11. Dirlan Selalu Ada

225 24 8
                                    

Cuma 6 hari nih, gak lama kan, Guys?

Sebelum lanjut aku mau nanya, please jawab ya ^^

Kalian di sini ada yang udah baca ceritaku "TERLANJUR YOURS!" kah?

Di situ kan aku udah janji kalo mau bikin sequel nya yagesya... dan sekarang ini fokusku lagi kebagi ke sana 😗💆🏻‍♀️

Dan aku juga lagi coba² ikutan lomba² menulis gitu loh Guys, pokoknya lagi pengen waktunya lebih produktif aja deh 😉

Kalo kalian mau bisa main ke IG ku, link nya ada di bio 😙

Oke, sekian, selamat membaca 😘😘

.
.
.

"Sus," panggil Tiara kepada seorang suster. Ia memberikan sebungkus gelang karet dengan tiga warna; kuning, merah, hitam.

"Nanti setiap ada korban datang, pakaikan gelang sesuai keadaan. Gelang kuning untuk korban dengan luka ringan, merah untuk luka serius, dan hitam untuk kondisi darurat. Setiap tenda korban sudah diberi tanda, selesai diidentifikasi segera antarkan korban ke tenda yang sesuai."

"Baik, Dok." jawab suster yang Tiara ajak bicara.

Alam.

Alam berhak menyinarkan kehangatannya melalui sinar mentari. Alam pun berhak mengguyurkan kesejukan dengan rintik hujannya.

Tiada pernah alam sengaja menghancurkan dirinya sendiri dengan sesuatu yang ia sematkan harap kedamaian bagi para manusia. Para manusia di dalamnya saja yang memang tidak tahu berterima kasih.

Diberi kehangatan mentari, dimanfaatkan untuk menggunduli kehijauan hutan. Menyalahkan kebakaran terjadi karena matahari terlampau terik.

Mengeluhkan ternak yang kehilangan ladang pangan. Mengeluhkan asap tebal yang mengganggu pernapasan.

Giliran diberi kesejukan hujan, juga tak pandai menyelaraskan limbahnya sendiri. Sungai dan selokan meluap bukan dalam bentuk air, tapi sampah.

Bendungan kehilangan fungsi karena tekanan terlalu besar. Harta, benda, bahkan nyawa, hanyut bersama deras air yang mengerikan.

Bukit yang menjulang tinggi digorong-gorongi tak pakai aturan, kelihatannya saja indah, namun di bawahnya tiada lagi penyangga.

Akibatnya ketika dihentak sedikit saja, longsor. Menguburkan rumah beserta penghuninya yang tak sempat menyelamatkan diri.

Ngeri. Negeri ini ngeri. Semakin ngeri ketika para pemudanya bukan memikirkan cara mengatasi, tapi malah membandingkan dengan kemakmuran di lain negeri.

Terang-terangan mengakui Tanah Airnya bobrok dan lebih bangga dengan Tanah Air tetangga.

Beberapa pemuda mengajukan pembaharuan, berlomba menciptakan teknologi demi kecintaannya pada negeri, namun para petinggi sama sekali tak menghargai.

Menghempas jauh-jauh harapan dan cita-cita para pemuda calon penggagas kemajuan negara. Yah, monolog ini jadi melebar sampai ke mana-mana.

Mari kita kembali lagi pada kondisi di Desa Sukamaju. Banyak warga kehilangan tempat tinggal. Anak-anak tak bisa ke sekolah untuk belajar. Petani gagal panen. Buruh pabrik cuti tanpa izin. Pekerja kantoran gelisah memikirkan data-data penting.

Tiara, dengan sneli putih kebanggaannya berdiri di antara tenda-tenda darurat tempat pengungsian. Di atasnya, langit gelap memancarkan aura suram.

Dari kejauhan, pria-pria berbaju orange tampak mengangkat kantung jenazah. Di belakangnya ada yang mengangkat tandu. Mata Tiara berbinar. Tandu, itu artinya korban yang ditemukan masih hidup.

Hai, LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang