* * *
*
Jeno memijit pelipisnya dan mengusap rambutnya dengan kasar. Pikirannya kalut, entah apa yang ada dipikirannya, ia terus teringat pemuda manis yang pernah mengisi kekosongan hatinya, walaupun tidak terlalu lama namun kehadiran pemuda itu benar-benar memberikan perubahan pada dirinya.
"aku tidak pernah menyesal mengenalmu, tapi dari dirimu aku belajar bahwa berharap lebih itu tidak baik, semua harapanku sudah pupus menghadirkan rasa pilu, apakah mengenalmu itu sebuah kesalahan Jaemin? apa memang seharusnya aku tidak mengenalmu dari awal jika sudah seperti ini siapa yang bisa disalahkan?" Jeno bertanya dalam batinnya, kenapa rasa sesak terus saja menggerogoti hatinya (?)
"tunggu Hyung" pinta Jaemin, langkah kakinya mengikuti arah langkah Jeno.
"kenapa kau masih mengikutiku? bukankah kau sudah ku suruh pergi, kenapa kau masih disini?"
"pergilah aku tidak ingin menyakitimu, aku tau sifat tempramental ku hanya akan menyakitimu nantinya pergilah aku butuh waktu untuk menenangkan pikiranku, aku sangat kalut sekarang"
Seakan tuli dengan apa yang Jeno sampaikan, Jaemin semakin mendekatkan langkahnya pada Jeno. Ia meraih tubuh Jeno dan memeluknya dengan erat.
Jeno yang kaget dengan aksi mendadak Jaemin mencoba melepaskan tangan Jaemin yang melingkari perutnya. Cukup keras ia berusaha, karena pelukan Jaemin benar-benar sangat kuat hingga membuatnya emosi dan mendorong Jaemin.
Jaemin terhuyung, ia kehilangan keseimbangannya dan tanpa sengaja ia terhantuk meja dan terduduk di ubin lantai. Hal itu membuat nya kembali meringis menahan sakit. Perutnya menghantam tepian meja dan rasanya benar-benar sangat menyakitkan, dengan sekuat tenaga ia berusaha mengontrol kondisinya ia tidak ingin terlihat lemah.
Keringat dingin membasahi pelipis Jaemin, rasa sakitnya benar-benar menyiksa. Ia bingung harus berbuat apa agar rasa sakitnya berkurang. Hal itu tidak luput dari pandangan Jeno, ia memperhatikan gelagat aneh Jaemin, entah dorongan darimana kakinya melangkah mendekat Jaemin.
"Ja.. Jaemin" gagapnya ketika melihat peluh Jaemin yang bercucuran membasahi tubuhnya, bahkan rambutnya sudah basah karena peluh yang tiada henti keluar.
"ssttt.. " desis nya ketika rasa sakit semakin menguasainya.
"ka.. kau tak apa?" Jeno mengulurkan tangannya meraih bahu Jaemin, namun sebelum tangan itu menyentuhnya, terlebih dahulu Jaemin tepis.
"ma.. maafkan aku.. aku.. aku mendengarmu, aku akan pergi" tanpa aba-aba Jaemin mendorong tubuh Jeno untuk menjauhinya. Ia menegakkan tubuhnya dan pergi berlalu meninggalkan Jeno. Tangannya masih setia bertengger di perutnya, menekannya dengan kuat guna meredakan rasa sakitnya.
"aku tau kau mungkin tidak baik-baik saja karena telah mendapat banyak benturan, tapi kumohon bertahanlah, hanya kau harapanku sekarang, kumohon bertahanlah dengan baik"
"aku sudah sejauh ini membawamu, bahkan aku diusir oleh keluarga ku sendiri... kau harus bertahan agar aku memiliki seseorang yang berharga di hidupku"
"jika kau pergi? apa yang harus aku lakukan nanti?tidak.. tidak.. kau tidak boleh meninggalkanku sendirian" Jaemin meracau dalam hatinya, pikirannya tak menentu, memikirkan perutnya yang semakin sakit.
"kenapa wajahnya begitu pucat?" setelah melihat Jaemin dari dekat tadi, Jeno menyadari bahwa tubuh yang lebih kecil darinya itu terlihat tidak baik-baik saja.
Jeno menatap nanar punggung Jaemin yang sudah menghilang dibalik pintu, perasaan bersalah mulai menggigitnya. Sedih melihat anak manis itu pergi dengan keadaan yang jelas tidak baik-baik saja. Namun, ia juga tidak bisa memaafkan begitu saja, kesalahan yang telah dilakukannya sangat fatal menyebabkan dirinya merasa malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny Is With You [End]
Teen Fiction"kenapa kalian tidak mendengarkan ku dulu? aku tidak bersalah disini, aku juga tidak tahu jika akan berakhir seperti ini" -Jaemin "aku sudah sejauh ini membawamu, bahkan aku diusir oleh keluarga ku sendiri... kau harus bertahan agar aku memiliki s...