12. Dia Sama Sekali Tidak Melihatku

102K 7.8K 444
                                    

"Kak, tanganmu masih berdarah." Celetuk anak kecil disampingnya, adik dari temannya Hestia.

"Aku tidak apa-apa. Selene, kau tidurlah cepat, sudah malam." Hestia berkata pada anak itu sambil menggosokan herbal tumbuk ke kedua tangannya bersamaan untuk meredakan pendarahan yang masih timbul.

Lukanya di dapat akibat dari goresan pedang orang-orang tadi tetapi Kaisar bahkan tetap tidak melihatnya. Hestia merasa jalannya untuk menaikkan taraf hidup ke jenjang yang lebih baik dipersulit oleh keberadaan seseorang.

Lantas setelah kembali membalut lukanya dengan perban Hestia tak langsung tidur melainkan pergi untuk menemui Kaisar di kamarnya. Beberapa hari terakhir Hestia mencoba untuk membantu pria itu namun tidak pernah diterima padahal niatnya sangat baik yakni membantu mengurangi beban pikiran Yohan.

Berbekal nyali seadanya Hestia mendatangi kamar Yohan lalu mengetuknya sebanyak tiga kali. Dalam hati bertanya-tanya apakah kali ini ia akan dibiarkan masuk atau diusir seperti kemarin. Hestia hanya ingin membantu seperti di novelnya.

Malam ini tak ada sahutan. Hestia mengetuk lagi tiga kali namun hasilnya masih sama. Dia akan pergi tetapi pintu kamar Yohan sedikit terbuka, memicu rasa keingintahuan timbul semakin banyak. Jika seseorang melihatnya sudah pasti akan terkena masalah namun tak ada siapapun disini sehingga Hestia memanfaatkan kesempatan untuk sedikit mengintip ke dalam dan tertegun.

"Kaisar tertidur." Batinnya merasakan cukup banyak gejolak kekecewaan tetapi Hestia segera mengatasinya dengan senyuman senang karena akhirnya pria itu tak harus bergelut dengan pikirannya sendiri tiap malam.

Hestia menarik diri lalu pergi menyusuri lorong sepi istana, sesekali dia berpapasan dengan beberapa prajurit yang sedang melakukan patroli keamanan sampai akhirnya berpapasan dengan Calix, second lead dalam novel yang jatuh cinta padanya namun berakhir mati dibunuh Yohan.

"Panglima," sapa Hestia sambil membungkuk hormat sekilas. "Selamat malam."

Calix menoleh dan segera membalas. "Selamat malam."

Namun dua langkah setelah melewati Hestia dia berbalik dan menepuk bahu gadis itu, saat tak ada seorangpun disana. Mereka lalu menepi ke bagian tengah taman istana yang jarang dilalui sebagai rute patroli dan merupakan tempat nyaman bagi keduanya untuk berbicara sebagai teman.

"Bagaimana tanganmu?" Calix bertanya langsung mengingat keadaan Hesti karena serangan pagi tadi lalu meraihnya dengan hati-hati. "Seharusnya kau tidak perlu mengorbankan dirimu untuk menyelamatkan orang lain."

"Nyawa banyak orang jauh lebih penting dibanding satu nyawa, Tuan Calix." Hestia menjawab dengan nada lembut serta tatapan yang tertuju pada Calix seolah sedang menyirami lelaki itu dengan kasih sayang.

"Kau selalu saja begitu." Celetuk Calix nampak tidak suka prinsip hidup Hestia karena gadis itu mengorbankan segalanya termasuk diri sendiri untuk membantu orang lain.

"Kapan kau akan hidup untuk dirimu sendiri?" Calix menanyai, tatapan tulusnya mengarah pada Hestia namun saat ini tak ada perasaan lebih daripada kekhawatiran seorang pemuda terhadap temannya.

"Aku sedang melakukannya." Ujar Hestia menjawab meski dirinya sendiri pun merasa ragu akan hal itu, jawabannya membuat Hestia sedikit termenung. "Aku akan lakukan nanti."

"Nanti?" Calix menghela nafas kasar sudah bosan mendapat jawaban yang itu-itu saja dari Hestia. "Apa tujuanmu sebenarnya, Hestia?"

Hestia menggeleng, dia tidak akan pernah memberitahu. "Biarlah jadi misteri sampai suatu hari kau tahu sendiri."

Calix diam.

Hestia kembali bicara. "Bukankah seharusnya kau berada di sekitar Permaisuri?"

"Ah, aku memang ditugaskan untuk itu tapi beliau sepertinya sedang tidur jadi aku pergi sebentar untuk bicara denganmu." Tutur Calix. "Ada apa?" dia seperti menangkap ekspresi khawatir yang sejenak timbul di wajah Hestia namun seperti sebelumnya gadis itu hanya menggeleng, enggan menjawab.

Lana's LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang