31. Selamat Tinggal

386 29 13
                                    

Aku sudah dengar kabar tentangmu. Silakan bersedih, Kay, menangis pun boleh. Sekarang bagaimana rencanamu, itu hakmu.

Aku ingin bertanya, masihkah ada keinginanmu untuk menyusul Ibumu di Eropa? Jika 'ya', besok pagi datanglah ke bandara.

Kupesankan tiket kelas bisnis untukmu. Akan kusembunyikan identitasmu. Hiduplah dengan damai bersama Ibumu di sana.

Ini saran dariku, juga sebagai bentuk ketulusan atas kerja sama kita. Bayar biayanya dengan karya-karya mengagumkanmu di masa mendatang.

Tentu saja, ini bukan paksaan. Semua kembali padamu. Kabari aku apa pun keputusanmu. Jangan lupa, kita adalah mitra merangkap saudara.

Mikayla mengunci pintu kontrakan rapat-rapat. Dengan hoodie, topi, kacamata serta masker serba hitam, gadis itu menggendong ransel di punggungnya yang semakin rapuh.

Pesan suara dari Flavio adalah keputusannya. Setelah tiba di Bandung meninggalkan kekacauan di Bali, hari ini juga Mikayla bertekad pergi.

Media masa sedang gencar-gencarnya menayangkan kisah pengantin baru dramatis seorang pengusaha muda kaya raya.

Berbagai judul artikel kontroversial muncul di panel-panel notifikasi. Contohnya; Terpesona Kecantikan, Pengusaha Pambudi Mangkualam Tertipu Muslihat Janda Berkedok Perawan.

Kata-kata seperti; Pengantin Baru, Bali, Pengusaha Nikah, Ditipu Janda dan sejenisnya menjadi kata kunci yang paling banyak dicari.

Komentar netizen membentuk forum sendiri. Layaknya sidang putusan, asumsi-asumsi liar ketikan jempol mereka adalah pernyataan mutlak tanpa bantahan!

Salah satu tema dari pembahasan itu berbicara tentang Princess Lotus, penulis yang baru saja digaet oleh pemilik brand fashion ternama dalam pengembangan bisnis industri hiburannya.

Kata mereka, Princess Lotus korban dilema cinta segitiga antara pengusaha, janda berkedok perawan dan dokter tampan. Keji, memang.

Sudahlah yang terlibat publick figure, ceritanya menarik pula. Tentu saja para pencari berita menjadikannya sasaran empuk untuk menaikkan rating acara. Hotline.

Dibumbui terlampau sedap agar baunya merangsek kemana-mana. Tercium oleh para kaula muda sampai lansia.

Entah dapat kabar dari mana dan dari siapa, para wartawan sudah berkumpul di bandara. Kay memajukan tudung jaketnya, berusaha biasa saja walau gemetar hebat tubuhnya.

Situasi seperti ini tentu baru pertama Kay rasakan. Dikelilingi para wartawan yang siap memberondonginya dengan seribu pertanyaan menyudutkan. Belum lagi kamera yang menyorot tajam.

Telapak tangan Kay dingin dan berkeringat. Langkah kakinya semakin lama semakin lunglai takut ada yang menyadari keberadaannya.

Kay menundukkan kepala, kedua tangannya mencengkeram tali ransel kuat-kuat. Pikirannya yang tak fokus itu membuatnya hampir menabrak punggung tegap seorang juru kamera.

Untung saja, sosok lain yang sama-sama memakai hoodie hitam segera menariknya. Merangkul pundaknya dan dengan cepat membawanya pergi dari tempat berbahaya.

Kay menyadari ia sudah tiba di ruang private yang Flavio pesankan untuknya selama menunggu pesawat landing. Seseorang yang menariknya tadi, membuka topi dan masker.

"Dirlan?"

Kedua mata Kay melotot, terkejut. Suara panggilannya nyaring nyaris tercekat.

Dirlan meletakkan jari telunjuk di depan bibir, "Sst, jangan keras-keras, Kay."

Hai, LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang