"Bagaimana kabar mereka?"
Ayah menatap seseorang di depannya dengan wajah tidak suka, Adiknya, Haris ada disini sudah pulang dari tugas pekerjaan dan itu bukan suatu hal baik. "Tidak usah ikut campur." Ucapnya sarkas.
Helaan napas panjang terdengar, Haris menatap saudaranya dengan pandangan sendu. "Belum lama saya lihat Juna ingin berangkat menuju universitas, badan anak itu kurus...apa kau tidak mengurus mereka dengan baik, Kak?" Tanyanya.
"Jika tidak bisa mengurus mereka maka serahkan saja hak asuh mereka padaku."
"Sudah dibilang jangan ikut campur masalah keluarga saya! Kau ini tidak mengerti bahasa manusia, hah?!" Jika sekarang bukan sedang di restoran Ayah pasti sudah mengamuk hebat.
Gelengan kecil mulai terlihat samar, miris sekali melihat sifat saudaranya. "Kau bahkan menghapus nomer ku di ponsel mereka berlima, takut tersaingi eh?"
Gebrakan meja terdengar begitu nyaring, Ayah bangkit dari duduknya lalu pergi berlalu dari sana dengan wajah merah padam.
Haris menatap punggung Kakaknya dengan perasaan campur aduk. Pikirannya berkelana memikirkan lima orang keponakannya, lima jagoan ciliknya. "Ternyata masih belum berubah juga.."
Melihat sifat saudaranya yang belum berubah membuat Haris ingin cepat-cepat mengecek keponakannya. Haris takut jika keadaan mereka buruk... temperamental Kakaknya itu begitu buruk, salah pukul, salah hukum.
Istrinya pun tidak jauh berbeda, tidak ada yang membela keponakan kecilnya selain Haris.
Haris pergi selama hampir 3 tahun karena tuntutan pekerjaan, dia meninggalkan kelimanya dengan kedua orang tua bejat. Dia juga hilang hubungan karena nomor ponsel kelimanya tidak aktif, ulah Kakaknya.
Sekarang pun kelimanya belum tau jika Haris sudah pulang, membayangkan wajah terkejut mereka membuat Haris tersenyum sendiri.
"Hah... sebelum itu ayo belanja makanan dulu."
Haris hafal betul snack kesukaan mereka, sepertinya dia harus mampir ke toko makanan terdekat dan memborong makanan kesukaan keponakan kecilnya.
🏠🏠🏠
Senja, Arta dan Hasa ketiganya sedang membersihkan rumah pohon yang sudah begitu kotor penuh dengan daun yang jatuh.
Arta sedang sibuk memasukan sampah daun kedalam karung besar sementara Senja sibuk menyapu. Hasa ada di bawah dengan satu buah sapu, ditangannya terdapat selembar kertas hvs dan beberapa pensil warna, Hasa sibuk sekali menggambar dari beberapa hari yang lalu.
"Hasa, sini naik!" Arta berteriak dari atas. "Udah bersih nih." Teriaknya lagi.
Mendengar itu membuat Hasa bersorak kecil, mulai menaiki tangga kayu perlahan-lahan lalu saat sampai di atas Arta langsung mengulurkan tangan.
Senja sedang begitu sibuk mengelap sudut karena lumayan kotor. Kerutan di dahi muncul karena noda sulit hilang.
"Mas, Bang Juna mana kok lama? Ini Kak Gemi juga nggak datang-datang." Hasa buka suara.
"Abang kan kerja part time, pulangnya jam lima sore, Sa." Senja berucap. "Kalau Gemi mungkin masih mandi, dia kalau mandi lama."
Ketiganya mulai duduk dan melakukan kegiatan masing-masing. Hening namun suasana damai, segelintir angin kadang menerpa dan benar-benar enak untuk dinikmati, suasana mulai terasa sejuk karena sudah menjelang malam hari.
Senja mencopot alat pendengarannya, lalu mulai membersihkannya sebelum memakainya kembali.
Ayah dan Ibu bekerja dan kemungkinan nanti malam tidak akan pulang, mereka bisa dengan bebas bermain disini seharian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our House [END]
FanfictionLima saudara namun tidak sedarah. Ini kisah Juna, Senja, Gemilang, Arta dan Hasa. Lima anak malang yang tidak pernah tau apa arti kebahagiaan. Kelimanya saling menutupi luka satu sama lain, bergandengan tangan dengan begitu erat tanpa niat melepas...