20. Damn!

90.5K 7.6K 677
                                    

Baik Lana maupun Yohan sama-sama tidak berani menghadapi hewan kecil berwarna cokelat yang dapat mendadak terbang ke sana kemari seolah sengaja menjadikan dirinya momok menakutkan pemicu trauma mengerikan.

Alhasil tak ada satupun dari keduanya yang berani menyingkirkan serangga menggemaskan itu sampai Hestia yang kebetulan datang untuk membawakan teh serta camilan diminta untuk membuangkan kecoa tersebut.

"Jangan khawatir saya sudah membuangnya." Ucap Hestia dengan mudah mencomot dua kecoa yang berkeliaran di lantai menggunakan tangan kosong tanpa merasa takut atau jijik sedikitpun lalu membuang serangga kecil itu keluar balkon.

"Ini musim panas jadi wajar jika mereka terbang dan masuk melalui balkon di siang hari." Hestia kembali berkata, "saya memiliki ramuan dari beberapa tanaman herbal yang ampuh mencegah kecoa masuk. Mau saya buatkan?" sebenarnya dia hanya basa-basi dan tidak berharap Lana atau Yohan merespon.

"Tolong buatkan." Lana yang bicara, dia masih belum sadar saat ini sedang berpelukan dengan seseorang yang telah membuatnya menangis beberapa saat lalu.

Hestia mendecakkan lidah di dalam mulutnya, mengekspresikan betapa tidak sukanya ia melihat pemandangan seperti itu di depan mata namun ekspresinya tetap menunjukkan keramahan.

"Baiklah. Saya akan segera membuatkannya dan membawakannya untuk anda, Yang Mulia." Sungguh ia tidak berharap Lana akan memintanya membuat ramuan herbal pengusir serangga kecoa. Hestia jadi merasa semakin jengkel sendiri.

"Karena sudah tidak ada kecoa bisakah saya pamit kembali bekerja?" ucap Hestia panas dada tak ingin berlama-lama ada di ruangan itu menyaksikan Yohan yang tengah memeluk Lana erat-erat seperti anak kecil ketakutan sehabis melihat badut seram.

"Y-ya..." masih dengan nada syok dan wajah pias memucat Lana membalas ucapan Hestia lalu melihat gadis itu membungkuk kemudian pergi.

Sementara itu setelah beberapa menit keheningan tercipta barulah Yohan menyadari posisinya yang memeluk pinggang Lana erat sampai-sampai gadis itu harus berpegang pada kepala ranjang supaya tidak terjungkal ke belakang.

Yohan merasa malu jadi dengan cepat dia menarik diri dan membelakangi Lana seolah tidak terjadi apapun, seolah tidak pernah berteriak dan memeluk gadis itu dengan ekspresi memalukan.

"Aku akan cari angin diluar." Celetuk Lana sekedar memberitahu karena sepertinya dia sadar Yohan masih syok berat akibat kecoa.

Berkali-kali dalam narasi novel tertulis kalau Yohan benci kecoa, takut kecoa, dan bisa pingsan karena kecoa. Lana mengerti karena itu dia memberi ruang pada Yohan untuk sendiri lagipula meskipun perilaku pria itu terhadapnya agak menjengkelkan.

"Jangan kembali." Yohan membalas dengan nada dingin lagi-lagi tanpa melihat atau menoleh pada Lana.

"Ya, aku juga merasa hawa di tempat ini terlalu panas karena ada setan iblis di dalamnya."

"Apa maksudmu?" sahut Yohan mempertanyakan kalimat Lana barusan yang terkesan mengarah padanya.

"Tidak ada." Lana menutup obrolan lalu bangkit dari kasur, dia turun dengan langkah yang sedikit pincang karena sempat merasa kram pada bagian kakinya.

"Kau mengataiku?" desis Yohan mulai kesal saat merasa pertanyaannya diabaikan walau Lana sudah menjawab tapi itu bukanlah jawaban yang ingin Yohan dengar.

Lana menghela nafas berat. "Dengar, ibumu butuh seorang cucu dan aku tidak bisa memberikannya dan aku juga tidak mau memberikannya sekalipun aku bisa. Kau mengerti maksudku, kan?"

Hening.

"Aku tidak mengerti." Ketus Yohan menjawab sambil mengepalkan tangan erat bersiap melayangkan tinju pada meja yang berada di sisinya.

Lana's LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang