🏠; BAB 05

1.5K 186 24
                                    

Senja di kurung oleh Ayah dari kemarin sore sampai menjelang sore lagi. Hampir satu hari.

Di kurung didalam kamar oleh Ayah tiba-tiba, Senja tidak mengerti kenapa sering sekali dihukum secara tiba-tiba.

Awalnya Ibu memanggil dirinya untuk menanyai nilai-nilai sekolah, nilai Senja tidak ada yang di bawah 95 namun entah kenapa tiba-tiba saja dia di hukum membersihkan kolam ikan oleh Ibu.

Senja menjalani hukumannya tanpa protes, karena perutnya lapar Senja berniat masak mie instan namun tiba-tiba Ayah menarik- ralat menyeretnya ke kamar dan menguncinya, Senja bahkan tidak sempat bertanya kesalahannya apa.

Hampir seharian di kurung membuat penyakit maag nya kambuh, Senja meringkuk di dalam selimut sambil memegangi perut. Di kamarnya hanya ada air putih tidak ada stok makanan ringan ataupun roti.

Bersyukur saat sore hari Gemilang mengetuk pintu kamarnya, Senja langsung saja minta tolong.

Sekarang kelima saudara itu sedang berkumpul di kamar Senja, memperhatikan Senja yang sedang memejamkan mata karena terserang demam dadakan.

"Ayah jahat." Hasa berucap kecil, merasa tidak tega melihat salah satu saudaranya jatuh sakit. "Ayah jahat banget ya sampai buat Mas Senja sakit."

Juna menghela napas berat, mulai menatap Adiknya dengan pandangan sendu. "Hasa, kamu gak boleh gitu. Biar gimanapun mereka orang tua kamu sekarang."

Juna tidak membenarkan sikap Ayahnya namun sikap Hasa juga tidak baik, Juna tidak mau Adik-adiknya tidak memiliki sopan santun.

"Tapi yang di bilang Hasa benar, Bang. Ayah jahat...jahat banget, aku gak suka Ayah." Arta berucap.

"Ta, menurut kamu lebih baik Ayah atau Ibu?" Tiba-tiba si bungsu bertanya.

Arta terdiam sebentar sebelum menjawab, sulit memilih kerena keduanya benar-benar buruk dimatanya. "Aku... lebih pilih Ibu."

Menurut Arta, Ibu jarang bermain tangan sedangkan Ayah benar-benar sering. Jika salah sedikit maka siap-siap tamparan mendarat di pipi. Namun ucapan Ibu memang benar-benar pedas dapat menohok hati.

Si bungsu balik menatap Juna. "Kalau Bang Juna pilih siapa?"

Juna tidak ingin menjawab karena pertanyaan ini sulit, namun Hasa menatapnya penuh harap membuat Juna mau tidak mau harus menjawab. "Abang gak bisa milih, mau Ayah dan Ibu... gak ada yang lebih baik, Sa."

Ucapan Juna sulit Hasa pahami jadi dia beralih menatap Gemilang yang sedang sibuk dengan buku pelajaran. "Kalau menurut Kak Gemi?"

Gemilang menutup buku pelajarannya, menatap kembarannya dengan pandangan rumit. "Kakak gak suka keduanya, Hasa. Di rumah ini gak ada yang Kakak suka selain kalian, selebihnya.. mereka iblis."

Ucapan Gemilang sontak membuat mereka terdiam.

Seakan paham Juna mendekat, duduk di samping Gemilang lalu mengusap bahu anak itu, saat bahunya diusap kedua mata Gemilang langsung berembun. "Gemi, Abang tau kamu kesal dan sedih, gapapa nangis aja."

Tanpa perintah dua kali Gemilang menangis, menutup wajahnya menggunakan kedua tangan dengan tubuh bergetar. "Gara-gara aku... karena aku mas Senja jadi sakit." Isaknya kecil.

Juna mengerti kenapa Gemilang bisa sesedih ini, siapa yang tidak sedih saat melihat saudaranya sakit, ikatan batin saudara kembar memang tidak main-main.

Melihat itu Arta dan Hasa hanya mampu menatap dengan pandangan sendu. Arta bahkan melupakan jajanan yang sempat dia beli, Hasa masih memegang harum manis tanpa sedikitpun dia cicipi. Tidak bernafsu.

Semua makanan terasa tidak berharga saat suasana sedang seperti ini, perut mereka lapar namun untuk sekedar makan terasa sulit.

"Sa, hidup kita melelahkan sekali ya." Arta berucap sambil mencolek pundak Hasa.

Our House [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang