Hasa berjalan dengan cepat menuju kamar saudara ketiganya, mengetuk pintu beberapa kali lalu membukanya perlahan.
"Kak Gemi di panggil Ayah." Kepala Hasa menyembul dari balik pintu.
Gemilang terdiam sebentar dengan raut wajah pucat sebelum merekahkan senyum tipis. "Iya, Sa. Bilang Ayah kalau Kak Gemi mau beres-beres kamar dulu."
Hasa tidak langsung pergi, dia menatap Gemilang sambil meremat baju dan berucap. "Hasa takut, Kak. Tadi Ayah sempat pukul Hasa dan suruh Kak Gemi cepat-cepat kesana...maaf Kak, Hasa takut bilangnya." Ucapnya kecil.
Gemilang mengangguk mengerti, menaruh kembali sapu di pojok dekat pintu dan mulai berjalan menuju tempat Ayah nya, sebelum pergi tangannya terjulur mengusap punggung si bungsu. "Gapapa, Ayah dimana, Sa?"
"Ayah ada di ruang kerjanya, Kak." Ucapnya sambil menunjuk pintu paling ujung.
Gemilang mulai melangkah ke tempat kerja sang Ayah, saat sudah sampai Gemilang tidak kunjung masuk kedalam, dia bersender di dinding sambil melamun dan meremat kedua tangannya dengan erat.
Saat ini jantungnya benar-benar berdetak tidak beraturan lantaran takut yang sangat teramat.
"Gemilang, Ayah tau kamu ada di luar. Cepat masuk!"
Tubuh Gemilang bergetar kecil sebelum tangan bergetarnya membuka pintu lalu menutupnya perlahan. Mata Gemilang langsung di sambut oleh ruangan yang gelap, terdapat sosok tegap Ayah nya yang sedang duduk di kursi kerja.
Tatapan mereka bertemu, Gemilang sontak langsung mundur kebelakang dengan takut.
Ayah tersenyum kecil. "Sini, Gemi."
Gemilang menggeleng kecil, menunduk semakin dalam karena tidak ingin bertatapan dengan sang Ayah.
Kesabaran Ayah habis saat melihat sikap anak ketiganya. "Kesini sebelum Ayah marah! Ambil kotak yang ada di pojok."
Sambil terisak Gemilang berjalan mendekati sang Ayah, ditangannya terdapat sebuah kotak kecil berwarna abu tua.
"Ayah, Gemi gak mau..." Gelengan kecil terlihat membuat Ayah murka, dengan kasar dia menarik surai hitam anaknya, mencengkram rahang Gemilang dengan keras lalu berucap.
"Mau Kakak kembar kamu Ayah kurung di ruang kosong?!" Cengkraman pada rahang Gemilang semakin kencang membuat Gemilang meringis kesakitan, melihat wajah kesakitan anak ketiganya entah kenapa membuat Ayah senang.
"Turuti ucapan Ayah, Gemilang." Bisiknya.
Gemilang terisak pelan, selalu begini. Selalu para saudaranya yang menjadi ancaman jika dia tidak menuruti ucapan Ayah. Gemilang lelah namun jika dia menolak maka saudaranya akan terkena imbasnya.
Namun.. untuk kali ini Gemilang ingin berontak.
"Gak mau! Minggir, Ayah." Gemilang menangkis tangan Ayah nya, berusaha kabur namun kalah cepat. Kekuatan Ayah dan dirinya benar-benar berbeda. "Ayah, sakit! Lepas!" Secara refleks kotak kecil di tangannya dia lempar sampai mengenai wajah Ayah.
"Benar-benar sudah berani melawan Ayah rupanya!? Siapa yang ajarkan, hah?!" Ayah benar-benar terlihat kesal, wajahnya memerah dengan mata tajam menatap wajah Gemilang.
Kepala Gemilang di pukul beberapa kali, lehernya dicekik membuat napas Gemilang terputus-putus, jika seperti ini terus maka dia bisa pingsan. Dengan sisa tenaga tangan Gemilang memukul-mukul tangan Ayah nya berusaha melepas cekikan sang Ayah.
Namun semua itu sia-sia. Gemilang terbatuk pelan saat cengkraman di lehernya lepas.
"Perlu Ayah buat setengah pingsan dulu, huh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our House [END]
FanfictionLima saudara namun tidak sedarah. Ini kisah Juna, Senja, Gemilang, Arta dan Hasa. Lima anak malang yang tidak pernah tau apa arti kebahagiaan. Kelimanya saling menutupi luka satu sama lain, bergandengan tangan dengan begitu erat tanpa niat melepas...