tertawa pelan, turun dari motor lalu mengambil duduk disamping Arta. "Habis ini ada les lagi, Ta?" Tanyanya.

"Ada...les online sih." Arta meregangkan tubuhnya karena pegal. Punggungnya sedikit rileks saat Juna memijatnya. "Enak. Makasih, Bang Juna." Ucapnya.

"Mau langsung pulang aja apa gimana, Ta?" Juna bertanya, paham akan adiknya yang lelah karena terus-terusan belajar mungkin saja Arta butuh udara segar untuk mendinginkan otaknya.

"Mampir ke alun-alun kota mau? Gaji Abang baru aja cair nih." Juna menepuk dompetnya dengan bangga.

Arta memasang wajah tengil. "Pantes senyum-senyum terus, gajinya baru turun toh." Ledeknya.

Tanpa sepengetahuan Ayah dan Ibu, Juna bekerja paruh waktu di salah satu cafe minimalis dekat kampusnya.

Kenapa bekerja? Bukannya orang tua mereka kaya raya? Betul, hidup mereka benar-benar cukup. Makan malam saja menu nya selalu ayam dan ikan.

Sebenarnya bisa saja minta pada Ayah dan Ibu.

Semua yang mereka mau memang akan dituruti namun harus ada timbal baliknya. Jika ingin sesuatu maka mereka harus menurut, nilai sempurna, rajin, dan siap dimaki-maki.

Mental mereka tidak sekuat itu.

Lebih baik menahan untuk tidak meminta barang-barang mahal dari pada banyak dituntut.

Our House [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang