🏠; BAB 20

1.1K 146 34
                                    

Sibuk memotong-motong sayuran sesekali keduanya bercerita.

Senja bercerita dan Arta senantiasa mendengarkan sesekali menganggukkan kepalanya. Setelah mendengar cerita saudaranya Arta buka suara untuk bertanya.

"Jadi Kak Sarah mau di jodohkan?"

"Iya, tadi kita pulang bareng dan saling genggam tangan terus kita mampir ke taman deket situ dan Sarah cerita tentang orang tuanya yang berniat jodohin dia." Senja berucap, tangannya sibuk memotong sayuran oranye, wortel.

Arta menganggukkan kepala, melirik kecil menatap Senja lalu berucap. "Mas sedih nggak?"

Mendengar itu sontak Senja langsung cemberut. "Kalau di bilang sedih ya sedih lah, Ta. Tapi Mas sadar toh kita nggak bisa bersama. Lepasin aja...Mas nggak mungkin rebut dia dari Tuhan nya. Realistis aja, keluarga Sarah itu benar-benar religius." Senja berucap.

"Lagipula orang tua Sarah kaya nggak suka gitu sama Mas."

"Nggak suka gimana?" Arta bertanya.

Senja menghembuskan napas kecil. "Tadi Mas antar Sarah ke rumahnya disana ada Mamanya...Mas sapa tapi wajahnya kaya orang nggak suka."

Terkadang Senja bingung, kenapa banyak orang-orang yang tidak suka dengannya. Apa wajah Senja sejelek itu untuk dilihat?

"Ta, emang wajah Mas jelek banget ya? Kadang Mas bingung loh kenapa Ayah dan Ibu sering banget menghukum Mas, apa karena wajah Mas jelek?"

Mendengar itu membuat gerakan mencuci piring Arta terhenti. "Mas bicara apa sih? Mas itu ganteng, masalah hukuman itu nggak ada hubungannya sama wajah Mas Senja." Arta berucap dengan nada serius.

Dia benar-benar tidak bohong, Senja itu tampan.

"Atau karena Mas cacat ya?"

"Astaga, Mas. Kalau ada Kak Gemi disini nanti dia sedih loh dengar Mas bilang gitu." Arta menggelengkan kepala kecil sebelum mencipratkan air kehadapan Senja. "Mas nggak boleh insecure, Mas itu sempurna, bagi kita Mas Senja itu adalah saudara yang luar biasa."

Mendengar itu membuat Senja tersenyum kecil, kemudian tanpa aba-aba membalas kejahilan Arta dengan mencipratkan air ke wajah Arta membuat yang lebih muda mengerutkan kening kesal.

"Mas, ih!" Ucapnya.

"Haha, maaf-maaf. Makasih ya, Ta udah ngingetin Mas untuk nggak insecure." Senja berucap, pandangannya sibuk menatap panci berisi sayur soup yang sudah hampir matang.

"Sama-sama, Mas. Kalau ada apa-apa datang aja ke aku, Arta siap dengerin curhatan Mas selama 24 jam!"

Senja mengelus punggung Arta. "Itu juga berlaku untuk kamu, Ta. Kalau ada apa-apa datang aja ke Mas, ngelukain diri sendiri itu nggak baik, Ta. Selain sakit itu juga dosa."

Arta terdiam tubuhnya sedikit menegang saat mendengar ucapan Senja, sesekali matanya melirik Senja dengan takut.

Senja menatap Arta dengan senyum kecil namun sorot matanya kecewa. "Jangan pikir Mas nggak tau, Hasa cerita ke Mas soal kamu yang mulai aktif lagi ngelakuin self-harm."

"Maaf.." Arta berucap kecil dengan pandangan menunduk. "Jangan...jangan bilang Bang Juna ya, Mas."

Arta takut, jika Abangnya tau maka Arta akan di marahi habis-habisan atau bisa lebih parah..Juna akan mendiami Arta. Juna itu galak, saat tahu Arta melakukan self-harm saja dia langsung memarahi dan menasehati Arta seharian full.

"Kamu tenang aja, Ta. Mas nggak akan ngadu tapi kamu janji dulu untuk nggak lakuin itu lagi, kamu bisa berbagi cerita sama Mas."

Senja itu orangnya penyabar dan mudah sekali memaafkan, benar-benar saudara idaman!

Our House [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang