🏠; BAB 10

1.3K 159 49
                                    

Gemilang berkeliling rumah dengan wajah panik, kedua tangan saling meremat lantaran takut. Kakinya tanpa lelah berkeliling rumah megah bak istana ini, kepalanya sibuk melihat ke kanan dan kiri.

"Mas kamu dimana?" Gumamnya.

Senja tidak terlihat batang hidungnya dari pagi hari, tentu saja itu membuat Gemilang khawatir.

Dadanya terasa sesak dari tadi, tidur tidak nyaman, makan pun tidak terasa enak, perasaan khawatir tersemat begitu dalam dihati Gemilang. Ikatan saudara kembar memang tidak main-main.

Berkeliling halaman belakang guna mengecek Senja, Gemilang menatap teras belakang rumah yang sepi, biasanya saat menjelang sore hari Senja selalu duduk disini menikmati udara sambil minum teh hangat dan bolu kukus buatannya.

Kaki Gemilang kembali melangkah menuju kolam ikan, di kolam juga sepi. Gemilang duduk di tepi kolam dengan wajah sendu. Jika di hukum biasanya Senja selalu disuruh membersihkan kolam ikan dan Gemilang akan selalu menemani saudara kembarnya.

Arta dan Hasa mencari keluar rumah, Senja biasanya selalu duduk di base camp mereka, rumah pohon yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah mereka.

Namun sudah hampir setengah jam Arta dan Hasa belum juga kembali.

Gemilang kembali melangkah masuk kedalam dengan wajah lesu. Kakinya berhenti saat berpapasan dengan Ayah, tubuh Gemilang bergetar kecil saat Ayah menyentuh pundaknya, dengan refleks Gemilang mundur beberapa langkah kebelakang.

"Kenapa sibuk sekali?" Tanya Ayah.

Gemilang menatap wajah Ayahnya sebelum berucap. "Mas Senja dari tadi nggak ada. Ayah.. Ayah tau Mas Senja dimana?" Tanyanya.

Melihat wajah Ayahnya yang terkesan masa bodo tentu membuat Gemilang meremat kedua tangan kesal. "Jangan bilang Ayah menghukum Mas Senja? Ayah kan udah janji kalau Gemi nurut Ayah nggak akan menghukum Mas Senja. Ayah bohong!" Gemilang berteriak lantang didepan wajah Ayahnya.

Teriakan Gemilang tentu memancing emosi Ayah, tangan Ayah mencengkram rahang Gemilang membuat anaknya mengaduh sakit. "Dimana sopan santun mu, Gemilang!" Ucapnya.

Gemilang dengan gesit memukul-mukul tangan sang Ayah. Sungguh rahangnya sakit sekali, luka bekas kuku Ibu saja belum sembuh.

"Ayah sakit.."

Ayah melepas cengkeramannya, menatap Gemilang sebentar sebelum menepuk pipi anaknya perlahan. "Kamu menurut? Malam Sabtu kemarin disaat Ayah panggil kenapa tidak datang?!" Kepala Gemilang di usap pelan sebelum surai hampir sebahunya ditarik.

Gemilang menggigit pipi dalamnya saat Ayah berbisik, tubuhnya bergetar takut. Berharap ada seseorang yang datang... Gemilang takut.

Arta..Hasa cepat pulang.

"Kembaran kamu Ayah kurung di ruang kosong." Ucapan Ayah sontak membuat Gemilang melebarkan mata kaget, ruang kosong itu tempat paling buruk untuk hukuman.

Mereka akan di cambuk tanpa ampun lalu di kurung selama 2 atau 3 hari tanpa makan.

Mendengar itu Gemilang menangis terduduk bersender di tembok, kedua tangannya menutup wajah karena merasa menjadi saudara yang buruk.

Ayah ikut berjongkok, menatap Gemilang yang sedang menangis dengan senyum kecil. Tangan ayah terjulur mengusap surai hitam anaknya. "Kamu tau Ayah cambuk Senja berapa kali? Lebih dari sepuluh cambukkan." Bisiknya.

Tangisan Gemilang semakin kencang, tangan Gemilang menarik-narik rambutnya sendiri. "Ayah jahat! Ayah jahat!" Ucapnya.

"Siapa yang jahat? Ayah atau kamu, Gemi?"

Our House [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang