6

4.1K 286 9
                                    

📍 WARNING; KATA KATA KASAR & TYPO. JANGAN LUPA VOTE + KOMEN NYA📍





Jasta, pria yang mempunyai kepribadian sangat baik dan lembut serta tidak bisa marah tersebut melangkahkan kaki jenjangnya memasuki rumah orang tuanya.

Pandangannya mengedar kesegala juru ruangan yang nampak berantakan sekali, barang-barang yang dibanting berserakan di lantai.

Jasta mempercepat langkahnya, tujuannya adalah kamar sang Mama.

Karena pintu kamar yang tidak tertutup rapat membuat Jasta gampang masuk ke sana.

Pandangan Jasta menjadi redup, menatap sendu Mama nya yang duduk di pojok kamar dengan kedua kaki di tekuk, terlihat penampilan seorang Ibu yang mengandung dan melahirkan dirinya sangat berantakan dan bergetar ketakutan.

Jasta melangkah pelan mendekati Mama nya, ia berjongkok di depan Mama nya.

"Mama.." Panggil Jasta lirih menyentuh lembut bahu Mama.

"PERGI! PERGI KAMUU!" Teriak histeris Mama.

Mama terus histeris dan meracau tidak jelas, memukuli dan mencakar Jasta.

Jasta hanya diam dan menerima tubuh nya luka-luka, bahkan ada goresan panjang di pipi kanan nya dan mengeluarkan darah akibat cakaran Mama.

Jasta tidak marah, Jasta tidak merintih kesakitan. Ia menahan semuanya seorang diri.

Jasta memeluk erat Mama nya sembari memejamkan mata, melihat kondisi Mama nya yang seperti ini sejak tiga tahun silam membuat hati nya tersayat pilu.

"Mama.. ini Jasta, ini Jastara Mah."

Mendengar nama anaknya membuat Mama menjadi tenang kembali.

Mama menatap Jasta lekat sembari mengusap pelan pipi Jasta.

"Jasta anak Mama."

Jasta mengangguk, tersenyum kecil ke Mama.

"Jastara.. maaf.."

Jasta mengeleng pelan mendengar ucapan Mama.

"Nggak papa Mah, Mama nggak salah. Sekarang istirahat ayo Mah ke ranjang ya." Ucap Jasta lembut, ia memapah pelan-pelan sang Mama ke ranjang dan menyelimuti Mama dengan selimut.

"Mama tidur dulu aja ya, jangan di inget-inget lagi."

Mama tidak menjawab namun memejamkan mata nya dan terlelap tidur.

Jasta mengecup lembut kening Mama, "Jasta sayang Mama."

Dirinya melangkah keluar dari kamar Mama nya dan menutup rapat pintu kamar.




Jasta melihat pria paruh baya yang tidak lain adalah Papa nya sedang menatap tajam dirinya.

"Oh masih inget pulang kamu?" Tanya sinis Papa.

"Pulang? Saya tidak punya rumah, setelah rumah itu anda hancurkan." Balas Jasta tenang.

Papa menggeram kesal, namun saat dirinya melihat pipi Jasta terluka dan berdarah ia tersenyum miring.

"Pasti luka itu didapat dari wanita gila itu kan."

Rahang Jasta mengeras mendengar Mama nya di sebut gila, namun ia teringat pesan Mama nya saat masih sehat dahulu.

Jasta kamu jangan jadi pria yang pemarah ya yang menyelesaikan masalah dengan emosi.

Jasta memejamkan sejenak matanya, mengontrol emosi yang hampir meledak.

Lalu Jasta menatap tenang Papa. Apa pria paruh baya itu masih cocok di sebut Papa oleh dirinya?

"Mama tidak gila, beliau hanya depresi dan itu karena anda Tuan Alaric yang terhormat."

Benar, Mama nya depresi berat karena ulah Papa nya namun Mama nya tidak ingin meninggalkan rumah ini makanya Jasta terkadang menginap di apartement miliknya.

PLAK!

Suara tamparan keras Jasta dapatkan di pipi kiri nya membuat pipi Jasta langsung memerah keunguan dan sudut bibirnya yang robek.

Jasta terkekeh pelan, tertawa miris pada dirinya.

"Anda tau tidak Tuan Alaric? saya sangat ingin membenci Anda, tapi tidak bisa karena Mama saya mengajarkan arti kesopanan dan pribadi yang baik agar tidak buruk seperti Anda."

Jasta menatap datar Papa nya namun sirat mata nya terlihat sedih.

"Bahkan saya saja sudah lupa bagaimana rasanya mempunyai sosok Ayah. Anda mau saya hancur seperti apa lagi?"

Ada rasa sesak dalam diri Papa, namun ego nya yang tinggi membuat Papa menepis perasaan itu.

Kemudian Papa beranjak pergi keluar rumah.

Jasta menatap sendu punggu Papa, lalu ia menjatuhkan lututnya ke lantai dengan lesu.

Jasta menunduk dalam, mengacak kasar rambutnya dengan frustasi.

Munafik kalau Jasta mengatakan ia tidak merindukan kehangatan di rumah ini.

Jasta sangat merindukan semuanya.



•••••

Jasta melangkah masuk ke basecamp dengan tenang, ia melihat semua sahabatnya lengkap berkumpul karena hari ini minggu jadi libur kuliah.

"ASTAGFIRULLAH JASTA LO KENAPA?"

Teriakan Hernan membuat yang lain mengalihkan perhatian mereka ke Jasta.

Herza bangkit berdiri, mendekati Jasta dengan cemas.

"Jas? ini kenapa muka lo gini?"

Jasta tidak membalas hanya menatap Hasta yang mengkhawatirkannya.

'Seenggaknya di sini gue masih bisa ngerasain kehangatan mereka." Batin Jasta.

Jasta tersenyum lembut, "Gue nggak papa kok, tolong obatin ya." Ucap Jasta pelan.

Jasta duduk di sofa dengan Herza di sebelahnya dan sedang mengobati luka-luka di wajah Jasta.

"Siapa?" Tanya Matteo tegas.

Jasta menghela nafas, dirinya tidak bisa berbohong.

"Luka-luka kecil sama goresan ini di karena Mama yang lagi kambuh dan bekas tamparan ini--"

Jasta mengusap pelan pipi kiri nya, memejamkan sejenak matanya.

"dari Papa." Lanjut Jasta lirih.

Mereka semua menatap sendu Jasta.

"Gue capek tapi kalau gue nyerah Mama sama siapa." Ucap Jasta lirih.

Hernan memeluk Jasta dari samping, "Jasta kalau capek boleh istirahat tapi jangan nyerah ya kalau mau pulang ke sini aja ke kami."

Jasta tersenyum, karena sahabat-sahabatnya juga lah Jasta bertahan.

"Gue beruntung punya kalian." Kata Jasta tulus.

Untuk kali ini saja Jasta meminta pada Tuhan jangan mengambil kebahagiaannya lagi.

Jastara Devanio Alaric, lelaki yang memiliki kisah keluarga yang rumit namun tidak membuat kepribadiannya berubah untuk sekedar melampiaskan.




KHAZEIR || SELESAI✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang