23. The Sane One Gives Up

89.6K 7K 267
                                    


"Maafkan aku." Lana berdiri pagi-pagi sekali di depan pintu kamar Yohan, mungkin bisa dibilang walau tak ada harapan banyak tapi setidaknya hanya pria itu yang bisa benar-benar memberinya perlindungan sekarang atau bisa dibilang hanya Yohan yang tidak berniat menghilangkannya secara diam-diam.

"Kau masih berani menunjukkan gigi dihadapanku?" balasan tak ramah di dapat Lana dari pria itu.

"Aku tidak mungkin kabur dan melarikan diri, kan?" Lana tersenyum mulai memilih untuk berperan sabar dalam situasi ini dan membawa Yohan perlahan ke pihaknya.

"Kau salah minum obat?" Yohan berkata sinis. "Menjauhlah dariku." Desisnya seraya menghindari Lana dengan mengambil langkah ke kiri tapi gadis itu sengaja mengambil langkah ke arah yang sama.

"Bagaimana jika aku tidak mau?" Lana tersenyum, Yohan nampak mengerutkan dahi bingung terlebih ketika gadis itu mengambil tangannya. "Jangan khawatir meski semalam kau sangat menakutkan aku telah memutuskan akan bersamamu selamanya."

"Permaisuri," Yohan menempatkan telunjuknya tepat di dahi Lana, di bagian tengah lalu berkata. "Kau sakit?"

Lana tersenyum sampai kedua matanya membentuk bulat sabit. "Aku ingin merawat suamiku, apa itu sebuah keanehan?" katanya bertanya membuat Yohan merasa agak panas dibagian belakang telinga.

"Atas sikapku yang sebelumnya; yang sempat memintamu bersama perempuan lain atau semacamnya... tolong lupakan itu, aku minta maaf karena sempat meremehkanmu." Lana kembali berkata membuat Yohan merasa agak tidak nyaman karena sebelumnya dia tidak pernah disambar dengan banyak kalimat semacam ini oleh Lana bahkan istrinya itu terbilang penyendiri.

Apa mungkin semalam kepala gadis itu terbentur sesuatu sehingga menyebabkan sikapnya jadi berubah begini?

"Pepatah bilang api dilawan api maka akan tercipta kebakaran hebat, cobalah menyiraminya dengan air sedikit demi sedikit." Ucap Lana dalam hati sesuai dengan yang dilakukannya saat ini yaitu melunak duluan untuk Yohan walau rasa agak aneh dan terbilang tiba-tiba tetapi Lana sudah bertekad untuk memperbaiki takdir semua orang terutama pria sinting di depannya.

Yohan tidak tahu bagaimana cara menanggapi Lana, ini terlalu tiba-tiba dan lumayan menganggu tapi Yohan akui ia tidak seberapa membencinya.

"Belum sarapan, kan?"

Lana mengulurkan satu tangannya masih dengan senyum manis diwajah. "Sebelum bekerja ada baiknya kita makan bersama terlebih dahulu."

"Aku tidak punya waktu."

"Aku tahu." Balas Lana, berbalik sebentar dan mengambil alih nampan berisi berbagai jenis makanan yang diambilnya dari ruang makan. "Karena itu sudah kubawakan."

Yohan melirik sekilas tanpa ada hawa tertarik sedikitpun terhadap makanan yang Lana bawa. Dan daripada berdebat dengan gadis itu Yohan memilih berjalan melewatinya menuju ruang kerja pribadinya.

"Kau pergilah." Pinta Lana pada pelayan yang tadi sempat memegangi nampannya lalu ia menyusul langkah Yohan yang sudah jauh di depan karena terbilang cepat.

"Baik Yang Mulia, saya permisi." Pelayan tadi membungkuk sebelum pergi.

Lana bergegas. Yohan sudah masuk ke dalam ruang kerja pribadinya dan pria itu tidak suka diganggu tetapi Lana memaksa dan tak ada satupun prajurit maupun penjaga di istana ini yang bisa melarang seorang Permaisuri masuk ke ruangan Kaisar.

"Sarapan terlebih dahulu." Lana berdiri di depan meja kerjanya bersama nampan dan senyum yang sama, membuat Yohan yang baru akan memeriksa gulungan berisi data keuangan berdecak.

"Bawa itu pergi dari sini." Katanya memerintah sambil menggesturkan gerakan mengusir menggunakan dagu supaya Lana pergi tapi Lana sama sekali tidak berkutik dan tetap berdiri disitu.

Lana's LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang