"Saya bisa makan di luar kok pak," ucap Erik namun Gara terlihat sibuk melihat ponselku dan tidak menatapnya "duduk," perintahnya dengan datar.
Kuangkat satu piring berisi lauk makan siang hari ini dan kuletakkan tepat di tengah-tengah meja.
"Silahkan dinikmati," Gara meletakkan ponselku kemudian membalik piring yang ada di depannya.
"Emm Qai, ini apa?" Aku memasang wajah berpura-pura terkejut "pak Erik nggak tau? Padahal di sosmed viral banget ini, dan jadi lauk andalan yang sat set tanpa ribet, tahu cabe garam,"
"Ca-cabenya banyak ya?" Gerakan Erik meneguk ludah membuatku ingin tertawa tapi aku menahannya.
"Dikit doang pak, berapa tadi ya? Satu ons cabe rawit sama satu ons cabe merah, dikit kan?" Kuakhiri ucapanku dan memberikannya senyum maut.
Erik nampak gelagapan mendengarnya "Sya? Kamu yakin mau makan itu aja?" Pertanyaan yang dilontarkan Gara membuatku mengalihkan tatapan dari Erik.
"Eumm, masih kenyang kebanyakan nyemil kukis tadi, oh iya aku udah sisihin di toples nanti kamu bawa ke ruang kerja ya? Atau aku yang anterin kesana?"
"Nanti aku yang bawa," aku mengangguk "okay, sekarang waktunya makan, selamat makan,"
Tangan Gara menyendok lauk dihadapannya kemudian mulai makan dengan tenang sedangkan Erik masih nampak kebingungan.
"Pak Erik kenapa? Nggak suka ya sama masakan aku? Padahal aku udah capek-capek masak loh," ucapannku membuat Gara memicing dan menatap tajam Erik, matanya seolah berkata agar Erik segera memakan makanannya.
Akhirnya mau tidak mau Erik menyendok lauknya, dengan amat perlahan menaruhnya di atas nasi kemudian berganti dengan sendok makan dan mulai menyuapkan sesendok nasi dengan satu potong tahu cabe garam di atasnya.
Sembari mengunyah bibirnya nampak mendesis, aku hampir tidak bisa menahan tawa jadi kualihkan tatapanku darinya dan menatap Gara yang sudah kembali melahap makan siangnya.
"Uhuk," suara batuk membuatku mengalihkan tatapan lagi ke arah Erik, terlihat bintik-bintik keringat mulai muncul di wajahnya "pak Erik pasti kaget, aku lupa kasih tau kalo di gelas itu isinya air hangat, kata orang, air hangat bisa meredakan rasa terbakar di mulut lebih cepat dari pada air dingin,"
Dengan bibir yang mendesis Erik meneguk air hangat itu sampai tandas kemudian kembali melahap makan siangnya dengan cepat.
Setelah piringnya kosong ia langsung berdiri "saya permisi dulu pak, masih ada dokumen yang harus saya selesaikan sebelum diserahkan kepada bapak setelah jam makan siang,"
Begitu punggung Erik lenyap di balik pintu aku sudah tidak bisa menahan tawaku lagi, aku bahkan sampai terpingkal-pingkal mengingat ekspresinya tadi.
"Puas? Wajahnya sampai merah padam Sya," kuhentikan tawaku dan kutatap Gara yang kembali sibuk mengunyah "kamu nggak kepedasan?"
"Pedas, tapi ini masakan kamu," entah kenapa hatiku merasa terenyuh mendengar ucapannya, kuangkat piring berisi tahu cabe garam yang tinggal setengah itu "mau dibawa kemana? Aku belum selesai makan,"
Tak kugubris pertanyaan yang dilontarkan oleh Gara, kakiku nelangkah kembali ke kitchen island, kuletakkan piring tahu cabe garam dan beralih membawa piring berisi ikan bakar.
"Kenapa diganti?" Kembali aku duduk si sebelahnya "karena kamu baik hati jadinya aku nggak tega jailin kamu,"
"Jangankan tahu cabe garam, nasi sama garampun aku bisa memakannya asalkan kamu yang menyiapkannya untukku."
Aku memberengut dan kemudian kupukul lengannya dengan kesal "padahal aku tadi masih ngambek sama kamu loh!"
Gara terkekeh namun tangannya bergerak mengambil ikan bakar dan mencicipinya "tadi enak, ini juga enak," aku mengulum senyum mendengar pujiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding The Happiness
ChickLitSelain orang tua, yang kumiliki adalah dia. Tidak ada yang bisa mengerti diriku sebaik dia. Tidak ada yang bisa melindungiku sebaik dia. Tidak ada yang bisa menyayangiku sebaik dia. Dia, dia dan hanya dia Lamanya kebersamaan kami membuat rasa sayang...