Bagian 23

92 15 0
                                    

Sayup-sayup aku mendengar suara dering ponsel disusul suara Gara, namun nada suaranya membuatku mengernyit.

Apakah dia sedang marah?

Aku mengerjap pelan mencoba menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar dan mengingat apa yang terjadi sebelum aku tertidur tadi.

Seingatku selesai menyelesaikan urusan administrasi dan memastikan aku sudah nyaman di ruang rawat Ardhan pamit karena harus menemui klien.

Setelah itu aku mengirimkan foto kakiku yang dibalut perban serta penjelasan kenapa kakiku bisa seperti ini atau lebih tepatnya 'mengadu' kepada Gara.

Dan sepertinya setelah menerima pengaduanku Gara bergegas kembali ke Jakarta.

"Saya tidak peduli dia siapa, tetap jebloskan dia ke penjara," ucapan tegas Gara membuat kesadaranku terkumpul sepenuhnya.

Penjara? Siapa yang ingin dijebloskan ke penjara oleh Gara?

"Bii?" Sambil meringis menahan nyeri di kaki aku berusaha untuk duduk "kenapa bangun?" Dia mematikan sambungan teleponnya kemudian buru-buru menghampiriku.

"Kamu marah sama siapa?" Kuamati wajahnya dan benar, raut wajahnya nampak khawatir namun alisnya memberengut tanda dia sedang kesal.

"Masih sakit kakinya? Aku panggilkan dokter sebentar," dia tidak menjawab pertanyaanku malah balik bertanya kepadaku.

kutahan tangannya yang akan menekan tombol untuk memanggil dokter.

"Aku baik-baik aja, cuma terasa nyeri aja di pergelangan kakinya, sekarang jawab aku, kamu marah sama siapa?"

Raut khawatir di wajahnya mendadak hilang digantikan dengan raut menahan amarah, membuat cengkeramanku di tangannya semakin kuat.

"Kok malah diam sih Bii? Kamu marah sama siapa sampai mau jeblosin dia ke penjara?" Gara menghela napas kasar kemudian mendekatkan wajahnya dan mendaratkan kecupan lama di dahiku.

Aku semakin tidak mengerti apa yang sedang terjadi saat ini.

Kedua tangan Gara menyentuh pipiku kemudian bibirnya meninggalkan dahiku kini dahinya yang ia sentuhkan dengan dahiku hingga hidung kami bersentuhan karena kedua tangan Gara mengangkat sedikit wajahku agar semakin dekat dengan wajahnya.

"Kalau aku mengatakan apa yang sedang terjadi apakah kamu masih akan baik-baik saja? Kamu tau Sya? Yang paling kutakutkan saat ini adalah kamu merasa terpuruk dan aku tidak ingin kamu merasakan perasaan semacam itu, sudah cukup semua kesakitan yang kamu alami selama ini,"

"Apa Nana marah karena Ardhan gendong aku?" Aku mencoba menebak "separuhnya benar dan separuhnya salah," aku memaksa memundurkan kepalaku agar aku bisa melihat Gara dengan jelas.

"Separuhnya?" Keningku kembali mengernyit tidak bisa menyimpulkan apa yang sedang terjadi saat ini.

"Foto Ardhan yang memeluk kemudian menggendong kamu viral di jagad maya dan kamu dituduh sebagai selingkuhan Ardhan, akun sosial media milik Anne Sanjaya yang merilis foto itu dibumbui dengan caption selingkuh setelah pertunangan dan sebagainya,"

"Sekarang aku jadi public enemy?" Mataku membulat tak percaya mendengar apa yang diucapkan oleh Gara "beberapa media sudah merilis full video dari kejadian itu, sekarang pro dan kontra sedang memanas di jagad maya, beberapa penggemar Anne tetap bersikukuh bahwa kamu adalah selingkuhan Ardhan lalu warga net lainnya membantah dan terjadilah perang komentar,"

"Dan kamu berniat menjebloskan orang-orang yang berkomentar buruk padaku ke penjara?"

Gara mengangguk membuat mulutku reflek terbuka tidak tahu harus mengatakan apa "Anne dan orang-orang yang terus menerus menghujat kamu akan kuseret ke balik jeruji besi, tidak ada kata ampun untuk mereka dan kamu tidak punya hak meminta ampun untuk mereka,"

"Tapi dia selebgram terkenal loh Bii, kamu akan sulit untuk seret dia ke penjara belum lagi tekanan pendukungnya di dunia maya dan jangan lupa power keluarga calon suaminya yang punya firma hukum," Gara menyeringai membuat bulu kudukku mendadak meremang.

"Kepala daerah saja bisa langsung kusingkirkan dalam hitungan hari apa lagi hanya seorang Anne Sanjaya,"

"Minggir lo! Minggir!" sayup-sayup aku mendengar suara keributan di luar "ada apa Bii?" Gara tak menjawab namun wajahnya mendadak memerah menahan amarah.

Ia berbalik dan berjalan menuju pintu. Namun tak seperti biasanya, langkah kakinya menghentak menimbulkan suara yang cukup keras bahkan gerakannya membuka pintupun sangat kasar.

"Mana jalang itu? Manaaaa?" Aku melihat tubuh Anne yang ditahan oleh beberapa orang petugas keamanan.

"Gue cuma butuh penjelasan ya, kenapa lo malah laporin gue ke polisi hah? Salah gue apa? Padahal lo tinggal ngomong baik-baik aja sama gue gak usah bawa-bawa polisi, anjing banget kelaluan lo, sok polos sok merasa tersakiti padahal disini gue korbannya,"

"Korban katamu?" Aku menelan ludah gugup, seperti yang dikatakan Gara tadi tidak ada kata ampun untuk perempuan ini apa lagi sekarang dia mengataiku secara langsung.

Aku hanya bisa berdoa Gara tidak akan memberatkan tuntutannya.

"Gue nggak ada urusan ya sama lo, urusan gue sama si jalang itu," Anne menunjukku dengan jari tengahnya membuat tangan Gara mengepal marah.

"Seret dia dari sini," perintah Gara kemudian menutup pintu dengan keras.

"Eh apa-apaan nih? Lepasin gue, lepasiiin, liat aja habis ini gue bakal bikin kalian dihujat sama orang-orang gue,"

Gara berbalik kedua tangannya terkepal dan matanya terpejam, dia sedang menahan emosinya sekarang.

Seandainya aku bisa berdiri dan berjalan aku pasti sudah memeluknya agar kemarahannya tidak membabi buta dan membuat hidup Anne akan semakin sengsara di kemudian hari.

Karena Gara jika ingin menghancurkan seseorang maka ia akan menggunakan nafsunya dan menyingkirkan pikiran rasionalnya.

Bahkan mungkin saja bukan hanya Anne yang akan menderita namun seluruh keluarganya akan mendapatkan penderitaan yang sama.

Berulang kali Gara menarik dan menghembuskan napas kasar berusaha untuk tetap tenang di hadapanku.

"Biii," kupanggil dia dengan nada suara manja membuatnya membuka kembali matanya kemudian menatapku dengan dalam.

Tatapannya seakan menelisik seluruh tubuhku memastikan aku baik-baik saja setelah mendengar penghinaan Anne untukku.

"Sini," kulambaikan tangan kepadanya berusaha membuatnya mendekat kepadaku dan melupakan sejenak kemarahan yang menyelimutinya.

Dia berjalan mendekat ke arahku lalu setelah berada tepat di sisi brankarku lengannya mengurung tubuh mungilku ke dalam dekapan hangatnya.

"Jangan diambil hati ucapannya, kamu itu perempuan baik-baik Sya," sepertinya dia takut sekali dengan kesehatan mentalku yang belum sembuh belakangan ini.

"Tau nggak sih Bii? Yang sekarang aku pikirin tuh bukan ucapannya Anne, aku malah mikir gimana kalau seandainya nanti Anne balas dendam sama aku setelah kamu jeblosin dia kepenjara?"

"Balas dendam?" Aku merasakan tubuh Gara berguncang seperti sedang tertawa namun tanpa suara "jangankan balas dendam, menyentuh sehelai rambut kamu saja dia nggak akan bisa Sya dan akan kupastikan dia mendekam di balik jeruji besi untuk waktu yang lama,"

"Lalu untuk mereka?"

"Siapapun itu jika dia sudah melontarkan kata-kata keji kepada kamu makan akan bernasib sama,"

Finding The HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang