Setelah memastikan aku bisa menggunakan ponsel miliknya, Zaky bergegas memesan nasi goreng.
Mataku mengikuti kemana Zaky melangkah, warung tenda penjual nasi goreng hanya berjarak kurang dari sepuluh meter dari mobil ini.
Tidak terlalu ramai tapi nasi goreng berbeda dengan bakso yang tinggal menyajikannya saja, jika dihitung dari sini terlihat tiga orang yang sedang duduk di sana, jika menyelesaikan pesanan satu orang diasumsikan selesai dalam sepuluh menit maka Zaky bisa kembali ke sini dalam waktu kurang lebih empat puluh menit.
Jujur saja aku sedikit takut ketika melihat lapangan yang ada di samping kiriku ini nampak gelap ditambah bagian kananku hanya terlihat tembok tinggi pembatas Polda Metro Jaya.
Jika kendaraan sepi rasanya sunyi sekali, kuraba langit-langit mobil untuk menyalakan lampu.
Setelah lampu menyala aku merasa lebih tenang, segera kubuka aplikasi youtube untuk menonton sesuatu agar rasa cemasku tidak semakin menjadi.
Kupilih untuk menonton masha & the bear, persis seperti anak-anak tapi tidak apa-apa dari pada aku mati karena takut di sini.
Tapi baru lima menit video terputar sebuah panggilan suara masuk, tertera nama Ibu membuat napasku tercekat, ibunya menelepon, aku tidak mungkin memberikannya kesana, mengangkatnya apa lagi, jelas tidak mungkin.
Jadi kubiarkan panggilan itu sampai berhenti sendiri, setelah panggilan itu berhenti aku menghembuskan napas lega.
Tapi didetik berikutnya aku kembali menegang ketika ponsel Zaky kembali berdering dan nama ibu masih setia terpampang di sana.
Sampai tiga kali panggilan aku tidak berani untuk mengangkatnya hingga dipanggilan keempat, mau tidak mau aku mengangkatnya, bisa saja ibunya menjadi khawatir karena Zaky tidak segera mengangkat panggilan darinya.
"Selamat malam,"
"Assamualaikum, ini siapa ya?"
"Waalaikumsalam, saya teman kak Zaky, sekarang kak Zaky sedang pergi membeli nasi goreng kebetulan sekali ponselnya tertinggal di mobil,"
"Kamu calon menantu saya?"
Ha? Apa? Calon menantu? Apakah aku tidak salah dengar?
Aku terperangah mendengar ucapan ibu Zaky "bu-bukan tante," aku sedikit tergagap ketika menjawabnya.
"Kalau iya juga nggak apa-apa tante malah senang dengarnya," kupijat pelipisku setelah mendengar jawaban ibu Zaky.
"Siapa Qai?" Aku terlonjak tak menyadari Zaky sudah kembali, dia baru saja membuka pintu dengan membawa dua botol air mineral.
"Ibu kakak," aku segera menyodorkan ponselnya, dia meletakkan dua botol air mineral diatas jok kemudian menerima ponsel yang kusodorkan, tapi dia kembali menutup pintu mobil dan berbicara di luar.
Zaky berbicara agak jauh dari mobil sehingga aku tidak bisa mendengar perkataannya.
Karena bingung harus apa akhirnya kuambil satu botol air mineral dan mencoba untuk membukanya, tapi ternyata sulit sekali, aku sudah berusaha beberpaa kali hingga tanganku terasa sakit tapi tetap saja tutup botol ini tidak bisa terbuka.
Pintu mobil kembali terbuka, aku menoleh dan mendapati Zaky meraih botol air mineral kemudian membukanya dan menyodorkannya kepadaku "minum yang ini aja,"
Aku menerima botol tersebut dan mengulurkan botol yang tidak bisa kubuka tadi, tapi ajaibnya hanya dengan satu kali putaran botol itu langsung terbuka.
"Dia pilih-pilih banget, sama aku tadi nggak mau kebuka, giliran kakak langsung kebuka gitu aja," aku cemberut dan menggerutu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding The Happiness
ChickLitSelain orang tua, yang kumiliki adalah dia. Tidak ada yang bisa mengerti diriku sebaik dia. Tidak ada yang bisa melindungiku sebaik dia. Tidak ada yang bisa menyayangiku sebaik dia. Dia, dia dan hanya dia Lamanya kebersamaan kami membuat rasa sayang...