8. Dia Dan Keaslian

110K 9.2K 274
                                    

Genap seminggu Lana tinggal di istana itu sebagai istri dari seseorang, selama itu dia telah mencoba banyak hal untuk membiasakan diri termasuk memasak sendiri karena makanan istana cenderung hambar padahal Lana sudah memberikan resep tetapi kepala pelayan bilang semua urusan dapur dipegang oleh Ibu Suri sehingga mau tak mau mereka harus memenuhi ketentuan wanita tersebut.

"Yang Mulia, seseorang ingin bertemu dengan anda." Seorang pelayan membungkuk lalu menginformasikan hal tersebut kepada Lana di waktu santainya.

Mungkin sekitar jam sepuluh pagi, saat burung-burung masih berkicau nyaring disertai angin sepoi sejuk. Lana baru selesai berpakaian dan duduk di kamar untuk menikmati sarapan saat pelayan itu datang.

"Aku akan menemuinya." Lana bangkit dari kasur, terpaksa meninggalkan sarapan lezat buatannya dan pergi mendatangi ruang tamu kerajaan.

Ada seseorang disana. Dari penampilannya Lana menebak sepertinya dia adalah seseorang yang biasa diminta untuk mengantarkan pesan antar daerah.

"Ibu anda jatuh sakit."

"Ibuku?" tanya Lana memastikan sebab tak pernah diceritakan tentang latar belakang keluarganya secara jelas dalam novel.

"Benar Yang Mulia, ibu anda memohon supaya anda menemuinya." Pria itu kembali memberitahu kalau sakit yang diderita ibu Lana semakin parah akhir-akhir ini.

Lana rasa itu sebabnya tak ada satupun anggota keluarga dari kerajaannya yang hadir di hari pernikahan. Semua sibuk mengurus ibu yang sedang sakit parah.

"Beliau akan senang hati jika anda bersedja berkunjung. Hanya itu pesan yang saya bawa." Ucapnya mengakhiri lalu membungkuk hormat sebelum pergi.

Kebetulan sekali Lana sedang mencari-cari kesempatan untuk cuci mata, menenangkan diri sejenak, dan menjauh dari Yohan.

Pria itu baik tapi Lana harus hati-hati sampai hari perceraian tiba. Lana tidak boleh gegabah dan menambah derita pada dirinya. Kalau bisa Lana harap perceraian tersebut datang lebih awal daripada Yohan menunda-nunda karena merasa kasihan.

Maka dari itu dengan modal nekat Lana menemui Yohan yang tengah berada di ruang kerja bersama tumpukan kertas-kertas warna cokelat kekuningan diatas mejanya dan meminta izin supaya dibiarkan mengunjungi sang ibu walau sesungguhnya Lana yang ini tak tahu tentang keluarganya sendiri.

"Tidak ada seorangpun yang diizinkan pergi termasuk kau. Kembalilah lain kali." Ujar Yohan setelah menatap Lana sebentar.

"Ibuku sakit--"

"Hanya sakit, kan?" pria itu seolah menegaskan ucapan Lana. "Bukan mati. Kau bisa temui lain kali."

"Aku ingin menemui ibuku, Yang Mulia." Ucap Lana menekankan keinginannya.

Yohan menghela nafas. "Bukankah kau sudah menghafal tata cara kehidupan dan budaya di istana ini?" tanyanya pada gadis itu dengan nada jengkel. "Pengantin baru dari Kaisar dilarang pergi keluar istana sebelum usia pernikahan tiga bulan."

"Kubilang ibuku sakit." Lana masih pada pendirian tetap serta egonya, pun tatapannya berani melawan Yohan. "Aku harus pergi menemuinya."

"Hah..." hela nafas kasar terdengar dari bibir Yohan. "Kau yakin?"

Lana mengangguk. "Ibu ingin bertemu denganku, sakitnya bertambah parah."

Mendengar hal itu Yohan menghentikan segala aktivitasnya, meletakkan pena besinya diatas meja lalu menghela nafas kasar.

"Sekali lagi kutanya padamu, Kau yakin atas keputusanmu Permaisuri?"

Entah mengapa Lana merasakan firasat buruk tak lama setelah Yohan mengatakan kalimat tersebut seakan Lana sedang diperingatkan untuk mengubah keputusannya tetapi Lana tidak mau beprasangka buruk terlebih dahulu dan lanjut mengiyakan.

Lana's LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang