35

789 55 6
                                    

"Kendall?"

"You right, your ex messed up everything."

"What do you mean? Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Li."

Liam memijat keningnya, ia tidak habis pikir jika Kendall yang menyebabkan adiknya berubah seperti sekarang. Ia melempar ponsel Sara ke arah Harry, lelaki keriting itu dengan tangkas menangkapnya. Dahinya mengerut, ia tidak paham.

"Ponsel? Apa maksutmu?"

"Lihat saja, Harry. Buka aplikasi pesan dan kau akan mengerti."

Mengangguk, Harry menekan permukaan benda tipis persegi panjang tersebut. Dengan seksama ia membaca apa yang diperintah Liam.

"Liam, aku---" Harry menggelengkan kepalanya mengetahui apa yang Kendall perbuat pada Sara, pantas saja kekasihnya itu berubah. "Oh, man."

Ia terus membaca satu persatu pesan dari Kendall, perasaan bersalah menyerang kembali. Maksutnya, ia telah merasa bersalah pada Sara karna memberi nomornya pada Kendall. Ya, dia lah orang yang memberi nomor Sara pada perempuan tersebut.

"Shit." Umpat Harry. "Liam, aku benar-benar tidak berpikir jika dia yang menyebabkan semua ini."

"Begitu juga denganku. Bagaimana adikku bisa memiliki nomor Kendall?"

"A-aku yang memberinya pada K."

"God, Haz. Apa yang pikirkan dengan itu semua? Tidakkah kau berpikir akan baik dan buruknya jika Kendall memiliki nomor Sara?"

Harry menggeleng. "Saat itu aku pikir mereka bisa berteman."

"Bodoh, mana mungkin mantan kekasihmu dan kekasihmu yang sekarang ini bersahabat? Itu tidak masuk akal, mate." Liam menjawab dengan ketus.

"Sorry, Liam."

"Aku tidak ingin perempuan itu terus menghantui adikku."

"Maaf, Liam. Aku akan mencari cara agar Kendall tidak mengganggu Sara lagi."

Kemudian ia menaruh ponsel Sara di nakas sebelah ranjang, ia menghampiri Sara yang masih memejamkan matanya. Betapa nyaman dan damainya Sara saat terlelap, membuat lelaki keriting tersebut semakin merasa bersalah. Air matanya menetes, ia baru saja menyakiti kekasihnya secara tak sadar. Keadaan kekasihnya benar-benar buruk, tangannya hampir diperban total. Alat-alat medis pun banyak yang menempel di tubuhnya.

"I love you, Sara." Gumamanya pelan. "Maaf, maafkan aku."

Digenggamnya terus tangan Sara, tangannya yang dingin membuat ia sedikit terkejut saat pertama kali menyentuhnya. Dirabanya kulit Sara yang lain, sama-sama dingin. Seakan ada badai yang menghujam hatinya, ia takut bukan main.

"Li, mengapa kulit Sara dingin sekali?"

"Kau jangan bercanda."

"Aku tidak bercanda, kau bisa membuktikannya sendiri."

Perlahan Liam meraba kulit pipi Sara, matanya pun melotot saat merasakan hawa dingin di jari-jarinya. Ini tidak mungkin, batin Liam.

"Tidak, tidak mungkin. Coba kau periksa nadinya."

Harry mengarahkan tangannya pada nadi tangan kanan Sara. Dirabanya lembut dan dirasakan apakah masih berdenyut atau tidak. Lagi, jantungnya serasa berhenti berdetak, tidak ada denyut nadi yang dirasakannya.

Lelaki keriting itu menggeleng keras. "No, this can't be happening. Don't leave me, baby. I need you, I need you."

"Bagaimana? Apa maksutmu?"

Simple | Harry Styles Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang