Chapter 33

31.8K 3.4K 222
                                    

©Claeria

"Glad to see you back, Runa!" Evan memeluk Runa erat-erat sambil mengembuskan napas lega.

Ketika rumah tangga artisnya diterpa skandal, sebagai seorang manajer, Evan tentu ikut sakit kepala. Mulai dari meredakan gosip tidak benar, memberikan klarifikasi sana sini, bernegosiasi dengan brand yang hendak memutus kerjasama, sampai mengurus semua komunikasi dengan wartawan. Namun, sebagai seorang saudara dan sahabat, Evan juga kelimpungan melihat Arlan seperti zombie tak bernyawa ketika ditinggal sang istri. Semangat juang pria itu hilang, makannya kembali tidak teratur, apalagi jam istirahatnya.

Evan bersyukur dia tidak harus bersujud meminta Runa kembali sebelum Arlan benar-benar kering dan layu. Ketika Arlan mendadak tidak bisa dihubungi seharian setelah klarifikasinya dan Bi Yati menjelaskan sambil mesem-mesem bahwa Runa telah kembali, Evan tahu bahwa sahabatnya akan hidup kembali seperti bunga di musim semi.

"Gue bersyukur banget lo mutusin buat balik ke sini. Sorry banget atas semua kekacauan ini ya, Run. Sebagai manajernya Arlan, seharusnya gue nggak kelolosan sampai terjadi skandal dan semuanya jadi kacau," ujar Evan, masih sambil memeluk Runa.

"Nggak apa-apa, Van. Gue yakin lo juga udah berusaha buat nge-handle situasinya. Yang namanya netizen memang nggak bisa ditebak dan dikendalikan," balas Runa sambil menepuk-nepuk punggung Evan guna memberi semangat.

Bertepatan dengan itu, sebuah dehaman kasar terdengar membahana. Refleks, keduanya melepaskan pelukan dan menemui tatapan tajam Arlan yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Ngobrolnya nggak usah dekat-dekat kali," sindir Arlan sambil berjalan menghampiri. Dia menjatuhkan tubuh di sofa, menjejalkan diri di antara Runa dan Evan. "Jadi gimana, Van? Gue yakin lo ke sini buat ngasih update soal skandal sialan itu, bukan cuma buat ngobrol sama Runa."

"Iya, Pak Bos. Posesif amat mentang-mentang baru rujuk," cibir Evan sambil bangkit berdiri dan pindah ke armchair di sebelah sofa. "Minimal tutupin dulu kiss mark di leher lo."

Runa dan Arlan secara serempak memegang leher masing-masing sambil memalingkan wajah. Gawat! Bukankah mereka sudah memastikan untuk tidak meninggalkan jejak di tempat yang terlihat?

"Bercanda, nggak usah panik kali," Evan terkikik geli sementara pasangan suami istri di depannya berdeham canggung.

Puas menggoda sang sepupu, Evan kembali ke mode serius. Dia mencondongkan tubuh dan menatap Runa dan Arlan bergantian sembari menjelaskan.

"Ngeliat dari reaksi netizen sampai saat ini, sepertinya bantahan lo di Bincang Selebriti berhasil. Video-video cuplikannya udah ada di seluruh medsos. Reaksi publik memang beragam, tapi sekarang suara yang mendukung lo makin naik jumlahnya. Overall, cukup positif, tapi nggak bisa dipungkiri kalau ketertarikan orang tentang Bintang, Mentari, dan filmnya menurun."

"Gimana dengan reaksi tim film, Van? Pak Rasyid? Mas Bram?" tanya Runa cemas.

"Pak Rasyid udah nelpon gue berkali-kali. Dia minta kita datang buat meeting, tapi gue bilang aja Arlan lagi sakit. Mereka mungkin kecewa dan suasana jadi nggak enak karena kita nggak mau pakai cara mereka buat promosi, tapi gue udah ngobrol sama Pak Hutapea, seharusnya langkah kita kemarin nggak akan menyebabkan pelanggaran kontrak buat Arlan."

Arlan merangkul bahu Runa dan mengusapnya, mencoba menenangkan. "Nggak usah khawatir. I'm THE William Arlan, remember? Kalau sampai ada apa-apa sama film ini, aku nggak akan tiba-tiba kehilangan pekerjaan." Sejurus kemudian dia tersenyum jenaka. "Walaupun sekarang aku nggak takut jadi pengangguran karena punya istri yang mau biayain aku."

Job Offer: WifeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang