* * *
*
"apa yang akan aku lakukan tanpamu?" Jaemin menghirup udara rakus dan menghembuskannya secara kasar.
Informasi yang di berikan oleh Jungwoo cukup membuatnya tersadar dan kembali murung. Matanya kembali mengeluarkan buliran bening. Otaknya mengingat dengan jelas setiap perkataan yang keluar dari mulut Jungwoo. Namun dibalik kesedihan nya ada sebuah rasa senang yang membahagiakannya. Ia harus bangkit dari keterpurukan.
"Jaeminn... maafkan aku, aku tidak bertanya dahulu kepadamu untuk operasi mu" kepala Jungwoo menunduk. Sebersit perasaan bersalah menghampirinya. Ia tau tindakan yang dilakukannya tidak benar dan juga tidak sepenuhnya salah. Jika ia tidak segera melakukan operasi pengangkatan janin Jaemin maka itu akan membahayakan hidup Jaemin.
Jaemin yang mengetahui janinnya sudah mati hanya bisa menunduk pasrah, kenapa hidupnya jadi seperti ini (?) Percuma saja ia pergi dari rumah jika berakhir seperti ini.
Pandangan Jaemin masih mengarah pada langit-langit ruangan yang ditempatinya. Tatapan matanya masih menyiratkan kesedihan yang amat mendalam. Orang tua mana yang tidak sedih ketika tahu anaknya sudah tidak bernyawa apalagi ia belum dilahirkan.
"siapa yang sudah mengantarku ke sini?" batinnya, bingung.
Jaemin masih berpikir keras, bagaimana bisa ia berada di rumah sakit sedangkan ia ingat dengan jelas bahwa ia terakhir kali berada di taman.
"siapa yang sudah mengantarku kesini?" gumam Jaemin.
Ia beranjak dari kasur, perutnya tiba-tiba terasa aneh, isi perutnya seperti sedang diputar membuatnya ingin muntah. Jaemin berlari menuju toilet di dalam ruangan, memuntahkan makanan yang ia makan tadi kedalam kloset.
Beberapa menit berjongkok didepan kloset Jaemin merasakan sedikit kelegaan pada area perutnya. Kakinya kembali melangkah menuju brangkar, mendudukkan dirinya diatas brangkar dan kembali melamun menatap kearah jendela.
cleck...
Pintu ruangan itu terbuka, menampilkan seorang yang ditunggu Jaemin. Senyuman indah terpatri diwajahnya berharap Jaemin memaafkan kesalahannya. Menghentikan langkahnya ketika tepat berada di belakang Jaemin. Jaemin masih tidak menyadari kehadirannya disana. Akhirnya setelah mempertimbangkan niatnya ia berani menyentuh pundak Jaemin untuk mengambil alih atensinya.
"ada apa?" tanya Jaemin malas.
Jujur ia sangat ingin sendirian disini tanpa ada yang mengganggunya, hanya sebentar saja sebelum Jaemin kembali merasa sakit didadanya.
"maaf" Jaemin tersenyum ramah.
"bisakah tinggalkan aku sendiri? aku butuh tenaga untuk melanjutkan kehidupan malang ku, satu jam saja, kumohon" pintanya dengan wajah yang memelas.
"eumm.. baiklah aku akan kembali lagi kesini setelah satu jam" orang itu pergi dengan raut kecewa dan juga sedih.
Sedih melihat Jaemin yang terpuruk karenanya.
*
*
*
Kepergian Jaemin, menyisakan keadaan yang penuh kebingungan. Kecewa, sakit dan marah bercampur baur menjadi satu didalam dada, menciptakan rasa sesak yang membuat nafas tercekat di tenggorokan. Mengusir Jaemin dari rumah bukanlah niatnya, namun ketika pemuda cantik itu pergi dari rumah entah bagaimana Yuta tidak memiliki niat sedikitpun untuk melarangnya. Seperti hatinya sudah tertutup untuk anak satu-satunya itu.
Sedangkan Winwin merasa bersalah, ia telah gagal menjadi orangtua yang baik untuk anaknya. Tapi, Winwin juga tidak bisa disalahkan, semuanya sudah menjadi takdir mereka.
"bagaimana ini? apa yang harus kita lakukan?" tanya Jaehyun, yang sekarang sudah berada di kediaman Nakomoto.
Pagi ini ia sudah memiliki janji temu antar keluarga bersama Yuta di kediaman Nakomoto. Bukan tanpa alasan, mereka melakukan pertemuan ini untuk membahas rencana perjodohan anak mereka yang berakhir gagal (?)
Yuta menatap bingung sahabat sekaligus calon besannya itu, ahh.. ralat, maksudnya mantan calon besan. Jaehyun termangu menatap Yuta, ia menunggu jawab dari Yuta.
"ah.. maaf Jaehyun sepertinya perjodohan ini harus dibatalkan" kikuk nya, merasa tidak enak karena kelakuan buruk anaknya yang membuat malu, dan menghancurkan segalanya.
"bagaimana mungkin kita membatalkan pernikahannya yang tinggal beberapa hari lagi?" sela Taeyong ia tidak ingin perjuangannya dan semua usahanya yang telah mempersiapkan acara pernikahan itu berakhir sia-sia. Juga tidak mungkin dirinya akan meminta kembali biaya sewa gedung pernikahan itu. Tidak mungkin kan (?)
"lalu kita harus apa? tidak mungkin juga kan kita harus menikahkan Jaemin dan Jeno, sangat tidak mungkin" lirih Winwin, Yuta yang menyadari istrinya kembali sedih mengelus pundak pria cantik kesayangannya itu.
"hufft.. " Jaehyun memijit pelipisnya, kepalanya menjadi pusing pikirannya sangat kacau.
Biaya sewa gedung tidaklah kecil. Uang yang diberikan sebagai bayaran sewa gedung pernikahan itu tidak bisa untuk diminta kembali. Berita pernikahan anak keluarga Jung itu juga sudah menyebar luas di kalangan rekan bisnisnya maupun orang-orang biasa yang mengenal mereka.
"hubungi Johnny suruh dia kemari secepatnya jangan lupa ajak Ten sekalian" titah Jaehyun entah kepada siapa.
"Tae hubungi Mark dan Jeno suruh mereka datang sekarang, tinggalkan saja semua pekerjaannya suruh sekretaris mereka yang menggantikan untuk beberapa hari ini" suruh nya pada Taeyong yang langsung diangguki Taeyong.
Setengah jam lebih berlalu, kini Jeno, Johnny, Ten sudah berada di kediaman Nakomoto. Duduk bersama disofa ruang tamu dengan atmosfer yang tidak mengenakkan. Mark (?) pemuda itu masih dalam perjalanan menuju kediaman Nakomoto, sebentar lagi pasti akan sampai disana, sebelumnya ia sudah diberitahu tentang permasalahan yang tengah dihadapi adiknya dan tanpa pikir panjang ia langsung pulang ke Seoul meninggalkan pekerjaannya kepada Lucas. Persetan dengan Lucas yang sangat kesal terhadapnya, baginya sekarang yang terpenting adalah adiknya.
Mark juga merasa kecewa pada Jaemin, namun ia bisa apa (?) Ia tidak ada hak sedikitpun untuk ikut campur dalam hubungan adiknya. Kecuali jika Jeno sendiri datang kepadanya untuk meminta bantuannya. Semenyebalkan apapun Jeno, mereka tetaplah saudara yang harus menjaga satu sama lain dan saling mengandalkan dalam keadaan apapun.
"Hyung, maafkan aku tapi ini pilihan terakhirnya" ujar Jaehyun.
Johnny dan Ten menoleh saling menatap dengan alis yang menyerngit.
"apa maksudnya ini?" bingung Johnny.
Jujur bukan hanya Johnny dan Ten yang kebingungan disini, Yuta dan Winwin pun sama bingungnya, namun memilih fokus mendengarkan pembicaraan yang dirasa sangat penting ini. Jeno (?) Pemuda itu tampak tidak peduli sedikitpun pada pembicaraan ini, ia tampak sibuk sendiri dengan dunianya, melamun.
Rasa kecewa Jeno terlalu kentara, hingga untuk menghubungi pria manis itu rasanya sangat malas dan ia juga enggan menanyakan keadaan Jaemin itu kepada Yuta dan Winwin. Walaupun hatinya bertanya-tanya di mana keberadaan Jaemin sekarang. Namun rasa bencinya pada pemuda itu mengalahkan semuanya. Ia sudah sangat muak dengan Jaemin hingga ia memilih untuk melupakan perasaannya pada Jaemin, anak manis yang sudah membuatnya jatuh hati bahkan ketika pertemuan pertamanya.
Ia akan melupakan Jaemin, melupakan kenangan mereka dan juga perasaannya, walau sulit, secara perlahan ia pasti berhasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny Is With You [End]
Teen Fiction"kenapa kalian tidak mendengarkan ku dulu? aku tidak bersalah disini, aku juga tidak tahu jika akan berakhir seperti ini" -Jaemin "aku sudah sejauh ini membawamu, bahkan aku diusir oleh keluarga ku sendiri... kau harus bertahan agar aku memiliki s...