17. Tuan Tanah Sombong

81.3K 7.7K 620
                                    

"Silakan duduk." Pria berambut panjang dengan warna merah gelap yang dikuncir satu itu menyambut kedatangan Lana dan Calix dengan senyum kharismatik.

Calix akan duduk namun pria itu lebih dulu berkata, "bukan untukmu Tuan Calix."

Dahi Lana sampai berkerut mendengar perkataan pria itu. Bukannya Lana tidak ingin duduk, kakinya juga lelah tapi... sungguh yang ditawari dan diperbolehkan duduk hanya dirinya?

"Mengapa Tuan Calix tidak boleh duduk?" Lana iseng bertanya karena merasa tak enak jika duduk sendirian.

"Bokongnya terlalu hina untuk duduk di kursi mahal." Pria itu tertawa pada bagian yang menurutnya lucu dari kalimat barusan.

Langkahnya lalu maju ke hadapan Lana, membungkuk layaknya seorang Pangeran negeri dongeng seraya meraih tangan kanan Lana dan dicium bagian punggungnya sekilas.

"Alan Ellgar." Ucapnya memperkenalkan diri sementara Lana segera menarik tangannya karena merasa kurang nyaman.

Gerakan itu sedikit membuat Alan terkejut terutama ketika tangan Lana memberontak dari genggamannya dan langsung disembunyikan ke belakang punggung oleh gadis itu.

"Jaga sikapmu pada Permaisuri." Calix memperingatkan karena tahu orang seperti apa pria bernama Alan Ellgar itu. "Jangan sampai aku mengajukan keluhan tentangmu pada Kaisar."

"Kaisar?" Alan tersenyum lebar mendengar gelar dari seseorang yang tak disukainya baru saja disebut.

"Aku baru mau tanya bagaimana kabarnya padamu." Celetuk Alan dengan nada yang terdengar amat menjengkelkan, oh! dan jangan lupakan senyum penuh ejekannya.

"Jadi, Permaisuri... ada baiknya Anda duduk terlebih dahulu baru kita mulai perbincangan ini." Ucap Alan kembali mempersilahkan Lana duduk terlebih dahulu dan kali ini gadis itu setuju.

Menarik dan menghela nafas dengan cukup gugup, Lana menatap pria di hadapannya yang sama sekali berbeda dari apa yang sebelumnya sempat ia bayangkan.

Pria tambun, tua, dan lain-lain sama sekali tidak identik dengan pria dihadapannya yang kalau diperkirakan mungkin usianya sekitar dua puluh lima tahunan ke atas tapi belum mencapai tiga puluh. Mungkin. Lana hanya menebak dari penglihatan fisik, entah kalau semisal pria ini berumur lima puluh tahun namun awet muda karena perawatan.

"Topik penting apa yang sampai membawa anda datang ke sini menemui saya, Permaisuri?" Alan berkata dengan nada diayun sambil fokus menatap Lana yang sesekali nampak mengedarkan sorot matanya memindai sekeliling.

Lana memandang lurus pada Alan lalu menjawab. "Aku mendapat laporan dari banyak warga tentang caramu menagih pajak. Caramu mengambil hasil panen mereka tidak dibenarkan karena jika kau mengambilnya bagaimana mereka akan menjual hasil panen dan mendapat uang untuk biaya kehidupan sehari-hari?"

Alan mengangguk. "Baiklah, aku bersalah atas hal itu. Lainnya?"

"Kudengar kau juga melakukan korupsi serta suap pada mata-mata istana sehingga mereka tidak memberikan informasi tentang cara salah kalian menarik pajak dari masyarakat." Jelas Lana.

Alan menopang dagunya dengan satu tangan, kedua matanya terus fokus menatap Lana. "Lantas bagaimana cara yang benar?" 

"Jangan merampas hasil panen rakyat hanya karena pajak mereka belum lunas." Ujar Lana mengajukan saran atau lebih tepatnya perintah.

"Aku akan melakukannya." Alan merespon dengan senang hati sambil tersenyum manis, memainkan ujung rambutnya yang terlepas dari kunciran di belakang kepala. "Ada hal lain lagi?"

"Bagaimana aku bisa mempercayai ucapanmu?" tanya Lana.

Calix mengawasi Alan dengan tatapan tajam saat pria itu mengulurkan tangannya pada Lana sambil berdiri seolah ingin menggandeng gadis itu dan membawanya lebih masuk ke dalam rumah.

Lana's LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang