Halo, long time no see ^^
Masih adakah yang menunggu kelanjutan kisah ini? Maaf ya, hari ini Kay kembali menyapa kalian.
Selamat membaca :)
*
*
*Crying Fairy
Boleh mencinta, tapi jangan memaksa. Setelah semua rasa tanpa balas dan sakit hati tak berkesudahan, harusnya Sapphire paham, bukan Phillip yang ditakdirkan untuknya.
Mengapa memaksa sebuah rasa jika rasa itu sendiri pun bisa sirna pada akhirnya? Bukankah bunga tetap akan mekar bahkan jika bukan kumbang yang disuka yang menghinggapinya?
Di akhir kisah, negeri peri Miracle Land berbahagia. Bagai permen kapas, awan-awan merah muda bergerombol di bawah istana.
Mentari menyinarkan sinarnya yang paling hangat. Hujan bekerja sama dengan angin, mengubah rintiknya menjadi hawa sejuk.
Pepohonan mengokohkan rantingnya menyambut sekawanan burung hinggap. Bunga-bunga mekar cantik, secantik musim semi.
Alat musik dimainkan, mengalunkan suasana romansa. Panggung berdiri megah dengan hiasan paling indah yang pernah ada sejak 5.000 tahun terakhir.
Lantas ada apakah gerangan? Hari penyatuan cinta dua anak peri paling berkuasa, Phillip dan Willow.
Tidak ada yang tidak bahagia, semua peri kebagian makanan enak dan gratis. Menari bersama di bawah guyuran serbuk berlian.
Ya, tidak ada yang tidak bahagia. Kecuali Shappire. Di bawah pohon rindang tertua di zona Flora Fairy, seorang peri tanaman tanpa sayap duduk bertapa.
Air matanya sudah kering, menyisakan bekas tak sedap pandang memenuhi wajahnya. Shappire memutuskan mencabut inti perinya.
Tanpa ada yang tahu, tubuhnya perlahan menghilang. Berubah menjadi serpihan cahaya yang kemudian terbang tinggi tak tergapai lagi.
Mervo datang tergopoh-gopoh. Terlambat. Sudah terlambat. Tidak ada lagi Shappire di negeri ini. Peri yang dibutakan akan cinta itu memilih menghilang. Untuk selamanya.
Namun, demi cinta yang masih selalu ada dalam hatinya, Mervo tidak keberatan menggunakan sisa kekuatannya -yang tak lagi hebat karena telah terkuras saat menyelamatkan Shappire dulu- untuk memanggil satu serpihan terakhir yang tersisa dari Shappire.
Konon katanya, jika berhasil menemukan satu serpihan terakhir dari peri yang mengakhiri hidupnya sendiri, maka serpihan tersebut akan berubah menjadi sesuatu yang paling berarti selama sang peri hidup.
Satu serpihan terakhir Shappire berhasil Mervo tangkap. Di telapak tangannya, serpihan itu menari-nari di udara, lalu terbang menuju hilir sungai.
Mervo terus mengikuti ke arah mana serpihan itu pergi. Di hilir sungai inilah tempat Shappire biasa menumpahkan air mata kecewanya.
Air mata itu sudah bercampur dengan sekian liter air yang tak terhitung jumlahnya. Namun, jejak itu masih tetap ada.
Serpihan terakhir Shappire menenggelamkan diri ke sungai. Mervo kelimpungan berusaha menyelamatkan. Belum sempat tangannya menggapai, sungai menyemburkan airnya ke udara.
Air itu bagai air mancur. Terus bergerak ke atas, lalu kembali tumpah ke sungai. Di bawahnya terbentuk kubangan dengan pusaran air.
Seorang peri penjaga sungai menjelaskan bahwa inilah sesuatu paling berharga yang Shappire punya. Air mata. Air mata yang dihabiskannya untuk menyesali rasa, menyayat jiwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Luka
Teen FictionKay sudah pernah bodoh dalam mencintai Ken. Mengejar, berkorban, banjir air mata, dikecewakan, dihempaskan harapan, dinomorduakan ... semua sudah Kay rasakan. Kay lelah, lalu Tuhan mengistirahatkannya dengan sebuah kecelakaan yang membuatnya terbari...