Aku sedang sibuk membuat jadwal memasak ketika teleponku berdering, siapa lagi peneleponnya kalau bukan dia.
Heran sekali aku dengan pria ini, katanya sibuk tapi dia masih ada waktu untuk meneleponku sebanyak empat kali dalam satu hari, dimulai dari bangun tidur sampai akan tidur kembali.
"Kamu sebenernya nggak sibuk ya kan Bi? Buktinya bisa terus telepon aku,"
"Kamu adalah prioritasku, jadi sesibuk apapun itu aku akan meluangkan waktu untuk kamu Sya, bukannya ngilang tanpa kabar selama berhari-hari,"
"Mulai deh nyindir Alfian terus, sebenernya yang mau move on itu aku atau kamu? Kenapa jadi kamu yang bawa-bawa dia terus?"
"Aku bawa-bawa dia supaya kamu bisa buat perbandingan dan berpikiran jernih, jangan makan cinta buta,"
"kalo bisa lihat mana mungkin aku bakalan jatuh cinta sama dia yang kamu bilang nggak pernah cinta sama aku, siapa tau dia belum sadar aja kalau punya rasa sama aku."
"Itu fakta sya, sampai kapan kamu mau denial dan menolak fakta yang ada?"
"Bi, kalo kamu nelepon aku cuma mau ribut mending aku tutup teleponnya,"
Tanpa menunggu jawaban darinya kumatikan sambungan telepon kami dan kulemparkan ponselku begitu saja ke atas ranjang.
Moodku berantakan sekarang, segera kututup notesku dan beranjak keluar dari kamar.
Kuhembuskan napas berat sambil memandangi para gedung pencakar langit yang terlihat menakjubkan ketika malam hari seperti ini.
Semakin lama pikiranku mulai melantur kemana-mana, seharian ini aku sudah berusaha keras untuk tidak memikirkan Alfian dan fokus mengikuti kelas memasak, tapi karena ucapannya tadi pikiran akan Alfian mulai kembali memenuhi kepalaku.
Kalau seperti ini terus aku pasti akan menangis lagi semalaman. Kusambar kardigan rajut yang masih tergeletak di atas sofa kemudian pergi keluar dari apartemen.
Namun sayang ketika keluar dari lobi hujan sudah mulai turun jadi aku hanya bisa melihat hujan sambil mendengus kesal.
Karena tidak tahu harus apa akhirnya aku berjongkok lalu kuulurkan salah satu tanganku agar bisa terkena air hujan.
Airnya begitu dingin tapi aku tidak bisa berhenti untuk menyentuhnya. Semoga saja para security tidak menganggapku perempuan aneh saat melihat tingkah lakuku sekarang.
"Qailula,"sebuah suara berat terdengar memanggilku, membuatku sontak menoleh dan mendapati Zaky yang menatapku dengan tatapan bingung "kamu nunggu siapa? Nunggu ojek online?"
Aku menggeleng kemudian berdiri, baju dan rambutnya terlihat basah sepertinya dia baru saja menembus hujan.
"Baru pulang kak?"
"Iya, kalau bukan nunggu ojek online kamu ngapain di sini? Disini dingin Qai,"
"Tadinya mau beli nasi goreng, tapi keduluan hujan, mau balik ambil payung males jadi yaa liatin hujan aja, siapa tau cepat berhenti hujannya,"
"Mau nyoba nasi goreng dekat kantor saya?"
"Kakak baru pulang masa mau pergi lagi?"
"Nggak apa-apa, kebetulan saya belum makan malam, kamu tunggu di sini saya ambil mobil sebentar,"
"Kakak nggak ganti baju dulu?" Dia melirik bajunya yang sedikit basah kemudian melepaskan jaket yang dikenakannya begitu saja di depanku, "basah jaketnya aja, nggak perlu ganti, kamu mau ganti baju dulu?"
Pertanyaannya membuatku menunduk untuk melihat apa yang tengah kukenakan saat ini, aku hanya mengenakan piyama yang kulapisi dengan kardigan rajut dan juga sepasang slipper dengan hiasan kepala domba berwarna pelangi yang menjadi alas kakiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding The Happiness
ChickLitSelain orang tua, yang kumiliki adalah dia. Tidak ada yang bisa mengerti diriku sebaik dia. Tidak ada yang bisa melindungiku sebaik dia. Tidak ada yang bisa menyayangiku sebaik dia. Dia, dia dan hanya dia Lamanya kebersamaan kami membuat rasa sayang...