27. A Man With Red Hair

89.2K 7.7K 1.3K
                                    

"Anda tahu kan maksud saya?" Alan cekikikan. "Saya bercanda." Ujarnya ketika wajah Lana terlihat berubah menjadi tegang.

"Aku tidak melaporkanmu tapi bukan berarti kau bisa seenaknya terhadapku." Ujar Lana ketus.

Alan masih memasang wajah jenaka itu dan menanggapi ucapan Lana. "Kalau anda melapor memang akan ada yang percaya?"

"Tentu tidak." Lana tak menyangkal. "Mereka lebih syok jika tahu kau orangnya, orang sinting yang mencoba melakukan pelecehan."

"Saya sudah minta maaf." Kekeh Alan kemudian mengulurkan sesuatu pada Lana, sebuah jeruk. "Ini dari kebun. Kebun istana, bukan kebun saya."

Alis Lana terangkat satu. "Aku tidak mau." Tolaknya sehingga Alan menarik kembali jeruk tadi lalu memakannya sendiri.

"Omong-omong saya datang untuk menyetorkan pajak dari warga, saya telah melakukan keinginan anda jadi seharusnya anda melakukan keinginan saya juga."

"Itu bukan keinginan tapi kewajiban." Lana meralat ucapan Alan yang kurang pas atau malah lebih cocok disebut opini pribadi pria itu. "Itu tugasmu untuk menyetorkan pajak yang dibayar oleh masyarakat pada Istana."

Alan mengangguk-angguk. "Istana berhutang banyak pada mendiang ayahku dulu itu sebabnya aku sangat dipercayai atas pajak wilayah ini."

Lana mendengkus. "Melakukan korupsi, penjarahan, dan--"

"Ssstt... ssttt!" Alan berdesis seraya meletakkan telunjuknya di bibir, "itu aku yang lama sekarang aku sudah terlahir kembali berkat anda."

"Oh ya?" Lana menanggapi tak serius, ia bahkan membalas. "Maka seharusnya aku datang ke acara pemakaman dan pembakaran jasadmu, oh astaga... mengapa kau tidak mengundangku?" ucapnya dengan ekspresi sumringah yang mendadak berubah jadi datar.

Membuat Alan cekikikan lagi. "Anda punya selera humor yang cukup bagus."

Lana mendesis tipis. "Dasar!"

Alan berdehem lalu bertanya. "Seperti apa tipe pria idaman anda? Ah, saya tahu yang pastinya tidak seperti suami anda."

"Saya benar?"

Perlintasan topik yang tiba-tiba membuat Lana mendengkus jengkel dan berharap pria berambut merah dihadapannya ini menghilang saja walau Lana akui ketampananya setara dengan Yohan tapi tidak sampai melebihi pria itu.

"Sebenarnya siapa villain dalam novel ini?" daripada mendengar ocehan Alan yang memperkirakan tipe pria idamannya, Lana justru memikirkan alur novel Hestia yang dibacanya.

"Calix?" kening Lana berkerut, "tapi dia tidak memberi serangan besar dan langsung tewas di hari yang sama." Batinnya mengingat narasi dimana Yohan membunuh Calix, pria itu lebih marah ketika tahu ada lelaki lain yang menyimpan perasaan pada gadisnya.

Tanpa sadar Lana mulai memijat pelipisnya, Alan masih mengoceh dan membuat suasana jadi bertambah panas.

"Yang Mulia, apakah dia tinggi? lebih tinggi dari saya? Atau---"

"Yang tidak berambut merah." Lana memotong perkataan Alan, "itu tipe idealku." Ucapnya tak mau ambil pusing.

Seketika bibir Alan memanyun, ekspresi kecewa ketara jelas diwajahnya tapi dia masih berusaha untuk menghampiri Lana yang akan pergi namun lagi-lagi di perusak suasana datang dan menghadang.

"Tolong jaga sikap kepada Permaisuri." Calix datang dan langsung mengambil tempat dibelakang Lana, menghadang Alan yang ingin mendekat.

"Kau lagi, kau lagi. CK!" Alan mendelik kesal sembari menarik ujung rambutnya yang menjuntai panjang sampai ke lengan.

Lana's LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang