* * *
*
Matahari menampakkan dirinya, cahaya yang dipancarkannya begitu terik. Keringat bercucuran didahi Jaemin. Jam menunjukkan pukul 13.43 dan pantas saja cuacanya sangat panas.
Pulang sekolah hari ini Jaemin berjalan kaki, berbeda dari sebelumnya, biasanya dia selalu dijemput oleh Jeno dan untuk beberapa hari ini Jeno tidak akan bisa menjemputnya.
Jaemin mengeluh di sepanjang jalannya, ia ingin pulang menaiki bus, namun bus terakhir di siang ini sudah terlewatkan olehnya dan bus selanjutnya akan datang pada jam 15.00 nanti. Ia sudah beberapa kali menghentikan taksi yang lewat namun tidak ada yang berhasil dihentikannya. Menunggu bus sore hari itu sangat lama dan akan membosankan jadilah ia dan kenekatan nya berjalan pulang menuju rumah.
Jika ditanya Haechan dan Felix, dua manusia yang berstatus sebagai sahabatnya itu sudah lebih dahulu pulang. Mereka sudah menawarkan tumpangan pada Jaemin, namun Jaemin menolaknya, sekarang penyesalan menggerayangi hati Jaemin. Melupakan hal sial yang pernah menimpanya, ketika ia menolak tumpangan dari teman-temannya ia mendapat hal naas. Sedangkan Renjun(?) Sejak kejadian Jaemin menghilangkan tugas mereka Renjun masih saja menjaga jarak dari Jaemin, Jaemin yang tidak ingin hubungan mereka semakin merenggang hanya pasrah mengikuti alur yang dibuat oleh Renjun.
"eughh.. lelahnya" keluh Jaemin.
Langkah kaki Jaemin terhenti pada kursi taman yang terletak di tepi jalan persimpangan. Jarak rumahnya dan tempat ia berada sekarang masih lumayan jauh. Jaemin mengambil rute memutar, karena takut kejadian yang sudah-sudah terulang kembali jika ia nekat mengambil jalanan gang yang sempit itu.
Kakinya sudah benar-benar letih, ia tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanannya. Ia lebih memilih berhenti untuk mengumpulkan kembali tenaganya. Cuacanya juga sudah tidak secerah tadi, tapi ini justru membuat Jaemin senang. Ia tidak akan kepanasan lagi untuk sementara.
Punggung Jaemin tersandar pada sandaran kursi taman. Matanya terpejam, tubuhnya benar-benar sudah sangat lelah. Untuk berdiri saja ia tidak sanggup lagi rasanya. Sayu-sayu mata Jaemin menutup, kesadarannya diambang batas. Ia benar-benar mengantuk, matanya sudah sangat berat. Beberapa menit berlalu, Jaemin benar-benar tertidur di kursi taman. Berharap setelah terbangun nanti ia bisa kehilangan rasa lelah di tubuh mungilnya.
Rintik hujan berlomba-lomba turun membasahi tanah yang sudah kering karena berperang melawan terik matahari sedari pagi. Jaemin yang masih nyenyak tertidur di atas bangku taman terjangkit kaget dan segera mendudukkan dirinya ketika terpaan air mendarat di wajah lelahnya. Mengedipkan matanya berkali-kali mencoba mencerna keadaan yang sedang terjadi. Ia tersadar, pikirannya telah kembali ia merasakan rintik hujan tengah turun untuk membasahi bumi.
Langkah kakinya bergegas mencari tempat untuk berteduh. Jarak rumah yang terbilang jauh membuatnya harus mengurungkan niat untuk berlari langsung ke rumah. Menunggu hujan reda tidak akan merugikan nya, kan(?)
Jaemin melihat sebuah minimarket dari tempatnya berdiri, dengan langkah besar ia berlari dengan menuju tempat itu. Baju yang dikenakannya sedikit basah terkena air hujan ketika berlari untuk meneduh. Tangannya menepuk-nepuk bagian pakaian yang basah. Tekanan udara yang rendah membuat tubuh Jaemin sedikit menggigil menahan dingin.
Kepala Jaemin menoleh ke kanan dan kiri mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menghangatkan tubuhnya. Melihat ke sekelilingnya, matanya terfokus kedalam minimarket, melihat mesin pembuat kopi. Tanpa pikir panjang Jaemin melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam minimarket, dia butuh kopi, mungkin saja setelah meminum kopi suhu tubuhnya bisa sedikit naik.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny Is With You [End]
Teen Fiction"kenapa kalian tidak mendengarkan ku dulu? aku tidak bersalah disini, aku juga tidak tahu jika akan berakhir seperti ini" -Jaemin "aku sudah sejauh ini membawamu, bahkan aku diusir oleh keluarga ku sendiri... kau harus bertahan agar aku memiliki s...