Aku masih bergelung dengan selimut ketika Gara pulang di malam hari, dia menyampirkan jas yang dikenakannya di sofa begitu saja kemudian duduk di tepi ranjang.
"kamu kenapa? Zaky nyakitin kamu?" sepertinya dia sudah mendapat laporan dari para bodyguard jika sikapku berubah sejak bertemu dengan Zaky siang tadi.
Kusibak selimut yang menutupi tubuhku kemudian bangkit dari posisi rebahku lalu kupeluk Gara dengan erat "aku kangen kamu dari tadi tapi aku nggak mungkin datang ke kantor,"
"kenapa nggak mungkin? Itu kantor kamu juga Sya, nggak ada yang perlu kamu takutkan, "
"males ketemu Erik ihh, serasanya aku yang nggak punya muka," aku mencoba mencari alasan yang paling masuk akal.
"yasudah, nanti kalau kamu mau ke kantor aku akan suruh Erik kerja di tempat lain,"
"bisa begitu? Apa nanti kamu nggak susah?"
"bisa, yang penting kamu nyaman," rasa sesak semakin mencekikku, Gara selalu memastikan aku mendapatkan yang terbaik untuk apapun itu.
Kulepas pelukan kami dan kutatap wajah rupawannya "mau mandi bareng nggak?" dia mengangkat satu alisnya seolah bertanya kepadaku."anggap aja sebagai upah karena kamu udah baik banget sama aku, " dia mengulum senyum lantas mengusap pipiku "sudah malam, dingin Sya, nanti kamu kena flu kalau berendam sekarang,"
"kan sebentar aja," aku membujuknya "menurut kamu apakah kita bisa berendam sesingkat mungkin jika sudah bersentuhan secara intim?" aku meringis kemudian menggeleng.
Pernah satu kali ketika kami masih berada di Shanghai, acara mandi sambil berendam yang seharusnya tidak sampai tiga puluh menit menjadi berjam-jam lamanya hingga kulit jemariku keriput karena terlalu lama terkena air.
"aku mandi sebentar setelah itu aku akan peluk kamu semalaman, oke?" aku mengangguk kemudian membiarkan Gara membersihkan dirinya terlebih dahulu.
Sembari menunggu Gara selesai mandi aku memainkan game yang beberapa hari ini sering kumainkan, hanya game sederhana tapi sering membuatku kesulitan mencocokkan itemnya karena waktunya yang terbatas.
Sampai Gara selesai mandi aku hanya sanggup naik satu level. "kenapa cemberut begitu?" sambil menggosok-gosokkan handuk di rambutnya yang basah Gara duduk di tepi ranjang.
"susah mainnya, aku nggak bisa," aku memerlihatkan layar ponselku kepadanya "aku mainin level ini, setelah selesai kita tidur, oke?"
Wajah cemberutku berubah menjadi sumringah "sekali aja ya?" tegasnya lagi setelah melirik jam digital di atas nakas "kamu sekali terus aku sekali, geregetan kalo nggak bisa,"
"cuma sekali ya? Hampir tengah malam Sya, kamu harus tidur," aku mengangguk dengan semangat.
Kemudian tidak sampai lima menit dia sudah bisa naik satu level "sekarang kamu, setelah itu kita tidur,"
Aku tidak menerima uluran ponsel darinya membuatnya mengangkat satu alis "laper Bii," aku menatapnya dengan meringis.
"kamu tunggu di sini, aku bangunin bibik sebentar, "
"ehh jangan," aku menahan lengannya "terus gimana? Kamu mau makan di luar?"
"boleh?" Gara terdiam sejenak mendengar suaraku yang sepertinya terdengar antusias itu "seharusnya kamu bilang dari tadi kalau kamu mau keluar supaya aku nggak pulang larut Sya,"
Aku mencebik "kamu kan kerja, gak boleh gangguin kamu kerja,"
"yasudah, sekarang kamu mau kemana?" dia bertanya dengan lembut kepadaku. Seharusnya aku bahagia dengan segala perhatiannya namun kini yang kurasakan hanyalah rasa sesak karena tidak sanggup untuk membalas semua rasa cintanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding The Happiness
Literatura FemininaSelain orang tua, yang kumiliki adalah dia. Tidak ada yang bisa mengerti diriku sebaik dia. Tidak ada yang bisa melindungiku sebaik dia. Tidak ada yang bisa menyayangiku sebaik dia. Dia, dia dan hanya dia Lamanya kebersamaan kami membuat rasa sayang...