Ketika berada di dalam lift sampai kami memasuki unit aku tidak berani menatapnya lagi.
"Sya?" aku berjengit ketika jemarinya terulur ke wajahku bahkan kepalaku refleks mundur untuk menghindari jemarinya.
Tanganya terhenti di udara "Nafisya?" nada suaranya terdengar lembut tapi aku masih terlalu takut untuk menatapnya.
"Sya lihat aku," bukannya menuruti ucapannya aku malah memeluk tubuhnya dengan erat, kusembunyikan wajahku di dadanya.
"aku takut, kamu nyeremin," dia membuang napas berat namun kemudian tangannya mengusapi rambutku dengan sayang.
"wajah kamu sampai pucat karena takut sama aku?"
"emmm, aku beneran takut sama kamu Bi, takut banget,"
Dia melepaskan pelukanku, tangan hangatnya menangkup wajahku hingga kini aku mendongak namun aku masih takut untuk menatap matanya.
"lihat aku Sya,"
"alisnya nggak boleh mengkerut lagi," dia menghembuskan napas kasar. "dilihat dulu makanya,"
Dengan takut-takut aku menaikkan tatapanku agar bisa menatap wajahnya.
"masih takut?" dia menatapku dengan hangat seperti biasanya, tidak ada lagi kemarahan di wajahnya.
Dengan perlahan wajahnya mendekat hingga keningnya menyentuh keningku lalu dengan sengaja dia menggesekkan ujung hidungnya ke hidungku.
"kamu mau cium aku lagi?" Mataku mengerjap polos.
"boleh?"
"nggak boleh, kamu bukan pacarku jadi nggak boleh cium-cium aku,"
"bukankah kita sudah berciuman di basement tadi?"
Berciuman? Berciuman dari Hongkong? Faktanya dia menciumku dengan paksa dan membabi buta.
"itu kan gara-gara ka-" aku mendadak tercekat mengingat penyebab kemarahannya tadi, aku tidak mungkin mengungkitnya dan membuat amarahnya kembali meledak-ledak.
"gara-gara apa Sya?" dengan cepat kukecup bibirnya berusaha untuk mengalihkan perhatiannya agar tidak mengungkit kejadian di basement tadi.
"sudah kan?" keningnya berkerut "cium Sya bukan kecup,"
"sama aja Biii," dia mendengus tapi dengan secepat kilat dia mengecup bibirku sama seperti yang kulakukan tadi
"ini kecup kalau cium harusnya seperti ini," Tegasnya kemudian dia kembali menyatukan bibir kami, namun kali ini berbeda, dia menekan bibirnya dengan dalam hingga bibirku terbuka sedikit lalu dengan cepat dia memagut bibir bawahku.
Bibir bawahku dihisap dengan lembut membuatku terlena akan pagutannya, kedua lenganku yang tadinya masih berada di punggungnya kini turun lalu beralih naik mengusapi dadanya kemudian mengalung di lehernya.
Aku tahu ini salah tapi aku harus melakukannya agar dia tidak mengungkit kejadian di basement tadi.
Tatapan dan perlakuannya di basementnya tadi benar-benar membuatku takut dan aku tidak mau dia bersikap seperti itu lagi kepadaku.
Aku terhenyak hingga pemikuran-pemikiran yang terlintas di kepalaku hilang tak bersisa ketika merasakan tubuhku melayang dan kemudian didudukkan di tempat yang datar dan keras
Belum lagi kedua tangannya yang masih bertengger di pinggang membuatku merasa sedikit geli karena terkadang dia mengusapnya dengan sensual.
Ketika kutarik mundur wajahku tapi dia mengikutinya hingga pagutannya di bibirku tak terlepas hingga kedua tangannya naik dan memegang kepalaku menahannya agar tidak bergerak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding The Happiness
ChickLitSelain orang tua, yang kumiliki adalah dia. Tidak ada yang bisa mengerti diriku sebaik dia. Tidak ada yang bisa melindungiku sebaik dia. Tidak ada yang bisa menyayangiku sebaik dia. Dia, dia dan hanya dia Lamanya kebersamaan kami membuat rasa sayang...