Halo!
Seneng gak aku update lagi?Happy reading ya, jangan lupa
vote & komen ^^*
*
*Di jalanan setapak panjang yang gelap, Kay berlarian menggendong mamanya di atas punggung. Tidak ada pilihan lain untuk cepat sampai di rumah sakit selain memesan taksi online, meski uangnya meripit.
Sopir taksi membantu menurunkan mama Kay dari mobil. Seorang perawat pria yang kebetulan berada di lobi rumah sakit, tanggap cepat mengambil alih dengan membopong tubuh mama Kay.
Langkah kaki terburu-buru penuh kecemasan menggema di setiap sudut lorong rumah sakit yang sepi.
"Langsung bawa ke UGD," instruksi seorang dokter ketika melihat perawat pria tadi. Beberapa perawat lainnya berlari menyusul, membantu membukakan pintu.
Salah seorang dari mereka menahan Kay yang ingin ikut masuk ke dalam ruang pemeriksaan. "Keluarga pasien mohon tunggu di luar, bisa menunggu sembari menyelesaikan administrasi."
Administrasi?
Kay berdiri menggigit bibir di depan meja penyelesaian administrasi. Gadis itu menatap kosong pada dompet lusuhnya yang kini hanya menyisakan selembar uang 1.000,-
"Sus, sisanya bisa dicicil gak?"
"Boleh, asal pembayaran sudah lima puluh persen, sisanya boleh dicicil dalam tenggat waktu."
Kay manggut-manggut, ia hanya perlu membayar 20% lagi. Tapi itu uang terakhirnya, ia tidak lagi punya uang untuk sekedar membeli roti pengganjal perut.
"Sus, balikin uangnya, dia karyawan bagian dapur di sini. Nanti bayarnya dipotong gaji dia aja."
Kay seketika berbalik mendengar seseorang sedang menyuarakan bantuan untuknya.
"Tapi, Dokter Dirlan- "
"Dia kerabat Dokter Ken."
"O- oh," perempuan yang berdiri di balik meja administrasi itu mengangguk segan. Ia mengembalikan beberapa lembar uang merah kepada Kay.
Kay mengangguk berterima kasih pada staff administrasi itu. Menyimpan baik-baik uang terakhirnya ke dalam dompet.
Lutut Kay lemas, namun ia bisa bernapas lebih lega. "Thanks, Dir."
Dirlan menggeleng pelan, "gue gak lagi nolong lo."
"Omongan lo tadi yang nolong gue, thanks." Kay berjalan menuju kursi tunggu. Gadis itu merasa sudah tidak kuat berdiri lebih lama.
Dirlan mengikuti dari belakang, duduk di sebelah Kay dengan memberi sekat satu kursi. Tangannya mengulurkan botol air mineral yang sudah ia buka.
Kay tanpa pikir panjang menerima botol itu, namun tangannya gemetar. Dirlan sigap membantu memegangi sebelum terjatuh dan tumpah.
"Minum, gue pegangin."
Mata Kay yang berkaca-kaca menatap Dirlan ragu. Hal itu membuat Dirlan semakin memundurkan duduknya, memberi jarak lebih jauh berharap Kay merasa aman.
"Minum."
Perlahan, Kay meminum air dari botol yang Dirlan pegangkan untuknya. "Thanks."
Kay memejamkan mata, punggungnya ia sandarkan di sandaran kursi. Bayang-bayang mamanya kesulitan bernapas membuat Kay kembali diserang panik.
Mamanya adalah satu-satunya keluarga yang ia punya. Mamanya adalah segalanya di dunia. Apa yang bisa Kay lakukan bila sesuatu tak terduga terjadi pada mama?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Luka
Teen FictionKay sudah pernah bodoh dalam mencintai Ken. Mengejar, berkorban, banjir air mata, dikecewakan, dihempaskan harapan, dinomorduakan ... semua sudah Kay rasakan. Kay lelah, lalu Tuhan mengistirahatkannya dengan sebuah kecelakaan yang membuatnya terbari...