"Qai?"'
"Hmm," aku hanya berdeham sambil tetap fokus memotong chicken katsu agar potongannya sama besar.
"Dek," tapi sepertinya hanya deheman saja tidak berpengaruh untuk Alfian jadi kuhentikan gerakan tanganku untuk memotong kemudian kuangkat kepalaku dan menatapnya penuh tanya, ada apa sebenarnya?
"Mau numpang makan," aku berdecak, "yaudah ambil sini bang, biasanya juga langsung comot,"
"Ambilin lah, di sini panas, abang mau makan di ruang tengah aja,"
"Kan ada kipasnya," aku menunjuk kipas yang sudah menyala sedari tadi "nggak mau, nanti abang keringetan,"
Aku berdecak kesal, kadang merasa aneh dengan dia yang tidak suka tubuhnya berkeringat, katanya 'lepek bajunya, nggak nyaman dipakai,'
"Yaudah tunggu di sana, aku selesaikan ini dulu," tanpa berkata dia kemudian meninggalkan pintu pembatas antara ruang keluarga dan juga ruang makan.
Karena kesal dengan tingkah lakunya yang aneh itu aku ingin sedikit menjahilinya, kuambil piring dan kuisi dengan salad sayur segar yang tadi sudah kubuat lalu kutambahkan potongan cichken katsu di atasnya.
Aku sengaja tidak memberinya nasi, biarkan saja dia makan sayur begini untuk sarapan, sambil menyeringai kubawa dua piring salad chicken katsu ke ruang keluarga.
"Nih bang," gerakan tangannya yang sedang mengganti chanel tv terhenti, remotnya ia letakkan di meja kemudian menerima uluran piring dari tanganku.
Keningnya nampak berkerut setelah melihat isi piringnya "sejak kapan abang jadi sapi Qai?"
"Sapi?"
"Iya sapi, ini kan makanan sapi bukan makanan manusia,"
Sejak dulu Alfian tidak pernah akur dengan sayur, apapun sayur yang ada piringnya berujung disisihkan di ujung piring.
"Adanya ini, aku belum beli beras, udah sih makan aja, bawel banget, udah dibikinin juga,"
"Di rumah ada beras, abang ambilin ya?"
"Duduk dan makan itu, kalau abang nggak mau makan itu jangan harap aku mau masakin abang lagi," wajahnya nampak cemberut tapi tangannya mulai mengaduk salad di piringnya.
"Aduk terus bang, siapa tahu nanti berubah jadi nasi goreng, ingat kalau sampai nggak habis jangan harap bisa numpang makan di sini lagi" ancamanku membuatnya meringis kemudian mulai menyendok salad yang nampak mengerikan untuknya itu.
"Nih abang makan, kamu lihat," ucapnya kemudian menyuapkan sesendok salad ke dalam mulutnya, baru dua kali kunyahan tangannya dengan cepat kembali menyuapkan sepotong chicken katsu, begitu terus hingga setengah piring saladnya habis.
Aku terkekeh geli melihatnya "buru-buru banget sih bang? Yang waktu itu bilang kalau makanan harus dinikmati itu siapa yaaa? Nggak sadar diri,"
Dia nampak memberengut namun gerakan menyuapnya tidak berhenti, karena merasa kasihan akhirnya aku bangkit dan berlalu ke ruang makan, sepertinya hukuman untuknya sudah cukup.
Kuambil nasi dan chicken katsu yang tersisa kemudian kuambil dua botol air mineral, ketika kembali ke ruang keluarga matanya melotot melihat apa yang kubawa.
"Kamu nipu abang? Kamu bilang nggak ada beras?"
"Siapa yang nipu? Emang iya kok di rumah lagi nggak ada beras, tapi kalo nasi ada,"
"Damn it, seharusnya abang cek ke dapur dulu sebelum makan makanan sapi ini,"
"Salah siapa nggak mau masuk ke ruang makan? Abang kayak cewek tau nggak sih, takut keringatan segala,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding The Happiness
ChickLitSelain orang tua, yang kumiliki adalah dia. Tidak ada yang bisa mengerti diriku sebaik dia. Tidak ada yang bisa melindungiku sebaik dia. Tidak ada yang bisa menyayangiku sebaik dia. Dia, dia dan hanya dia Lamanya kebersamaan kami membuat rasa sayang...