🏠; BAB 11

1.2K 149 41
                                    

Senja tidak mengerti kenapa sering sekali di hukum, sering tiba-tiba di pukul...padahal Senja jarang sekali berbuat salah.

Apa di mata Ayah dan Ibu dirinya semenyebalkan itu hingga sering sekali di hukum tanpa sebab?

Disaat dia sedang mengerjakan hukuman dari Ibu tiba-tiba Ayah datang dengan wajah kesal, menyeret tubuhnya menuju lantai atas tanpa perasaan. Saat Senja tau jika dirinya di bawa menuju ruang kosong sontak Senja langsung berontak.

Bertanya pada Ayah apa kesalahannya sehingga dimasukan ke ruang kosong, namun Ayah hanya berucap jika dia tidak salah dan hanya ingin menghukum Senja.

Jika tidak salah lalu kenapa dihukum? Senja tidak paham.

Terlampau sering dihukum dan dipukul tanpa sebab membuat Senja ketakutan.

Mata Senja terbuka perlahan, perasaan pertama yang dirasa adalah sakit dan nyeri, punggungnya sakit sekali.

Senja berusaha menyamankan matanya, menatap sekitar dengan kening mengkerut sebelum tersenyum kecil saat melihat saudara-saudaranya berkumpul.

Melihat Gemilang, Arta dan Hasa menangis sontak membuat Senja kesal, kesal kenapa dia begitu lemah. Pandangan Senja mengarah pada Juna, Abangnya tersenyum kecil saat pandangan mereka bertemu.

"Minum teh dulu, Ja." Ucap Juna.

Senja bangkit perlahan, duduk lalu bersender sambil menegak teh hangat buatan Juna. "Makasih, Bang." Suara Senja benar-benar serak hampir hilang. Cambukan Ayah sakit, suara Senja habis karena berteriak.

"Mas.."

Senja menatap kembarannya yang sedang menunduk, seakan paham Senja berucap. "Mas baik, beberapa hari juga udah pulih." Ucapnya.

"Iya! Pokoknya Mas Senja harus sembuh, nanti kita main-main lagi di basecamp! Nanti Hasa bantu bersihkan rumah pohon deh, Hasa janji!" Hasa berucap dengan semangat.

Benar juga, sudah lumayan lama mereka tidak main dan berkumpul di basecamp. Rumah pohon yang terletak di samping danau kecil.

Rumah mereka itu masuk kedalam, melewati banyak pohon rimbun, tidak ada rumah lagi selain rumah mewah mereka. Jadi dengan bebas kelimanya membangun rumah pohon yang jaraknya lumayan dekat dari rumah, lokasinya indah dan bagus. Mereka sering main dan berkumpul disana tanpa sepengetahuan Ayah dan Ibu.

"Mas janji akan sembuh dengan cepat." Senja berucap dengan senyum kecil.

Arta menatap Senja dengan sedih, Arta itu orang yang peka. Dapat dia lihat jika sorot mata Senja benar-benar kesakitan. "Mas, kalau mau nangis ya nangis aja. Gak usah malu sama Bang Juna, Kak Gemi, Arta dan Hasa..." Ucapnya.

Senja tidak menjawab, dia hanya menunduk menatap selimut warna cokelat. Perlahan matanya berembun, butiran air mata turun membasahi selimut, lama kelamaan isak tangis terdengar.

"Mas capek, kenapa Mas selalu salah di mata Ayah dan Ibu...apa karena Mas cacat? Karena Mas tuli?"

Senja selalu menangis, setiap hari dia selalu berpikir kenapa Ayah dan Ibu selalu menghukumnya, apa karena Senja cacat? Karena telinganya tidak berfungsi dengan baik?

Gemilang yang mendengar itu langsung memeluk tubuh Senja, ikut menangis, merasa bersalah. Ini semua karena dirinya, andai malam sabtu kemarin dia datang menuruti ucapan Ayah...pasti saat ini Senja masih baik-baik saja, Mas nya tidak akan dapat luka sebanyak ini.

"Mas, maafin Gemi."

Gemilang berjanji untuk selalu menuruti ucapan Ayah, tidak akan membantah Ayah lagi, Gemilang berjanji pada dirinya sendiri akan menjadi anak baik yang penurut, tidak perduli dengan tubuhnya yang sakit.. nyatanya melihat saudaranya menderita jauh lebih menyakitkan.

Our House [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang