46. Last Page

102K 7.3K 1.5K
                                    

Penjara itu gelap, dingin, dan menakutkan. Yohan sendiri yang mengunci sel terdalam di ruang bawah tanah istana, memastikan wanita yang merupakan ibu dari sang istri benar-benar dijebloskan masuk ke dalam sana.

"Tak ada yang bisa mengambil dia dariku." Ujar Yohan menekankan sekali lagi, memperingatkan wanita itu yang sempat berkata ingin membawa Lana pergi dari tempat ini. "Selangkah dia keluar, akan kubunuh dia dengan kedua tanganku."

"Hiks... mengapa kau sangat jahat padaku? Mengapa kau tidak melepaskannya? Mengapa!?" Sesenggukan wanita itu memekik kencang entah kesakitan entah kesal, semuanya bercampur menjadi satu dan meledak.

Yohan mendekat ke arah sel, mencengkram salah satunya dengan kencang. "Dengar, jika kau berani berulah maka aku bisa saja membunuhnya. Aku bisa membunuh kalian berdua."

"KENAPA!? KENAPA KAU MELAKUKAN INI PADA KAMI?" teriak wanita tersebut emosi.

Perlahan kepala Yohan menjauh, menarik dirinya dan kembali tegap. "Karena selamanya putrimu harus tinggal bersamaku, selamanya."

"TAPI KENAPA KAU HARUS MENGHABISI KAMI? SUAMIKU? RAKYATKU!"

"Karena kalian berpotensi mengambilnya dariku." Sahut Yohan datar, tetapi sungguh ia tak bisa membiarkan ada sedikitpun celah bagi orang lain untuk membawa Lana pergi darinya.

"AKU PASTI AKAN MEMBAWA PUTRIKU PERGI DARI SINI!" wanita itu berseru lagi sehingga kekesalan Yohan yang sempat reda mendadak naik lagi.

"Calix!" seru Yohan memanggil Panglima sekaligus kaki tangan kepercayaannya itu.

"Ya, Yang Mulia?" segera Calix menunduk menunggu perintah lanjutan dari Yohan.

"Aku berubah pikiran," tangan Yohan terkepal sampai tonjolan urat-uratnya seperti akan meledak. "Kubur dia hidup-hidup dalam tembok, aku muak mendengar suaranya!"

"PRIA JAHAT! KAU KEJAM! KAU BIADAD! SUATU HARI KAU--"

Yohan menoleh cepat dengan tatapan tajam, membuat wanita itu bungkam seketika karena merasa terintimidasi dan ketakutan. "Biarlah hukumanku menjadi urusanku dengan Tuhan, manusia sepertimu tidak layak menasehatiku."


"Putri kami setuju, jika kami setuju maka dia setuju."

Yurisia mengerutkan alis. "Bukankah sebaiknya aku bertemu dengannya terlebih dahulu?" wanita dihadapannya ini terkesan mencurigakan walau ramah, "dimana putrimu?"

"Dia setuju." Jawab wanita tersebut tak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan oleh Yurisia selaku calon besan yang mengirimkan lamaran pada putri wanita tersebut.

"Tetap saja, aku harus melihat--"

"Dia sangat cantik tanpa ada cela cacat sedikitpun, dia juga pendiam dan patuh, kau bisa membawanya segera setelah membayar mahar yang kutetapkan."

"Aku harus melihat--"

"Mengapa anda meragukan saya, Yang Mulia Ibu Suri? Sudah pasti saya tidak akan berani membohongi atau menipu Anda barang sedikit. Saya sudah bilang anak perempuan saya sangat cantik, dia indah bak bunga teratai yang baru mekar."

Meski ragu pada akhirnya Yurisia setuju untuk membayar sejumlah besar mahar terlebih dahulu. "Besok kereta kuda Istana akan datang, persiapkan keberangkatan putrimu. Kau tidak perlu datang."

"Tentu saja, aku sendiri yang akan mendandaninya." Wanita itu tersenyum, "dia putriku yang paling berharga. Omong-omong bukankah Kaisar ada disini?"

"Dia datang untuk menemui putrimu bukan dirimu."

"Ah, maafkan aku Yang Mulia. Setelah membayar mahar, dia menjadi milik anda. Jangan khawatir, saya membesarkannya dengan sangat baik."

Lana's LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang