34. Vagues ce jour-là

80.5K 7.3K 2.2K
                                    


Pukul satu dini hari Lana terbangun dengan perut mual akibat guncangan berlebihan dari kapal yang dipengaruhi oleh derasnya ombak laut. Padahal seharian ini ia sudah tidur seharian dengan tujuan agar ketika bangun mereka sudah sampai atau setidaknya sudah berada di dekat Everland.

"Sebaiknya aku ke atas, disana banyak orang-orang." Putus Lana terpaksa kemudian bergegas turun dari kasur dan berjalan menuju pintu.

Namun saat akan membukanya, dahi Lana berkerut tatkala pintu tersebut tak dapat ditarik. Tak ingin pesimis Lana berusaha terlebih dahulu dengan seluruh kekuatan tenaga penuh ia menarik pintu itu namun tak terjadi apapun bahkan pintunya tidak bergeser sama sekali.

"Macet?" Lana mengira-ngira, ia agak panik tetapi masih berusaha menarik pintu ke arah dalam supaya terbuka. "Sial! Pintunya macet

Lalu Lana mencoba untuk menggedor-gedor pintu berhadap ada orang yang mendengar tanpa tahu sebetulnya keadaan di atas mulai kacau dan semua orang termasuk awak kapal berada disana untuk mempertahankan kapal dari badai.

"Yang Mulai badainya mendekat!" seru salah satu prajurit mencoba memberitahukan kepada Yohan yang sedari tadi hanya diam dan memandang ke arah lautan seperti orang sedang melamun.

Kekacauan terjadi. Sang kapten berusaha mengendalikan setir sementara anak buah kapal berinisiatif menggunakan layar tambahan supaya kapal bisa bertahan dari serangan badai yang mulai mendekat tetapi Yohan, pria itu satu-satunya yang paling tenang dan seolah tidak peduli pada situasi yang terjadi.

"Emily!" seorang anak buah kapal berseru memanggil nama rekannya yang sedang membantu membentangkan layar manual.

"Emily lepaskan saja!" seruan lain terdengar lebih meraung. "Lepaskan tanganmu dari talinya!"

Gadis bernama Emily itu tersenyum tipis, masih memegang tali sampai kemudian poros kayu berputar kuat dan menghantam tubuhnya hingga jatuh tercebur ke laut. Situasi memburuk, orang-orang dilanda kepanikan dan rasa takut.

"Emily jatuh! Cepat bantu dia! Cepat!"

"Cepat turunkan kapal kecil dan tolong--"

"Jangan lakukan." Perintah Yohan tiba-tiba masih dengan posisi yang sama, menatap lurus ke arah laut dan membelakangi semua orang.

"Yang Mulia, apa maksud anda?" seorang awak kapal mempertanyakan ucapan pria itu.

"Jangan korbankan sepuluh orang hanya untuk menyelamatkan nyawa satu orang." Ujarnya memperjelas dan semua orang yang ada di kapal seketika diam sebab ucapan Yohan sangatlah benar.

Mereka tidak bisa ambil resiko lebih banyak untuk menyelamatkan seseorang yang tercebur ke laut dalam kondisi badai begini dan lagipula kalau dipikir-pikir bukankah kejadian semacam itu sudah menjadi resiko jika bekerja sebagai awak kapal? Mengapa mereka harus cemas dan panik? Sejak awal mereka tahu pekerjaan yang mereka ambil bisa sangat membahayakan.

"BADAINYA SUDAH DATANG!" Kapten kapal berteriak memberitahu, semua orang kembali dilanda panik dan memegang masing-masing tali layar untuk mempertahankan keseimbangan kapal.

Tetapi Yohan Haze, pria itu masih sama. Tak berkutik seolah sedang menikmati situasi yang sedang terjadi.

Tentu saja, mengapa dia harus merasa takut?

Ah, dulu dia takut.

Dia pernah sangat takut sekali.

"A-ayah... aku takut, aku tidak bisa mengendalikannya."

Saat itu umurnya masih sepuluh tahun ketika dipaksa ikut berlayar bersama sang ayah, hanya berdua saja. Lebih tepatnya sang ayah memaksa Yohan mendapat pelajaran tentang pelayaran lebih awal, di usianya yang terbilang masih sangat kecil tetapi alasannya selalu sama.

Lana's LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang