* * *
*
Pagi datang menyapa, cahaya matahari merambat masuk melalui celah-celah kecil pada ventilasi ruangan. Mata lelah yang telah terpejam berjam-jam lamanya itu kini perlahan terbuka. Menampilkan pupil mata berwarna hitam legam dengan tatapan sayu.
Lenguhan kecil keluar dari belah bibir merah itu, bibir pucat yang kemarin mendominasi sekarang telah menghilang meninggalkan binar cerah pada wajah itu. Walaupun masih ada beberapa lebam keunguan yang menghiasi wajah cantiknya, namun sekarang jauh lebih baik karena telah diobati.
Matanya menelisik ke sekitar, menerawang ruangan yang asing pada penglihatannya, benaknya menyimpan berbagai macam pertanyaan. Entah bagaimana bisa dirinya berakhir ditempat ini, padahal sebelumnya ia ingat dengan jelas bahwa ia tertidur di bangku taman apartemen.
Kepalanya kembali terasa sakit. Bersyukur saat ini ia tidak lagi berada di taman apartemen.
"apakah aku di rumah sakit?" batinnya, rasa penasaran kian menggebu membuatnya perlahan mendudukkan diri pada sandaran brangkar.
"ini benar-benar di rumah sakit, siapa yang membawaku kesini? Jeno Hyung? tidak mungkin, tapi.. terakhir kali aku berada di taman apartemen nya mungkin saja kan? " gumamnya.
Senyuman manis terbit di wajahnya. Hatinya mengembang memberikan getaran bahagia dalam jiwanya.
"benarkah Jeno Hyung?"
Menarik nafas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan, senyuman yang terukir diwajahnya perlahan memudar digantikan raut wajah cemas penuh kesakitan. Tangannya bergerak meraba bagian perutnya, rasa sakit di perutnya membuatnya meringis.
Tangan mungil itu tidak sengaja menyentuh benda aneh yang terasa mengganjal di perutnya. Menekannya secara pelan membuat rasa sakit dan ngilu kian mendominasi.
"apa ini?" tanyanya dengan kening yang mengerut.
Jaemin menaikkan pakaian rumah sakit yang dikenakannya sampai sebatas dada. Matanya melotot besar melihat bekas jahitan di bagian kiri perutnya.
"a.. ada.. ap.. apa ini?" deraian air mata tak bisa lagi ia bendung. Buliran demi buliran bening berlomba-lomba menuruni pipinya.
"a.. apa.. yang.. yang terjadi padanya?"
Ia berbicara dengan tergagap. Tangannya terus membelai tanda jahitan dibagian samping perutnya itu.
"tidak mungkin kan?“
" apa yang sudah terjadi?" lidahnya terasa kelu, tenggorokan nya serak, untuk mengeluarkan suara saja rasanya begitu sulit.
Jaemin memejamkan matanya dengan kuat kala rasa sesak kembali singgah di dadanya, begitu terasa mencekik dan membuatnya sulit bernafas. Tangannya mengepal kuat. Ia tahu apa yang telah terjadi padanya. Ia benar-benar takut, takut karena sekarang dia sudah tidak memiliki apa lagi untuk bertahan hidup.
"kenapa kau pergi?"
"bukankah aku menyuruhmu untuk bertahan? kau tahu tidak bagaimana aku menahan semua rasa sakit yang terjadi ini sendirian, walaupun mungkin nanti aku akan menyerah, tapi bukan berarti kau bisa pergi begitu saja meninggalkan ku sendirian, aku masih membutuhkanmu" buliran bening semakin semangat menampakkan diri. Menjalari pipi putihnya. Hatinya dipenuhi oleh rasa sesak. Matanya menatap tajam kedepannya, seolah dari tatapan itu ia bisa memotong siapa saja yang berani mengusiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny Is With You [End]
Teen Fiction"kenapa kalian tidak mendengarkan ku dulu? aku tidak bersalah disini, aku juga tidak tahu jika akan berakhir seperti ini" -Jaemin "aku sudah sejauh ini membawamu, bahkan aku diusir oleh keluarga ku sendiri... kau harus bertahan agar aku memiliki s...